Kementerian Lingkungan Hidup, Penanganan Sampah dan Regulasi Lingkungan Jadi Prioritas

Menteri Lingkungan Hidup yang baru, Hanif Faisol Nurofiq. (Foto: Instagram/@haniffaisolnurofiq)

PARBOABOA, Jakarta - Isu lingkungan selalu menjadi topik penting, apalagi dengan semakin banyaknya permasalahan sampah dan pencemaran.

Di bawah kepemimpinan Menteri Lingkungan Hidup yang baru, Hanif Faisol Nurofiq, perubahan besar diharapkan terjadi.

Setelah resmi dilantik oleh Presiden Prabowo Subianto, Hanif langsung mengumumkan rencana kerja 100 hari pertamanya.

Penyelesaian sampah dan terbitnya Rencana Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) disebutnya menjadi langkah prioritas.

Data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat bahwa pada tahun 2023, Indonesia menghasilkan sekitar  68 juta ton sampah  dengan 37,6% diantaranya berasal dari sampah rumah tangga.

Persoalan ini semakin rumit karena hanya 7% sampah yang berhasil didaur ulang, sedangkan 69% berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA).

Kondisi ini menyebabkan penumpukan sampah di banyak TPA yang hampir mencapai kapasitas maksimum, memicu ancaman lingkungan dan kesehatan.

Hanif menekankan bahwa menangani persoalan sampah adalah salah satu prioritas utama yang diberikan langsung oleh Presiden Prabowo.

“Kami akan fokus mempercepat pembangunan TPA regional. Proyek-proyek ini harus tuntas dan berfungsi maksimal,” jelas Hanif dalam acara serah terima jabatan di KLHK, Selasa, (22/10 2024).

Langkah ini sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, yang menegaskan bahwa pemerintah pusat dan daerah wajib menyediakan infrastruktur pengelolaan sampah berkelanjutan.

Hanif juga berjanji untuk memastikan bahwa desa-desa berbasis iklim ikut serta dalam pengelolaan sampah dan lingkungan, sekaligus mengurangi pencemaran sungai.

Salah satu solusi yang ditawarkan Hanif adalah mempercepat pembangunan TPA regional.

Saat ini, Indonesia menghadapi banyak kendala dalam pengelolaan sampah karena ketergantungan pada TPA konvensional di setiap kota dan kabupaten.

TPA regional dirancang untuk melayani beberapa daerah sekaligus, mengurangi beban setiap wilayah, dan memastikan pengolahan sampah dilakukan secara lebih efisien.

Menurut catatan KLHK, beberapa TPA regional strategis sudah direncanakan di Jawa dan Sumatra. Namun, hambatan birokrasi dan keterbatasan anggaran memperlambat realisasinya.

Hanif bertekad untuk mempercepat proyek-proyek ini agar dapat beroperasi dalam 100 hari pertama masa jabatannya.

Hanif juga menyoroti masalah pencemaran sungai, terutama di daerah padat penduduk dan kawasan industri.

KLHK telah mengidentifikasi sejumlah sungai yang mengalami pencemaran berat, seperti Sungai Citarum dan Sungai Brantas.

"Kami akan melakukan pemulihan segera di beberapa sungai dengan tingkat pencemaran yang sangat tinggi," kata Hanif.

Langkah ini bertujuan agar pencemaran air tidak semakin memperburuk kesehatan masyarakat dan ekosistem.

Sejalan dengan hal tersebut, Hanif menekankan pentingnya desa berbasis iklim. Program ini merupakan upaya integratif untuk mengatasi perubahan iklim di tingkat desa dengan melibatkan masyarakat dalam berbagai kegiatan ramah lingkungan.

Dengan demikian, desa tidak hanya berkontribusi pada pengelolaan sampah, tetapi juga turut berperan dalam mitigasi perubahan iklim.

Selain menangani masalah sampah dan pencemaran, Hanif berkomitmen untuk segera menerbitkan Rencana Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH).

Dokumen ini penting karena berfungsi sebagai pedoman bagi pemerintah dan sektor swasta dalam menjaga kelestarian lingkungan.

Berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, RPPLH wajib diterbitkan oleh setiap daerah sebagai acuan untuk memantau dan mengelola lingkungan secara berkelanjutan.

“Draf ini kita lagi kejar dan harus selesai dalam 100 hari,” ucap Hanif.

Dengan terbitnya RPPLH, diharapkan ada kerangka regulasi yang lebih jelas untuk mencegah pencemaran dan kerusakan lingkungan.

Regulasi ini juga akan menjadi dasar evaluasi kinerja pemerintah dalam menangani isu-isu lingkungan di masa depan.

Tantangan utama Hanif adalah bagaimana memastikan perubahan struktur kelembagaan tidak mengganggu pelayanan publik.

Ia menegaskan bahwa meski ada transisi di internal kementerian, masyarakat tetap bisa mendapatkan layanan seperti biasa.

"Pelayanan publik akan tetap berjalan sesuai dengan aturan. Tidak akan ada gangguan dalam layanan kepada masyarakat," tegasnya.

Masa transisi ini menjadi krusial karena pemerintah pusat harus mampu bekerja sama dengan pemerintah daerah dalam melaksanakan kebijakan lingkungan.

Salah satu sorotan adalah memastikan koordinasi lintas sektor berjalan efektif, terutama dalam pembangunan TPA regional dan pemulihan sungai-sungai yang tercemar.

Penyelesaian masalah sampah dan menerbitkan RPPLH dalam waktu 100 hari memunculkan harapan baru.

Namun, masyarakat dan pemerhati lingkungan akan mengawasi dengan cermat apakah program ini benar-benar terlaksana.

Sebab, banyak program serupa sebelumnya yang hanya sebatas rencana tanpa hasil nyata.

Editor: Norben Syukur
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS