parboaboa

Kasus Anak Berkonflik dengan Hukum Mengkhawatirkan, Apa Upaya DPPA Simalungun? 

Pranoto | Daerah | 02-07-2024

Kepala Bidang Perlindungan Anak dan Pemenuhan Hak Anak Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak Kabupaten Simalungun, Isyak Irwanto. (Foto: PARBOABOA/Pranoto)

PARBOABOA, Simalungun - Kasus anak berhadapan dengan hukum menjadi masalah serius di Kabupaten Simalungun, Sumatra Utara.

Berdasarkan data Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Simalungun, sejak tahun 2023 hingga pertengahan Juni 2024 terdapat 17 kasus yang melibatkan anak-anak sebagai pelaku tindak pidana.

Dari 17 kasus tersebut, 11 diantaranya merupakan kasus percabulan yang telah diputus oleh pengadilan.

Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak (DPPA) Simalungun, melalui Kepala Bidang Perlindungan Anak dan Pemenuhan Hak Anak, Isyak Irwanto mengatakan kasus-kasus tersebut di atas akan menjadi perhatian pihaknya dalam rencana kerja tahun 2024.

Isyak mengataan tindakan percabulan yang dilakukan anak-anak itu didominasi usia remaja. 

Selain kasus percabulan, tambahnya, ditemukan juga kasus pencurian yang dilakukan oleh anak.    

"Kami akan melakukan upaya sosialisasi UU perlindungan anak dan pencegahan perkawinan anak di usia dini, memang tahun ini belum kami laksanakan tetapi 2023 sudah" ujar Isyak saat ditemui Parboaboa di ruang kerjanya, Selasa (2/7/2024).

Ia menyampaikan, DPPA Simalungun akan berkoordinasi dengan pihak kecamatan dan nagori agar pelaksanaan program edukasi terhadap orang tua dan anak dapat ditampung di dalam Anggaran Dana Desa (ADD).

DPPA Simalungun sejauh ini, tegasnya telah mengirimkan surat ke 32 kecamatan untuk membentuk unit Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM).

Program ini merupakan tindak lanjut dari program kerja perlindungan anak di Simalungun tahun 2024.

Nantinya PATBM akan diisi oleh unsur dari pemerintah, tokoh masyarakat dan pemuda dengan SK yang diterbitkan pada tingkat kabupaten, Kecamatan dan Nagori. Tugas mereka adalah membantu kerja-kerja DPPA Simalungun.

"Sudah ada beberapa nagori yang telah menerbitkan SK, dan kami akan melakukan peninjauan kembali untuk desa yang belum menerbitkan SK, tentunya disesuaikan dengan anggaran dana desanya," pungkas Isyak. 

Sementara itu, dari 160 kasus anak berhadapan dengan hukum di Simalungun sebagian besarnya merupakan pelanggaran terhadap UU perlindungan anak.

"Data tersebut kita peroleh dari Polres Simalungun yang telah dilaporkan oleh wali korban," ujarnya.

Sebelumnya, Ketua Lembaga Perlindungan Anak Simalungun, Ida Halanita Damanik mengatakan peningkatan kasus tindak pidana oleh anak di Simalungun dipengaruhi kurangnya sosialisasi pemerintah daerah.

Kalaupun ada, tegas Ida, tetapi hal itu hanya bersifat seremonial.

"Saya khawatir jika seperti ini terus pola sosialisasinya, beberapa tahun kedepan generasi kita semakin buruk kualitasnya," terang Ida saat ditemui Parboaboa di kantornya, Senin (1/7/2024).

Sebagai informasi, berdasarkan data Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, ada tren kenaikan kasus anak berkonflik dengan hukum selama 3 tahun terakhir, dari 2020 hingga 2023.

Per Agustus 2023 misalnya, tercatat hampir dua ribu anak berkonflik dengan hukum. Sebanyak 1.467 anak berstatus tahanan dan menjalani proses peradilan, sementara 526 orang lainnya menjalani hukuman sebagai narapidana.

Editor : Gregorius Agung

Tag : #Percabulan Anak    #Simalungun    #Daerah    #Tindak Pidana Anak    #DPPA Simalungun   

BACA JUGA

BERITA TERBARU