Parboaboa, Bekasi – Wali Kota Bekasi nonaktif Rahmat Effendi dituntut hukuman penjara 9 tahun 6 bulan atas kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di lingkungan Pemerintah Kota Bekasi.
Dalam sidang pembacaan tuntutan yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung, Rabu (14/09), Jaksa Penuntut Umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan Efendy melakukan empat perbuatan melawan hukum, yaitu penerimaan suap, gratifikasi, hingga pungutan luar (pungli).
‘’Menuntut majelis hakim untuk menjatuhkan pidana selama sembilan tahun dan enam bulan dan denda Rp 1 miliar subsider enam bulan penjara,’’ kata Jaksa dari KPK Siswandono saat membacakan tuntutan, Rabu (14/09).
Dalam dakwaan pertama, Rahmat Effendi diduga menerima suap Rp10.450.000.000 untuk pembebasan lahan polder 202 di Kelurahan Sepanjang Jaya, Kecamatan Rawalumbu, pengurusan pembayaran pengadadaan lahan pembangunan polder Kranji, serta pengurusan ganti rugi lahan SDN Rawalumbu I dan VIII.
Dalam dakwaan kedua, Rahmat yang lebih akrab disapa Penpen ini diduga menerima suap bersama dengan Muhammad Bunyamin selaku Sekretaris DPMPTSP Kota Bekasi sebesar Rp30 juta terkait pembangunan Gedung Teknis Bersama Kota Bekasi.
Dalam dakwaan ketiga, Penpen melakukan pemungutan liar (pungli) kepada seluruh lurah hingga pejabat di lingkungan Pemkot Bekasi sebesar Rp7,1 miliar. Diduga hasil pungli itu digunakan untuk pembangunan Villa Glamping Jasmine, Cisarua, Bogor yang dikelola oleh Rhamdan Aditnya, anak Pepen. Selain itu hasil pungli itu juga digunakan untuk kepentingan pribadi, dari membeli baliho-atribut partai, membeli mobil merk Marcedes Benz S320
Dalam dakwaan keempat, Penpen didakwa menerima gratifikasi dari sejumlah pihak senilai Rp1,8 miliar. Dimana uang gratifikasi tersebut mengalir ke Pepen melalui rekening masjid yang dikelolanya.
Dalam kasus ini, Rahmat dinilai melakukan pelangggaran Pasal 12 huruf A, Pasal 12 huruf B, Pasal 12 huruf F, Pasal 12 B UURI Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan UURI Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 65 Ayat 1 KUHP.
Tak hanya tuntutan penjara, JPU juga menuntut Rahmat membayar uang pengganti sebesar Rp 17.080.500.000, dikurangi dengan yang sudah disita dan disetor ke rekening KPK sejumlah Rp 3.708.980.000 dan SGD 266.000 serta USD 128.000, sehingga uang pengganti yang harus dibayar sebesar Rp 8.371.520.000.
Bila uang pengganti tersebut tidak dibayar dalam waktu satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Bila harta bendanya tidak mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut, maka akan di pidana penjara 2 Tahun.
Selain itu, JPU juga menuntut hak politik Rahmat Effendi dicabut, yakni pencabutan hak dipilih dan memilih jabatan publik selama 5 tahun terhitung selesai sejak menjalani pidana.