PARBOABOA, Jakarta – Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham), Eddy Hiariej, resmi mengundurkan diri dari jabatannya setelah terseret dalam kasus gratifikasi dan suap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menurut Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipaya, surat pengunduran diri Eddy telah diterima di Kementerian Sekretariat Negara pada Senin (4/12/2023) lalu.
Kemudian akan disampaikan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) setelah kepulangannya dari Nusa Tenggara Timur.
Seperti yang diketahui, kasus korupsi yang menjerat Eddy Hiariej pertama kali dilaporkan oleh Indonesia Police Watch (IPW) ke KPK pada Maret 2023.
Dugaan gratifikasi yang dihadapi Eddy mencakup penerimaan dana sebesar Rp7 miliar terkait konsultasi masalah hukum dan permohonan pengesahan badan hukum yang diajukan oleh Direktur Utama PT Citra Lampia Mandiri (PT CLM), Helmut Hermawan.
Selain itu, Eddy juga dilaporkan karena diduga meminta agar dua asisten pribadinya, Yosi Andika Mulyadi dan Yogi Arie Rukmana, diangkat sebagai komisaris di perusahaan tersebut.
Meski tengah dihadapkan pada kasus korupsi, harta kekayaan Eddy Hiariej terungkap sangat fantastis. Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) mencatat bahwa total hartanya, setelah dikurangi utang Rp5,44 miliar, mencapai Rp20,69 miliar.
Harta ini melibatkan tanah dan bangunan senilai Rp23 miliar. Selain itu, Eddy juga memiliki berbagai alat transportasi, seperti mobil Honda Odyssey tahun 2014 senilai Rp314 juta, mobil Mini Cooper 5 Door A/T tahun 2015 senilai Rp468 juta, dan mobil Jeep Cherokee Limited tahun 2014 senilai Rp428 juta.
Tidak ketinggalan, ia juga mencantumkan kas dan setara kas senilai Rp1,93 miliar. Meskipun terlibat dalam kontroversi, kekayaan Eddy Hiariej tetap menjadi sorotan.
Profil Singkat Eddy Hiariej
Edward Omar Sharif Hiariej, atau yang akrab disapa Eddy Hiariej, lahir di Ambon, Maluku, pada 10 April 1973. Ia telah menikah dengan Hega Hayfa Hiariej dan dikaruniai dua orang anak di usia 50 tahun.
Sejak masa remaja, Eddy Hiariej sudah tertarik pada dunia hukum. Ayahnya pernah menyebut bahwa Eddy cocok menjadi seorang jaksa.
Oleh karena itu, setelah lulus SMA pada tahun 1992, Eddy memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM).
Meskipun mengalami kegagalan saat mendaftar tes Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN), Eddy tidak menyerah. Ia kemudian mempersiapkan diri dan berhasil diterima di UGM melalui UMPTN berikutnya.
Awalnya bercita-cita menjadi jaksa, namun pandangan Eddy berubah ketika ayahnya menyarankan agar Eddy menjadi seorang pengacara. Tujuannya adalah agar Eddy bisa membela orang lain.
Eddy Hiariej menempuh pendidikan tinggi dari sarjana hingga doktor di UGM. Pada usia 37 tahun, ia meraih gelar Guru Besar atau profesor, yang merupakan gelar tertinggi di bidang akademik pada 2010.
Sebagai akademisi di bidang hukum pidana, Eddy Hiariej telah mempublikasikan beberapa buku, seperti ‘Asas Legalitas dan Penemuan Hukum dalam Hukum Pidana,’ ‘Pengantar Hukum Pidana Internasional,’ dan lainnya.
Sementara di luar lingkungan kampus, Eddy Hiariej dikenal sebagai saksi ahli pasangan Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin dalam sengketa hasil Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi.
Selain itu, ia juga terlibat dalam berbagai persidangan, termasuk kasus kopi sianida pada 2016 dan kasus yang melibatkan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok pada 2017.
Editor: Yohana