PARBOABOA, Jakarta - Cabai merupakan komoditas yang sangat akrab dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
Bahkan, cabai termasuk dalam 11 jenis Pangan Pokok Tertentu yang ditetapkan sebagai Cadangan Pangan Pemerintah (CPP).
Namun belakangan, terutama sejak akhir Oktober lalu, harga cabai jenis rawit merah meroket mencapai di atas Rp100.000 per kilogram (kg).
Bahkan di sejumlah wilayah seperti Kota Baubau, Sulawesi Tenggara (Sultra), harga cabai jenis ini tembus Rp300.000/kg.
Padahal, normalnya, harga cabai rawit merah berkisar Rp30.000-Rp40.000/kg.
Ditengarai, kemarau panjang dampak El Nino mengakibatkan petani cabai gagal panen di beberapa sentra di Pulau Jawa.
Cuaca buruk nyatanya juga mengganggu pendistribusian komoditas dari sentra produksi ke pasar.
Imbasnya, persediaan cabai menjadi berkurang dan memicu lonjakan harga.
Kenaikan harga cabai rawit ini jelas sangat memberatkan para konsumen, terutama para ibu rumah tangga dan pengusaha kuliner.
Bagi pedagang, kenaikan harga cabai rawit juga menyebabkan penurunan omset. Itu karena banyak konsumen yang terpaksa mengurangi pembelian.
Kenaikan harga cabai rawit yang kerap terjadi ini dinilai menjadi persoalan yang serius sehingga perlu mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah.
Ditengarai, melambungnya harga cabai rawit merah ini terkait dengan persoalan lemahnya rantai pasokan komoditass.
Maka dari itu, adanya Badan Pangan Nasional (BAPANAS) yang salah satu tugasnya memantapkan stabilitas pasokan dan harga pangan, seharusnya dapat mencegah kondisi ini terjadi.
Sayangnya, meski ada BAPANAS, rantai pasokan bahan baku cabe rawit belum juga mengalami perbaikan yang signifikan.
Pengamat kebijakan publik, Achmad Nur Hidayat menilai pemerintah harus berperan aktif dan serius dalam mengatasi masalah ini.
"Kementerian Ekonomi harus berinisiatif membangun rantai pasokan makanan yang lebih kuat dan efisien, sehingga masalah kenaikan harga cabai rawit dapat diatasi dengan lebih baik," katanya melalui pesan tertulis yang diterima PARBOABOA, Kamis (2/11/2023) lalu.
Achmad menjabarkan, seharusnya ada program untuk penguatan komoditas cabai yang lebih baik, melibatkan pihak-pihak terkait dan secara kongkret dapat diimplementasikan.
Pihak-pihak yang dapat dilibatkan di antaranya petani, distributor, hingga pedagang. Tujuannya untuk menciptakan sistem pasokan yang lebih efektif dan efisien.
"Dengan adanya sistem pasokan yang lebih baik, petani dapat menjual hasil panennya dengan harga yang lebih baik juga," katanya.
Hingga pada ujungnya, hal ini akan berdampak positif pada perekonomian masyarakat dan negara secara keseluruhan.
Variasi Harga Cabai Rawit di Berbagai Daerah
Meski sama-sama meroket, kenaikan harga cabai rawit bervariasi di berbagai daerah.
Di Tangerang, harga cabai rawit merah yang awalnya Rp50.000/kg, kini naik di bervariasi mulai dari Rp80.000-Rp100.000/kg.
Sementara di pasar tradisional di Kudus, Jawa Tengah, harga komoditas ini naik dua kali lipat menjadi Rp 80.000/kg. Padahal sebelumnya berada di harga Rp40.000/kg.
Di Kota Banyumas, harga cabai rawit merah ini berada di angka Rp90.000/kg. Masih di Jawa Tengah, tepatnya Kota Solo, harga cabai naik menjadi Rp70.000/kg.
Kenaikan harga cabai rawit merah yang fantastis terpantau terjadi di Pasar Tradisional Kabupaten Majene, Sulawesi Barat. Di pasar ini, harga cabai rawit melonjak hingga Rp150.000/kg.
Kenaikan parah juga terjadi di Pasar Tradisional Wameo Kota Baubau, Sulawesi Tenggara. Harga cabai rawit merah dari yang semula Rp60.000/kg, kini menjadi sekitar Rp300.000/kg.
Di Pulau Sumatera, tepatnya di Pasar Pagi Mbacang Lade, Kecamatan Lawe Bulan Kabupaten Aceh Tenggara, harga komoditas ini mencapai Rp60.000/kg dari yang awalnya Rp35.000/kg.
Sementara di Kalimantan, tepatnya di Kota Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalteng, harga cabai rawit mencapai Rp90.000/kg dari yang awalnya Rp45.000-Rp55.000/kg.
Editor: Umaya khusniah