PARBOABOA, Jakarta - Food Estate, proyek pangan yang mendapat perhatian besar, dikritik oleh beberapa pihak.
Meski diumumkan sebagai Program Strategis Nasional (PSN), keberhasilannya pun masih dipertanyakan oleh segelintir orang.
Salah satunya, cawapres nomor urut 1, Muhaimin Iskandar dan cawapres nomor urut 2, Mahfud MD sepakat bahwa Food Estate kurang memberikan manfaat dan kurang memperhatikan peran petani lokal.
Kritik terhadap program ini mencuat karena tanaman yang ditanam, seperti jagung di Gunung Mas, dinilai tidak sesuai dengan kondisi tanah.
Bahkan, lewat unggahan pada akun media sosialnya, Mahfud menyebutkan program yang ikut jadi proyek strategis nasional (PSN) itu merugikan negara.
"Indonesia hebat seperti Kolam Susu. Menanam jutaan hektar singkong untuk food estate yang tumbuh jagung. Menanam singkong, panen jagung. Ajaib. Itu terjadi di Gunung Mas. Ternyata jagungnya ditanam dengan goody bag sebab di tanah bergambut Gunung Mas tak mungkin tumbuh jagung," katanya, di Twitter, Senin (22/1/2024).
Mahfud menyinggung bahwa komoditas jagung yang ditanam di lahan Food Estate Gunung Mas, Kalimantan Tengah (Kalteng) terkesan dipaksakan untuk menutupi kegagalan proyek perkebunan singkong.
Menepis tuduhan tersebut, Gibran membalas jika tidak semuanya program food estate itu gagal, namun ada sebagian yang berhasil.
Menurutnya, di Gunung Mas Kalteng, program tersebut telah membuahkan hasil panen untuk komoditas jagung dan singkong.
Sejak program food estate dibahas oleh Cak Imin dan Mahfud, warganet mencari tahu apa itu program food estate sebenarnya?
Apa Itu Food Estate?
Food estate merupakan program yang mengusung konsep kemandirian pangan yang masuk dalam PSN 2020-2024.
Tujuan dari food estate adalah memastikan ketersediaan, akses, dan konsumsi pangan yang memadai bagi masyarakat Indonesia secara keseluruhan.
Food estate dapat diartikan sebagai suatu konsep pengembangan pangan yang terintegrasi, melibatkan sektor pertanian, perkebunan, bahkan peternakan dalam suatu kawasan tertentu.
Menurut informasi dari Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP), proyek-proyek food estate saat ini tersebar di beberapa wilayah di Indonesia, seperti Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Maluku, dan Papua.
Pembangunan food estate juga merupakan kolaborasi sejumlah kementerian, mulai dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kementerian Pertanian, hingga Kementerian Pertahanan.
Menurut guru besar dalam bidang Ilmu Ekonomi, Muryani, food estate merupakan konsep pertanian berskala luas lebih dari 25 hektar yang berintegrasi dengan iptek, modal, serta organisasi dan manajemen modern.
"Dengan mengintegrasikan pembangunan ketahanan pangan dan gizi, diharapkan kebutuhan pangan baik secara nasional maupun individu dapat terpenuhi," ujar Muryani dalam pernyataan yang diterima oleh PARBOABOA.
Kendati demikian, Muryani mengungkapkan bahwa selain berpotensi mewujudkan ketahanan pangan, program food estate juga berpotensi merusak lahan di masa depan.
Hal ini terjadi karena program food estate melibatkan pembukaan lahan hutan konservasi dan gambut dalam skala besar.
Dampak yang dihasilkan terkait dengan peran lahan gambut sebagai pengatur tata air, penyerap karbon, dan pemelihara keberlanjutan keanekaragaman hayati.
Oleh karena itu, pengalihan fungsi lahan gambut tersebut tidak sejalan dengan komitmen pemerintah untuk mengurangi emisi gas rumah kaca hingga 41% pada 2030, dengan dukungan dari komunitas internasional.
“Kehadiran food estate memicu konsekuensi negatif cukup serius, mengingat ekosistem yang baru memusnahkan ekosistem yang lama,” kata dia.
Editor: Wenti Ayu