PARBOABOA, Medan – Bank Indonesia (BI) menyebut pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara (Sumut) di triwulan III-2022 diproyeksikan berada direntang 4,1 hingga 4,9 persen. Angka tersebut melambat jika dibandingkan triwulan II-2022 yang berada diangka 4,3-5,1 persen dengan realisasi sebesar 4,70 persen.
Kepala Bank Indonesia Kantor Perwakilan Sumut, Doddy Zulverdi mengatakan, perlambatan ekonomi Sumut di triwulan III terjadi lantaran tidak ada perayaan Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) seperti di triwulan II yang ada perayaan Idulfitri.
“Tetapi kita tetap terbantu dengan konsumsi masyarakat yang tinggi dan ditopang belanja pemerintah di sisi pengeluaran. Sementara di sisi lapangan usaha terbantu sektor perdagangan, pertanian mau pun perkebunan,” katanya seperti dilansir dari MetroDaily, Kamis (27/10).
Namun, Doddy mengatakan pertumbuhan ekonomi ini akan termoderasi inflasi yang cukup tinggi, sehingga konsumsi masyarakat yang tinggi tersebut tergerus oleh inflasi. Hal itu disebabkan adanya kenaikan harga.
Mengenai inflasi, Doddy menuturkan bahwa ada peluang inflasi di bulan Oktober lebih rendah dibandingkan September 2022. Hal itu terjadi seiring dengan volatile food yang biasanya menjadi penyumbang inflasi malah diperkirakan masih akan mengalami deflasi.
“Karena di saat sekarang ini, komoditi yang masuk dalam klasifikasi volatile food seperti cabai merah dan bawang merah sedang memasuki masa panen raya sehingga harga mengalami penurunan karena pasokan yang melimpah,” kata Doddy.
Meski begitu, Doddy tetap meminta agar pemerintah daerah terus waspada terhadap prakiraan tingkat curah hujan yang masih cukup tinggi sehingga berpotensi mengganggu produksi beberapa komoditas pangan.
Selain itu, pemerintah daerah juga harus tetap waspada terhadap dampak penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi terhadap kenaikan biaya hidup dan biaya angkut yang saat ini masih terus berlanjut.
“Paling penting juga, mewaspadai tingginya harga gabah baik di tingkat petani mau pun penggilingan yang dapat mendorong kenaikan harga beras. Untuk saat ini, dari volatile food, memang hanya harga beras yang perlu diwaspadai,” tutupnya.