PARBOABOA - Pandangan tentang tubuh ideal seringkali memicu berbagai masalah terkait pola makan dan kesehatan mental.
Salah satu isu yang semakin mendapat perhatian belakangan ini, yakni penyakit gangguan makan atau yang dikenal dengan eating disorder.
Gangguan makan ini bisa membahayakan jantung, sistem pencernaan, tulang, dan memicu penyakit lainnya. Bahkan, pada kasus terparah, penyakit ini dapat menghilangkan nyawa.
Mengutip Psychiatry, eating disorder adalah suatu masalah kesehatan mental yang berhubungan dengan pola makan tak wajar.
Individu yang mengalami ini cenderung mengkonsumsi makanan dalam jumlah berlebihan, atau sangat terbatas, serta seringkali memiliki obsesi terhadap bentuk tubuh dan berat badan mereka. Perilaku mereka seringkali tidak sehat terkait memilah makanan.
Menurut laporan Association of Anorexia Nervosa and Associated Disorders (ANAD), gangguan makan mempengaruhi setidaknya 9% populasi di seluruh dunia, dengan puncak perkembangannya terjadi pada masa remaja dan awal dewasa.
Meskipun lebih umum pada wanita dengan rentang usia antara 12 hingga 35 tahun, pria pun bisa mengalaminya.
Perilaku ini berdampak pada asupan nutrisi tubuh. Sehingga dapat merusak organ tubuh seperti jantung, sistem pencernaan, tulang, gigi, dan mulut, serta berpotensi memunculkan masalah kesehatan lainnya. Untuk itu, Parboaboa telah merangkum secara detail tentang apa itu eating disorder lengkap dengan ciri-ciri, penyebab, jenis, hingga cara mengobatinya berikut ini.
Apa itu Eating Disorder?
Kartz (2014) menjelaskan bahwa eating disorder adalah penyakit gangguan makan subklinis seperti metode pengaturan berat badan yang tidak sehat, binge eating, kegemaran makan yang menyimpang, sikap dan perilaku yang terkait dengan bentuk, berat dan citra tubuh, serta makanan.
Kemudian dalam kamus American Psychological Asssociation (APA), eating disorder diartikan sebagai gangguan yang ditandai oleh gangguan patologis sikap dan perilaku yang berhubungan dengan makanan.
Berdasarkan informasi dari National Institute of Mental Health, gejala dari penyakit eating disorder adalah perilaku makan yang buruk, termasuk pola makan yang ekstrim dan konsumsi makanan yang tidak sehat atau berlebihan, serta fokus yang berlebihan pada bentuk dan berat badan.
Perilaku makan yang tidak sehat ini dapat terjadi pada banyak individu, tetapi umumnya lebih sering dialami oleh wanita berusia 12-35 tahun.
Terlebih, gangguan anoreksia juga dapat dikaitkan dengan perbedaan jumlah serotonin pada penderita. Adanya ketidakseimbangan hormon ovarium seperti estrogen dan progesteron juga dapat meningkatkan risiko terjadinya gangguan makan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa eating disorder adalah suatu kondisi psikologis yang menyebabkan individu memiliki kebiasaan makan yang tidak sehat.
Jika tidak segera ditangani, gangguan ini dapat berdampak negatif pada kesehatan, seperti sembelit, tekanan darah rendah, kekurangan gizi, dan penurunan detak jantung. Selain dampak fisik, gangguan ini juga berpotensi mempengaruhi sisi emosional seseorang.
Penyebab Eating Disorder
Umumnya, terdapat banyak gejala eating disorder dan penyebab yang dapat menjadi pemicu seseorang mengalami gangguan makan. Ini berkaitan dengan kompleksitas masalah yang terlibat.
Faktor genetik, keturunan, biologis, dan psikologis dapat memicu munculnya gangguan makan. Meskipun dapat dialami oleh berbagai kalangan, remaja cenderung lebih rentan terhadap gangguan makan.
Para ahli meyakini bahwa setidaknya terdapat empat faktor utama yang bisa menjadi pemicu terjadinya gangguan makan pada seseorang. Beberapa penyebab eating disorder adalah meliputi hal-hal berikut.
1. Psikologis
Faktor psikologis diduga menjadi kontributor utama terjadinya gangguan makan. Ini mencakup sifat perfeksionisme yang mendorong harapan yang terlalu tinggi pada diri sendiri, ketidakpuasan terhadap citra tubuh, dan gangguan kecemasan.
Pada remaja, mereka akan merasa bangga, senang, bahkan puas ketika ia berhasil menahan untuk tidak makan ketika lapar. Jika hal ini terus berlanjut maka dapat mengakibatkan individu mengalami gangguan makan.
Penelitian menemukan bahwa, remaja putri lebih banyak mengalami eating disorder dibandingkan remaja laki-laki akibat dari kebiasaan menerapkan perilaku makan tidak baik.
2. Biologis
Dari segi biologis, kondisi internal tubuh seperti hormon dan kekurangan nutrisi dapat mempengaruhi munculnya gangguan makan.
Penelitian menemukan bahwa terdapat perbedaan kadar serotonin pada individu dengan anoreksia dibandingkan yang tidak. Ini diduga berkontribusi pada perubahan drastis dalam nafsu makan. Gangguan keseimbangan hormon juga dapat memicu gangguan makan, terutama pada wanita.
3. Lingkungan
Faktor lingkungan juga berperan dalam munculnya gangguan makan. Kadang-kadang, lingkungan menjadi pemicu awal munculnya gangguan makan.
Contoh faktor lingkungan ini termasuk stigma terhadap berat badan, ejekan terkait berat badan, perasaan kesepian, dan tekanan dari karier yang mengharuskan bentuk tubuh tertentu.
4. Genetik
Terbukti bahwa faktor genetik juga dapat berperan dalam gangguan makan. Meskipun perlu penelitian lebih lanjut, banyak ahli meyakini bahwa gangguan makan dapat diturunkan dari generasi sebelumnya.
Beberapa penelitian bahkan menyatakan bahwa individu dengan riwayat keluarga gangguan makan memiliki risiko lebih tinggi mengalami gangguan serupa
Ciri-Ciri Eating Disorder
Sebelum masalah ini memburuk, ada baiknya untuk mengenali ciri-ciri eating disorder agar dapat segera mengambil tindakan.
Ingatlah bahwa eating disorder adalah suatu penyakit yang tidak boleh diabaikan. Dikutip dari Healthline, berikut beberapa ciri-ciri umum gangguan makan atau eating disorder:
- Memiliki pola makan yang sangat terbatas.
- Menolak makan jenis makanan tertentu atau kelompok makanan secara keseluruhan, seperti karbohidrat.
- Melakukan perubahan drastis dalam pola makan untuk menurunkan berat badan, seperti mengikuti diet ekstrem.
- Mengikuti ritual makan tertentu, seperti mengunyah berlebihan.
- Selalu membicarakan nilai gizi makanan.
- Menganggap diri terlihat gemuk, meskipun tidak demikian dalam kebanyakan kasus.
- Mengurangi asupan makanan secara signifikan.
- Sering menggunakan kamar mandi setelah makan.
- Sering memeriksa tubuh sendiri dengan rasa tidak puas demi menghindari makan di depan orang lain.
- Memiliki pandangan yang kaku terhadap bentuk tubuh, ukuran, dan berat badan yang selalu dianggap ideal.
- Mengalami ketakutan yang intens terhadap peningkatan berat badan.
- Perubahan suasana hati yang ekstrem.
- Rendah diri dan perasaan kurang percaya diri.
- Berpikir negatif tentang penampilan yang mungkin tidak sesuai dengan kenyataan.
- Merasa jijik, malu, atau bersalah terkait dengan makan.
- Stres jika tidak bisa mengontrol pola makan atau rutinitas olahraga.
- Pemisahan diri dari keluarga dan teman, atau menghindari acara sosial.
- Mengalami rasa kedinginan yang berlebihan.
- Kulit dan rambut menjadi kering.
- Kuku menjadi rapuh.
- Sering merasakan kram perut, maag, dan gejala pencernaan lainnya.
- Pusing, kelelahan, atau kelemahan.
- Kesulitan berkonsentrasi.
- Gangguan tidur.
- Menstruasi yang tidak teratur atau hanya terjadi saat menggunakan kontrasepsi hormonal.
- Luka sulit sembuh.
Jenis-jenis Eating Disorder
Sebagaimana diketahui, eating disorder adalah sebuah kondisi yang ditandai dengan kelainan patologis sikap dan perilaku seputar makanan.
Terdapat beberapa jenis gangguan makan, di antaranya adalah anoreksia nervosa, bulimia nervosa, gangguan makan berlebihan, gangguan asupan makanan terbatas (ARFID), dan lainnya.
Dilansir dari Healthline, berikut penjelasan jenis-jenis eating disorder:
1. Anoreksia Nervosa
Anoreksia Nervosa dikenal luas sebagai jenis gangguan makan yang paling umum dikenal di masyarakat.
Umumnya, gangguan makan ini muncul selama masa remaja atau awal dewasa, dan lebih umum terjadi pada wanita daripada pria.
Individu dengan anoreksia cenderung merasa berlebihan dalam hal berat badan, meskipun sebenarnya mereka kurus.
Mereka secara terus-menerus memantau berat badan, menghindari jenis makanan tertentu, dan membatasi asupan kalori mereka.
Gejalanya meliputi kekurusan yang signifikan dibandingkan dengan orang sebaya dan tinggi yang sama, pola makan yang sangat terbatas, kecemasan berlebihan terkait kenaikan berat badan, serta penolakan untuk menjaga berat badan yang sehat. Individu dengan anoreksia seringkali sangat memandang pentingnya berat badan dan bentuk tubuh.
Selain membatasi asupan makanan dan penurunan berat badan, mereka juga mungkin menjalani diet ketat, berpuasa, atau olahraga berlebihan.
Pada jenis tertentu dari anoreksia, individu bisa mengalami binge eating dan purging, yakni mengonsumsi makanan dalam jumlah besar kemudian mengeluarkannya atau menggunakan obat pencahar (diuretik) serta olahraga berlebihan.
2. Bulimia Nervosa
Bulimia Nervosa, sama seperti anoreksia, termasuk jenis gangguan makan yang sering ditemui pada masa remaja dan awal dewasa, tetapi dengan prevalensi yang lebih tinggi pada wanita.
Namun, berbeda dari anoreksia. Penderita bulimia cenderung mengkonsumsi makanan dalam jumlah besar dalam periode waktu tertentu, sebagai lawan dari membatasi asupan makanan seperti pada anoreksia.
Mereka mungkin makan berlebihan sampai merasa sangat kenyang atau bahkan terus menerus merasa ingin makan.
Individu dengan Bulimia Nervosa sulit mengendalikan jumlah makanan yang dikonsumsi dalam satu waktu. Setelah makan berlebihan, mereka akan menggunakan metode seperti muntah, puasa, obat pencahar, atau olahraga berlebihan untuk mengatasi konsumsi berlebihan tersebut.
Gejalanya meliputi periode makan berlebihan dengan perasaan kekhilafan untuk mengendalikannya, seringnya muntah sebagai upaya untuk menghindari kenaikan berat badan, serta harga diri yang terpengaruh oleh berat badan dan bentuk tubuh.
Ketika berat badan naik, penderita Bulimia Nervosa cenderung mengalami kecemasan berlebihan, meskipun berat badan masih dalam kisaran normal.
3. Gangguan Makan Berlebihan (Binge Eating Disorder)
Gangguan makan berlebihan, atau binge eating disorder, merupakan gangguan makan yang mirip dengan Bulimia atau subjenis makan berlebihan dari anoreksia. Biasanya dimulai pada masa remaja dan awal dewasa, gangguan ini juga bisa muncul pada tahap hidup lainnya.
Orang yang mengalami gangguan pola makan berlebihan cenderung makan secara rutin, tetapi tanpa kendali, dengan mengkonsumsi jumlah makanan yang besar dalam waktu yang singkat.
Namun, berbeda dengan Bulimia, mereka tidak melakukan tindakan untuk membersihkan makanan yang telah dikonsumsi.
Gejalanya meliputi makan dalam jumlah besar dengan cepat dan hingga kenyang, meskipun tidak merasa lapar.
Orang dengan gangguan ini merasa tidak mampu mengontrol dorongan makannya, terutama saat situasi sosial seperti pesta, dan mereka mungkin merasa malu atau bersalah setelah melakukan makan berlebihan.
4. Pica
Pica adalah gangguan makan yang ditandai dengan keinginan untuk mengkonsumsi bahan-bahan non-makanan. Orang dengan pica memiliki kebutuhan untuk mengonsumsi zat seperti es, tanah, sabun, kertas, rambut, kain, kerikil, deterjen, atau tepung maizena.
Gangguan ini bisa terjadi pada anak-anak, perempuan hamil, dan individu dengan penyakit mental. Penderita pica berisiko terkena keracunan, infeksi, cedera pada saluran pencernaan, dan defisiensi nutrisi.
Akibatnya, dampak kesehatan bervariasi tergantung pada jenis zat yang dikonsumsi, dan pica bisa berakhir dengan akibat fatal.
5. Gangguan Ruminasi (Rumination Disorder)
Orang dengan gangguan ruminasi cenderung memuntahkan kembali makanan yang telah mereka telan. Mereka kemudian mengunyahnya kembali sebelum menelannya atau memuntahkannya lagi. Kebiasaan ini umumnya terjadi dalam 30 menit setelah makan.
Gangguan ruminasi dapat mempengaruhi individu dari segala usia, termasuk bayi, anak-anak, dan orang dewasa.
Pada bayi, gangguan ini sering kali muncul antara usia 3 hingga 12 bulan dan sering kali berkurang seiring berjalannya waktu.
Baik anak-anak maupun orang dewasa yang mengalami gangguan ini mungkin membutuhkan terapi untuk mengatasinya.
Jika tidak ditangani pada bayi, gangguan ruminasi dapat menyebabkan penurunan berat badan dan kekurangan gizi yang parah, yang berpotensi berakibat fatal.
Orang dewasa dengan gangguan ini mungkin akan membatasi asupan makanan, terutama saat berada di tempat umum, yang pada akhirnya dapat mengakibatkan penurunan berat badan yang signifikan.
6. Gangguan Asupan Makan Menghindari (Avoidant/Restrictive Food Intake Disorder - ARFID)
Gangguan Asupan Makan Menghindari, atau ARFID, adalah jenis gangguan makan yang menyebabkan individu mengalami pembatasan makanan. Hal ini bisa terjadi karena kurangnya minat pada jenis makanan tertentu atau perasaan kuat tidak suka terhadap tampilan, bau, atau rasa makanan.
Istilah ini telah menggantikan istilah sebelumnya yang dikenal sebagai "gangguan makan pada masa bayi dan anak usia dini", yang sebelumnya hanya diberlakukan pada anak di bawah usia 7 tahun. Meskipun ARFID biasanya mulai berkembang selama masa bayi atau anak usia dini, gangguan ini juga bisa mempengaruhi pria dan wanita dewasa.
Gejala dari gangguan ini melibatkan penolakan atau pembatasan terhadap asupan makanan, yang pada akhirnya menyebabkan kekurangan kalori atau nutrisi yang dibutuhkan. Penderita seringkali memiliki kebiasaan makan yang mengganggu kehidupan sosial normal, seperti makan di depan orang lain.
Dampak dari gangguan ini bisa berupa penurunan berat badan atau pertumbuhan yang tidak memadai sesuai usia dan tinggi badan. Akibatnya, penderita sering mengalami kekurangan gizi atau bahkan harus bergantung pada suplemen atau nutrisi melalui selang.
Oleh karena itu, di dalam semua jenis gangguan makan ini, sangat penting untuk memahami tanda-tanda, gejala, serta dampaknya pada kesehatan fisik dan mental individu.
Diagnosis Eating Disorder
Para dokter menerapkan diagnosa gangguan makan berdasarkan petunjuk yang diberikan oleh tanda-tanda, gejala, dan kebiasaan makan yang diamati pada individu tersebut.
Jika ada kecurigaan mengenai keberadaan gangguan makan, langkah pertama dalam mediagnosa seseorang terkena eating disorder adalah serangkaian pemeriksaan yang melibatkan dokter dan profesional psikolog atau psikiater.
Adapun prosedur pemeriksaan eating disorder adalah melibatkan:
- Pemeriksaan fisik menyeluruh, termasuk pengukuran tinggi badan, berat badan, serta parameter vital seperti detak jantung, tekanan darah, denyut nadi, dan keadaan perut.
- Pemeriksaan radiologi seperti sinar-X dan elektrokardiogram, yang bertujuan untuk mendeteksi kemungkinan patah tulang, ketidaknormalan detak jantung, atau indikasi masalah gigi yang mungkin terkait dengan anoreksia atau bulimia.
- Evaluasi psikologis oleh psikolog atau psikiater, untuk memahami sikap individu terhadap makanan, perilaku makan, serta persepsi tubuhnya. Sangat penting untuk memberikan respon yang jujur selama proses evaluasi ini, sehingga dokter bisa mengarahkan pada terapi yang sesuai.
- Pemeriksaan darah dan urin untuk memeriksa parameter darah secara keseluruhan, serta fungsi hati, ginjal, dan tiroid.
Dalam proses diagnosa, dokter juga memanfaatkan kriteria diagnostik yang terdapat dalam panduan klasifikasi gangguan mental, seperti Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM) atau International Classification of Diseases (ICD), untuk menilai apakah gejala yang terlihat sesuai dengan jenis gangguan makan tertentu.
Komplikasi Eating Disorder
Eating disorder adalah penyakit yang dapat menyebabkan sejumlah komplikasi. Kasus terparah berpotensi mengancam nyawa. Semakin parah atau berkepanjangan gangguan makan, risiko terhadap komplikasi serius pun semakin meningkat. Komplikasi tersebut meliputi:
- Gangguan kesehatan yang signifikan
- Gejala depresi dan kecemasan
- Munculnya pemikiran atau perilaku yang merujuk kepada bunuh diri
- Gangguan pertumbuhan dan perkembangan
- Masalah dalam hubungan sosial dan interpersonal
- Risiko penggunaan zat berlebihan.
- Hambatan dalam prestasi kerja atau pendidikan.
- Ancaman terhadap nyawa.
Pada remaja, dampak eating disorder adalah efek yang bersifat jangka panjang atau seumur hidup seperti penipisan tulang (osteopenia atau osteoporosis), kerusakan jantung, kerusakan otak, kegagalan multiorgan, infertilitas, dan ketidakseimbangan elektrolit yang dapat menyebabkan stroke atau serangan jantung.
Kapan Harus ke Dokter?
Dilansir dari Mayo Clinic, ketika menghadapi gangguan makan, mungkin menjadi tantangan yang sulit untuk diatasi sendiri. Oleh karena itu, semakin dini mencari bantuan medis, semakin besar peluang untuk pulih sepenuhnya.
Terkadang, seseorang dapat mengalami perilaku makan yang menunjukkan beberapa gejala gangguan makan, meskipun gejala tersebut tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis gangguan makan.
Jika menghadapi masalah perilaku makan yang membuat kalian merasa terteka, berbuntut pada turunnya kualitas hidup, disarankan untuk mencari bantuan medis.
Cara Mengatasi Eating Disorder
Biasanya, untuk mengatasi gangguan makan, terdapat dua metode utama eating disorder adalah menggunakan terapi seperti:.
1. Cognitive Behavioral Therapy
Terapi kognitif perilaku adalah pendekatan terapi yang berfokus pada mengatasi pola pikir yang menjadi penyebab gangguan makan serta membantu individu untuk proaktif menjaga berat badan yang lebih sehat.
Pendekatan tersebut mencakup penanganan isu-isu seperti perfeksionisme, rendahnya harga diri, dan dinamika hubungan.
Penelitian juga menunjukkan bahwa strategi pengobatan gangguan makan seringkali berasal dari identifikasi penyebabnya dan usaha untuk mengatasi akar permasalahan tersebut.
Khusus untuk gangguan makan, terdapat variasi dari terapi kognitif perilaku yang disebut Enhanced Cognitive Behavioral Therapy yang diadaptasi sesuai dengan kebutuhan klien.
2. Family Based Treatment
Eating disorder adalah penyakit yang bermula dari kebiasaan makan buruk seseorang. Dengan demikian, entitas yang paling dekat dengan subjek adalah keluarganya yang mampu mencegah terjadinya gangguan makan.
Metode pengobatan ini sangat cocok untuk klien remaja. Pengobatan berbasis keluarga, juga dikenal sebagai metode Maudsley, melibatkan seluruh keluarga, terutama orang tua, dalam mendukung dan mendorong anak menuju pola makan yang lebih sehat.
Dalam proses ini, orang tua mengambil peran dalam mengatur pola makan anak sebelum akhirnya anak mendapatkan kembali kemampuan untuk mengelola pola makannya sendiri.
Pendekatan ini memerlukan komitmen kuat dari keluarga, termasuk investasi waktu dan energi, oleh karena itu psikolog biasanya akan melakukan analisis kesiapan keluarga sebelumnya.
Itulah informasi seputar penyakit gangguan makan, jika menghadapi masalah perilaku makan, merasa tertekan, atau merasa memiliki kelainan pada perilaku makan, segera lakukan tindakan yang sudah disarankan di atas.
Selain itu, jangan ragu untuk mencari bantuan medis dan dukungan profesional. Hubungi dokter, ahli kesehatan mental, atau dokter gizi untuk mendapatkan panduan dan perawatan yang tepat.
Editor: Andre