PARBOABOA, Pematang Siantar - Penggunaan bahasa, sastra dan aksara Simalungun tak terlihat di sejumlah penamaan jalan dan fasilitas publik maupun pemerintahan di Kota Pematang Siantar. Padahal, penggunaannya bisa menjadi upaya pemko setempat menjaga kearifan lokal dan budaya Simalungun.
Salah seorang masyarakat Pematang Siantar, A. Sidauruk (62) meminta agar ada aturan dari pemko terkait penggunaan bahasa, sastra dan aksara Simalungun.
"Pentinglah, biar generasi muda mengetahui penulisan aksara tersebut dengan benar, harus juga diterapkan di sekolah masing-masing," katanya kepada PARBOABOA, Kamis (26/10/2023).
Sidauruk ingin agar Pemko Pematang Siantar bisa melibatkan swasta dalam melestarikan, melaksanakan dan penerapan bahasa, aksara serta sastra Simalungun.
"Perkembangan zaman juga harus disesuaikan dengan kebutuhan masa kini, harus bisa melestarikan kebudayaan itu sendiri," timpalnya.
Sidauruk ingin ada aturan tertulis dan mengikat terkait penerapan tersebut. Ia mengingatkan Pemko Pematang Siantar tidak keliru atas penulisan aksara dan bahasa Simalungun, sehingga menimbulkan kegaduhan di masyarakat nantinya.
"Sebaiknya jangan penulisan aksaranya keliru, jadi sesat juga kan kemasyarakatan," ucapnya.
Selain itu, Pemko Pematang Siantar bisa melibatkan pegiat budaya maupun ahli bahasa Simalungun yang memahami peletakan tata huruf yang tepat dalam penggunaan di sejumlah penamaan jalan dan fasilitas publik nantinya.
"Pergunakan juga ahli bahasa dan aksara yang lebih memahami. Ada sinergitas antara pemerintah dan akademisi daerah untuk meminimalisir kejadian itu terjadi," tambah Sidauruk.
Selain Sidauruk, Daniel Simanjuntak (30) warga Kelurahan Martimbang juga berharap ada penerapan penggunaan bahasa, sastra dan aksara Simalungun di sejumlah penamaan jalan dan fasilitas publik maupun pemerintahan.
"Semoga terealisasi, perlu banyak pembenahan untuk menjaga kearifan lokal dan budaya tersebut," katanya kepada PARBOABOA, Kamis (26/10/2023).
Daniel menilai, eksistensi aksara, bahasa dan sastra Simalungun perlu tetap dipertahankan, sehingga generasi muda tidak melupakan keberadaan aksara tersebut dan tetap memiliki literasi yang kuat terhadap penggunaannya.
Menurutnya, Pemko Pematang Siantar harusnya terus melakukan berbagai upaya intensif memperluas penggunaan kebudayaan tersebut dalam ranah digital, baik untuk kebutuhan birokrasi pemerintahan maupun di masyarakat umum.
"Penggunaan aksara Simalungun harus lebih diperluaskan termasuk di ranah digital merupakan upaya untuk menjaga eksistensi aksara ini," imbuh Daniel Simanjuntak.
Pernah Diusulkan Jadi Perda
Pegiat kebudayaan dan sejarah dari Universitas Simalungun, Jalatua Habungaran Hasugian mengaku telah mengusulkan adanya peraturan yang mengikat, seperti peraturan wali kota (perwal) atau peraturan daerah, atas penamaan jalan menggunakan aksara dan bahasa Simalungun sejak 2021, namun hingga saat ini ditindaklanjuti.
"Kami (penggiat budaya) sempat mengajukan kepada Pemko untuk di Perda-kan, tapi kalau sampai sekarang belum ditindaklanjuti, kami tidak bisa memaksakannya," ungkapnya kepada PARBOABOA, Kamis (26/10/2023).
Usulan pembuatan aturan penamaan jalan menggunakan aksara dan bahasa Simalungun itu dipelopori Partuha Maujana Simalungun (PMS) Kota Pematang Siantar yang telah menyurati Pemko melalui nomor: 032.I /DPC.PMS/PS/IV/2021, tertanggal 21 April 2021, ditandatangani Ketua Minten Saragih dan Sekretaris Rohdian Purba.
Jalatua menilai ada edukasi yang diberikan kepada masyarakat lewat penulisan aksara dan bahasa Simalungun di setiap jalan di Pematang Siantar, sebagaimana dibuat di daerah lain di misalnya Jogjakarta dan Bali.
Penamaan itu sebagai upaya pelestarian dan pengembangan sesuai dengan karakteristik dari masyarakat adat, sesuai amanat Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 52 Tahun 2007 Tentang Pedoman Pelestarian dan Pengembangan Adat Istiadat dan Nilai Sosial Budaya Masyarakat.
"Ini merupakan bentuk penguatan identitas, kekayaan, kebudayaan daerah kita sendiri yang juga merupakan kekayaan kebudayaan nasional, di samping tujuan untuk melestarikan aksara dan bahasa Simalungun, sesuai pada Permendagri Nomor 52 Tahun 2007 itu," jelasnya.
Tidak hanya itu, Pemko Pematang Siantar juga harus mendekatkan penggunaan bahasa, aksara, sastra Simalungun kepada generasi muda melalui digitalisasi, baik di tingkat birokrasi maupun fasilitas umum lainnya.
"Perlu juga pendekatan digitalisasi oleh Pemko, agar jangan semakin tergerus dan dilupakan masyarakat Pematang Siantar sendiri," pungkas Jalatua.
Meneruskan usulan pegiat budaya soal Perda penamaan jalan menggunakan aksara dan bahasa Simalungun, PARBOABOA mencoba menghubungi Kepala Seksi Terminal, Parkir, dan Perlengkapan Jalan (TPPJ) di Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Pematang Siantar, Muhammad Sofiyan Harianja. Namun, hingga berita ini diterbitkan, belum ada komentar dari yang bersangkutan.