PARBOABOA, Jakarta - Di tengah arus informasi yang deras, keberadaan berita palsu menyusup ke berbagai lapisan masyarakat, membentuk persepsi yang salah dan menciptakan ketidakpastian dalam kehidupan sehari-hari.
Fenomena hoax (baca: hōks) kembali mencuat dalam beberapa tahun terakhir, terutama di media sosial Indonesia.
Hoax didefinisikan sebagai informasi palsu, berita bohong, atau fakta yang dipelintir untuk berbagai tujuan, mulai dari lelucon hingga kepentingan politik.
Secara etimologis, hoax merujuk pada istilah yang berarti lelucon, penipuan, atau olokan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), hoax diartikan sebagai “berita bohong.”
Dalam konteks jurnalistik, istilah lain yang sering digunakan adalah berita buatan atau berita palsu, yaitu pemberitaan yang tidak berdasarkan kenyataan untuk tujuan tertentu.
Seiring dengan meningkatnya popularitas media sosial, hoax telah menjadi hal yang umum. Media sosial memungkinkan siapa saja untuk menjadi penerbit berita, termasuk yang tidak benar sekalipun.
Menurut survei yang dilakukan oleh Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel), 84,5% masyarakat merasa terganggu oleh hoax, dan 75,9% merasakan gangguan terhadap kerukunan masyarakat akibat penyebaran informasi yang tidak benar.
Meskipun hoax sering dianggap sebagai sumber hiburan, mereka juga dapat berfungsi sebagai alat propaganda dengan dampak serius.
Untuk menanggulangi masalah ini, Dewan Pers telah melakukan sertifikasi media, namun survei menunjukkan bahwa hoax lebih banyak muncul di platform media sosial daripada di media mainstream.
Ciri-Ciri dan Dampak
Dewan Pers mengidentifikasi beberapa ciri hoax, antara lain: mengakibatkan kecemasan, sumber berita yang tidak jelas, serta bermuatan fanatisme.
Ciri lain yang umum adalah penggunaan huruf kapital, huruf tebal, dan tanda seru yang berlebihan, tanpa menyebutkan sumber informasi.
Hoax pun juga dapat mengganggu kehidupan sosial dan menciptakan ketidakpastian di kalangan masyarakat.
Pernyataan Humas Polda Bangka Belitung, Bapak Maladi, yang menyatakan bahwa “Satu peluru hanya mampu membunuh satu orang, tetapi satu berita hoax mampu membunuh ribuan orang,” mencerminkan dampak berbahaya dari hoax.
Sejarah mencatat bahwa hoax dapat memicu peperangan dan konflik sosial. Contohnya, Perang Dunia II adalah salah satu akibat dari penyebaran informasi palsu.
Ryan Holiday, penulis buku Trust Me I am Lying, mengungkapkan fakta bahwa hoax tidak hanya muncul di media mainstream tetapi juga di platform digital, di mana semua orang dapat memproduksi berita tanpa proses jurnalistik yang ketat.
Perkembangan teknologi informasi di era sekarang berkontribusi pada cepatnya penyebaran hoax. Namun sayangnya, literasi media di kalangan masyarakat belum sejalan dengan kemajuan teknologi.
Masyarakat kini memiliki akses mudah ke berbagai informasi, namun hal ini justru menjadikan mereka rentan terhadap berita palsu
Chen (2014) menjelaskan bahwa hoax menyesatkan persepsi manusia dengan menyampaikan informasi palsu sebagai kebenaran, sehingga mengancam citra dan kredibilitas. Berita hoax pula menciptakan keresahan di masyarakat, dan dampak yang ditimbulkan tidaklah sepele.
Masyarakat bisa menjadi curiga dan bahkan membenci kelompok tertentu, sehingga mengganggu keharmonisan sosial.
Menurut laporan dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), penyebaran hoax dapat memicu aksi massa, seperti penyerangan terhadap kelompok atau individu tertentu yang dianggap bertanggung jawab atas berita palsu tersebut.
Menanggulangi Hoax Melalui Literasi Media
Masyarakat perlu dilengkapi dengan pengetahuan dan keterampilan untuk menyaring informasi, salah satunya melalui literasi media.
Literasi media adalah seperangkat perspektif yang digunakan secara aktif saat mengakses media massa untuk menginterpretasikan pesan yang disampaikan.
Hal ini berkaitan dengan kemampuan masyarakat dalam mengambil kontrol atas informasi yang mereka terima.
Tujuan utama dari literasi media adalah mengajarkan masyarakat untuk menganalisis pesan media, mempertimbangkan tujuan di baliknya, dan memahami siapa yang bertanggung jawab atas informasi tersebut.
Setelah menganalisis, masyarakat dapat memilih dan mengakses informasi yang sesuai dengan kebutuhan mereka.
Akses terhadap media saat ini sudah sangat mudah, terutama bagi masyarakat yang tinggal di perkotaan. Namun, kemudahan ini juga berarti bahwa pemahaman yang salah dapat dengan cepat menyebar.
Dengan meningkatnya pengguna internet di Indonesia, literasi media menjadi semakin penting.
Menurut data Tetra Pak Index, pada tahun 2017, terdapat sekitar 132 juta pengguna internet di Indonesia, dengan pertumbuhan pengguna aktif media sosial yang signifikan.
Oleh karena itu, masyarakat perlu dilatih untuk mengenali informasi yang benar dan yang salah, serta belajar untuk tidak mudah percaya pada berita yang tidak jelas sumbernya.
Pengguna internet pun juga harus memahami bahwa menyebarkan hoax bisa berakibat hukum.
Penyebar hoax dapat dikenakan sanksi berdasarkan KUHP dan Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Dengan demikian, langkah-langkah tegas dari pemerintah dan organisasi non-pemerintah dalam meminimalkan penyebaran hoax sangat diperlukan.
Secara keseluruhan, memerangi hoax membutuhkan kerja sama antara pemerintah, media, dan masyarakat.
Masyarakat yang kritis dan teredukasi akan menjadi garda terdepan dalam menanggulangi informasi palsu, sehingga keutuhan dan keharmonisan bangsa dapat terjaga.
Inisiatif seperti program literasi digital yang digagas oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika juga dapat menjadi langkah yang baik dalam meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap berita dan informasi yang mereka terima.
Dukungan dari berbagai pihak, baik pemerintah, media, maupun masyarakat, sangat penting dalam menciptakan lingkungan informasi yang sehat.
Dengan cara ini, kita dapat mengurangi dampak negatif dari hoax dan membangun masyarakat yang lebih kritis dan bijak dalam menyerap informasi.
Dalam dunia yang semakin terhubung melalui teknologi, tantangan terhadap kebenaran informasi menjadi semakin kompleks.
Hoax telah menunjukkan betapa mudahnya informasi palsu dapat menyebar dan menimbulkan dampak yang merugikan.
Oleh karena itu, literasi media menjadi sangat penting untuk membantu masyarakat memahami dan menyaring informasi.
Dengan pendekatan yang tepat dan kerjasama yang baik antara semua pihak, kita dapat menciptakan ruang informasi yang lebih aman dan sehat.