PARBOABOA, Jakarta - Penangkapan Dewi Astutik alias Mami menjadi salah satu operasi terbesar yang dilakukan Badan Narkotika Nasional (BNN) pada tahun 2025.
Buronan internasional itu diringkus dalam operasi gabungan yang melibatkan Kepolisian Kamboja, KBRI Phnom Penh, Atase Pertahanan RI, Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI, serta Bea dan Cukai.
Dewi diamankan di Sihanoukville, Kamboja, pada Senin (1/12/2025), dan dipulangkan ke Indonesia melalui Bandara Soekarno–Hatta pada Selasa (2/12/2025) malam.
Operasi penangkapan dipimpin langsung oleh Direktur Penindakan dan Pengejaran BNN, Roy Hardi Siahaan.
Tim pengejaran telah dibentuk sebulan sebelumnya, mengikuti terbitnya Red Notice Interpol Nomor A35363-2025 dan Surat DPO BNN Nomor 31 Inter DX 2024 yang dikeluarkan pada 3 Oktober 2024.
Kepala BNN, Suyudi Ario Seto, menjelaskan bahwa operasi tersebut menyasar sosok yang diduga menjadi otak penyelundupan dua ton sabu senilai Rp5 triliun.
“DPO yang dimaksud ini diduga merupakan aktor utama dari penyelundupan 2 ton sabu senilai Rp5 triliun dan kasus narkotika lainnya yang terjadi di wilayah Indonesia,” ujar Suyudi dikutip dari akun Instagram @infobnn.ri, Rabu (3/12/2025).
Ia menambahkan bahwa penyitaan dua ton sabu tersebut menyelamatkan sekitar delapan juta jiwa dari ancaman narkotika.
Penangkapan dilakukan saat Dewi hendak memasuki lobi sebuah hotel di Sihanoukville. Proses pengamanan berlangsung tanpa perlawanan.
Setelah ditahan, Dewi dipindahkan ke Phnom Penh untuk verifikasi identitas serta penyelesaian administrasi antarlembaga sebelum diserahkan ke otoritas Indonesia.
Status Dewi sebagai buronan lintas negara bukan hal baru. Ia sendiri telah masuk daftar red notice Interpol dan juga diburu aparat Korea Selatan.
Dalam berbagai laporan, Dewi disebut menggunakan identitas palsu selama bertahun-tahun. KTP yang ia gunakan diduga bukan miliknya, melainkan identitas anggota keluarga, sehingga membuat pelacakan terhadap dirinya semakin sulit.
BNN mengungkap bahwa Dewi memiliki posisi strategis dalam sindikat besar yang terhubung dengan peredaran narkotika di Asia Tenggara. Ia disebut satu jaringan dengan Fredy Pratama, salah satu bandar terbesar di kawasan tersebut.
Dewi juga dikaitkan dengan sindikat Golden Triangle dan Golden Crescent, dua jaringan besar perdagangan narkotika global.
Aktivitas kelompok ini mencakup pengiriman dan distribusi berbagai jenis narkoba, termasuk kokain, sabu, dan ketamin, menuju pasar Asia Timur dan Asia Tenggara.
Peran Dewi tidak hanya terbatas pada koordinasi lapangan. Ia disebut sebagai aktor intelektual dalam penyelundupan dua ton sabu yang digagalkan pada Mei 2025 serta beberapa kasus besar pada tahun 2024.
Karena kedudukannya dalam jaringan internasional, BNN memastikan Dewi akan menjalani pemeriksaan intensif untuk mengungkap aliran dana, logistik, dan pihak-pihak lain yang terlibat di berbagai negara.
Penangkapan Dewi Astutik menandai langkah besar dalam penindakan jaringan narkotika transnasional yang selama ini memanfaatkan kerentanan lintas batas Asia Tenggara.
Proses pemeriksaan lanjutan akan menjadi kunci dalam membongkar struktur jejaring yang telah beroperasi bertahun-tahun dan melibatkan banyak aktor dari berbagai negara.
Siapakah Dewi Astutik?
Dewi Astutik, 43 tahun, menjadi perhatian publik setelah namanya masuk daftar buronan Interpol terkait penyelundupan dua ton sabu senilai Rp5 triliun.
Sebelum identitas kriminalnya terbongkar, ia dikenal warga Dusun Sumber Agung, Ponorogo, sebagai mantan tenaga kerja wanita yang sering berpindah negara.
Kepala Dusun Dukuh Sumber Agung, Gunawan, dalam keterangannya pada Selasa (2/12/2025), menjelaskan bahwa Dewi memang pernah tinggal di wilayahnya setelah menikah dengan seorang pria setempat pada 2009.
Ia mengatakan tidak pernah bertemu langsung dengan Dewi karena perempuan itu berasal dari Slahung dan jarang berada di rumah. Gunawan menuturkan dirinya pun tidak mengetahui kapan Dewi pertama kali bekerja ke luar negeri.
Warga RT 1 RW 1 mengenali Dewi hanya sebagai perempuan yang bekerja sebagai TKW di berbagai negara Asia.
Informasi yang mereka dengar menyebutkan bahwa Dewi pernah bekerja di Taiwan, kemudian Hong Kong, sebelum akhirnya menetap sementara di Kamboja.
Seorang tetangga, Mbah Misiyem, yang ditemui pada akhir 2023 di Dusun Sumber Agung, mengingat bahwa Dewi sering mengganti gaya rambut dan dandanan sehingga penampilannya tidak pernah sama.
Menurutnya, Dewi sempat berpamitan seusai Lebaran 2023 karena akan kembali bekerja di Kamboja. Dalam percakapan tersebut, Dewi menyebut bahwa ia perlu pergi jauh karena tidak ada pekerjaan yang bisa ia lakukan di rumah.
Ketika Misiyem menanyakan bagaimana nasib suaminya, Dewi hanya menegaskan bahwa keberangkatannya tidak menjadi masalah.
Sebelum ke Kamboja, Dewi diketahui bekerja dalam waktu yang panjang di Taiwan. Setiap kali pulang, ia hanya tinggal sebentar di Ponorogo sebelum kembali berangkat.
Misiyem menyebut bahwa dalam salah satu kunjungannya beberapa tahun lalu, Dewi hanya berada di rumah sekitar satu bulan sebelum kembali bekerja ke luar negeri.
Kehidupan yang tampak biasa di mata warga desa ternyata menyembunyikan peran Dewi dalam peredaran narkotika internasional.
Mobilitasnya, perubahan identitas, dan kebiasaannya berpindah negara menjadi bagian dari strategi untuk menghilangkan jejak sebelum akhirnya ditangkap aparat gabungan.
