PARBOABOA, Jakarta - Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Wilayah Sumatra Utara (Sumut), Harold Hamonangan Simanjuntak, mengungkapkan, selama tahun 2022-2023 terdapat sekitar 1.000 kasus pekerja migran bermasalah di Sumut.
Dalam pemaparannya, Harold menyebut kasus terbanyak terjadi pada September 2022 lalu dengan 88 kasus PMI nonprosedural. Di mana 27 di antaranya dialami oleh perempuan dan sebagian besar terjadi di Timur Tengah.
Untuk tahun 2023, dia menyebut sudah ada 84 kasus PMI yang mereka tangani. Para pekerja tersebut ditempatkan di 10 negara, termasuk Malaysia dan negara-negara Timur Tengah.
Jumlah ini, kata Harold sudah jauh berkurang dibanding dengan tahun-tahun sebelumnya yang mencapai puluhan ribu orang.
“Sejatinya penurunan kasus PMI non prosedural berasal dari peran stakedolhers terkait yang terus melakukan edukasi masif kepada masyarakat tentang bekerja di luar negeri, dan ini fokus kita juga untuk akhir tahun ini," tuturnya saat berbicara di kegiatan Sosialisasi Pencegahan Pekerja Migran Indonesia (PMI) Non Prosedural dan Layanan Mobile Paspor (M-Paspor) yang bertempat di Meeting Room Toba Batavia Hotel, Selasa (11/4/2023).
Lebih lanjut, Harold menjelaskan ada sejumlah modus berbeda yang menyebabkan banyak kasus PMI nonprosedural terjadi. Pertama, PMI ilegal yang direkrut secara ilegal melalui calo.
Kedua, PMI legal yang awalnya berangkat secara prosedural, tetapi setelah di negara penempatan melarikan diri dari tempat kerja sehingga menjadi ilegal.
Ketiga, PMI legal tetapi terlibat dalam kasus kriminal setelah di negara penempatan. Keempat, PMI berangkat secara prosedural tetapi saat memperpanjang kontrak tidak melalui prosedur sehingga menjadi ilegal.
Kemudian, PMI yang telah masuk daftar hitam negara penempatan tetapi mencari cara untuk berangkat secara nonprosedural.
Selain itu, Harold menambahkan, kebijakan konversi visa di sejumlah negara penempatan juga kerap dimanfaatkan para calo/tekong untuk memberangkatkan pekerja secara ilegal.
PMI Berangkat secara Non Prosedural Rentan jadi Korban TPPO
Sementara itu, Kepala Bidang (Kabid) Fungsional Ahli Muda Pengantar Pekerja Disnaker Pematang Siantar, Ferry Gunawan Tampubolon, mengatakan, para pekerja yang berangkat ke luar negeri secara non prosedural rentan menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
“PMI yang berangkat dengan jalur non prosedural tidak akan mendapatkan perlindungan yang memadai, karena semuanya diurus oleh mafia TPPO. Bahkan PMI tersebut tidak mengetahui isi perjanjian kerjanya,” ucapnya.
Oleh karena itu, dia mengingatkan, seluruh pekerja yang ingin berangkat ke luar negeri untuk memenuhi syarat dan terdaftar di instansi pemerintah kabupaten/kota yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
Hal ini sesuai dengan undang-undang No.18 tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia dan Permenaker No. 09/2019 tentang Tata Cara Penempatan Pekerja Migran Indonesia.