Diklaim Miliki Hak Imunitas, Arteria Dahlan Gagal Ditahan

Anggota Komisi III DPR Arteria Dahlan

PARBOABOA, Jakarta - Polda Metro Jaya telah menggelar perkara terkait laporan Masyarakat Adat Sunda terhadap anggota Komisi III DPR Arteria Dahlan. Rapat tersebut diketahui melibatkan 3 saksi ahli.

"Penyidik Subdit Cyber Ditreskrimsus Polda Metro Jaya telah melakukan gelar perkara dengan melibatkan penyidik dan para ahli yakni para ahli pidana, bahasa, dan ahli hukum di bidang UU ITE," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Endra Zulpan kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (4/2).

Hasilnya, penyidik menyimpulkan bahwa ucapan Arteria Dahlan mengenai bahasa Sunda yang disampaikan dalam forum resmi Komisi III DPR itu tidak dapat dipidana.

"Berdasarkan keterangan ahli, berdasarkan ketentuan UU yang diatur dalam Pasal 224 UU RI No 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD atau MD3, terhadap Saudara Arteria Dahlan dapat disampaikan tidak dapat dipidanakan," ujar Zulpan.

Hal ini merujuk pada Pasal 1 UU MD 3 yang menyatakan bahwa anggota DPR tidak dapat dituntut di depan pengadilan karena pernyataan atau pendapat yang dikemukakan, baik secara lisan ataupun tertulis di dalam rapat DPR ataupun di luar rapat DPR yang berkaitan dengan fungsi serta wewenang dan tugas DPR.

"Karena pernyataan atau pendapat yang dikemukakan baik secara lisan ataupun tertulis di dalam rapat DPR ataupun di luar rapat DPR yang berkaitan dengan fungsi serta wewenang dan tugas DPR," imbuhnya.

Selain itu, dengan statusnya sebagai anggota DPR RI, Arteria juga memiliki hak imunitas. Inilah yang membuat Arteria Dahlan tidak dapat dilaporkan atau dipidanakan.

Penyidik Subdit Siber Polda Metro Jaya pun telah berkoordinasi dengan ahli bahasa. Ahli bahasa menerangkan, ucapan Arteria Dahlan dalam rapat kerja di Komisi III tidak memenuhi unsur kebencian.

"Poin ketiga, ahli bahasa menerangkan bahwa penyampaian Saudara Arteria Dahlan dalam video live streaming antara Komisi III DPR RI dengan Jaksa Agung dalam rapat kerja, ini tidak memenuhi unsur ujaran kebencian, sebagaimana diatur dalam pasal 28 ayat (2) UU No. 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE,” jelasnya.

"Karena konteks penyampaian Saudara Arteria Dahlan yaitu dalam sebuah rapat resmi yang harus menggunakan bahasa resmi, yakni bahasa Indonesia dan hal ini juga diatur dalam pasal 33 No 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, di antaranya bahasa Indonesia wajib digunakan dalam komunikasi resmi," tuturnya.

Keterangan ahli bidang ITE juga menyampaikan bahwa pernyataan Arteria Dahlan tidak dapat memenuhi unsur pidana.

"Kemudian poin keempat, hasil koordinasi dan pendalaman penyidik dengan ahli hukum di bidang ITE, serta dengan mencermati dengan menggunakan UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU No 11 Tahun 2008 bahwa penyebaran video live streaming Komisi III DPR RI, rapat kerja dengan Jaksa Agung ini tidak dapat dipidana karena bukan Saudara Arteria Dahlan yang mentransmisikan video tersebut," tuturnya.

Atas dasar keterangan 3 ahli itu, penyidik menyimpulkan bahwa pernyataan Arteria Dahlan ini tidak dapat dipidanakan. Pernyataan Arteria Dahlan tidak memenuhi unsur pidana bermuatan SARA.

"Kami menyimpulkan berdasar pendapat para ahli dan juga pendalaman yang dilakukan penyidik dari Ditkrimsus Polda Metro Jaya maka pendapat dari Saudara Arteria Dahlan dalam persoalan ini tidak memenuhi unsur perbuatan menyebarkan informasi yang bermuatan ujaran kebencian berdasarkan SARA yang diatur dalam Pasal 28 ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang perubahan atas UU Nomor 11 Tahu 2008 tentang ITE, karena maksud dari pernyataan tersebut dalam situasi rapat resmi," tuturnya.

Sebelumnya, Arteria Dahlan menuai polemik usai meminta Jaksa Agung untuk memecat kepala kejakasaan tinggi yang menggunakan bahasa Sunda saat menghadiri rapat kerja Komisi III DPR beberapa waktu lalu.

Editor: -
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS