PARBOABOA Jakarta - Polisi berhasil mengamankan pimpinan pondok pesantren di Kota Serang, Banten, berinisial MR (49) terkait kasus dugaan pemerkosaan terhadap tiga santriwati.
Kepala Kepolisian Resor Kota (Kapolresta) Serang Kota, Kombes Pol Nugroho Arianto mengatakan penangkapan dilakukan di kediaman pelaku dan saat ini pelaku telah diamankan di Markas Kepolisian Resor Kota (Mapolresta) Serang Kota.
"Korban saat ini ada tiga, yakni SH (14), IS (11) serta AM (15). Pelaku sudah diamankan di Mapolresta Serkot," kata Nugroho di Mapolresta Serang Kota, Senin (12/12/2022).
Perilaku bejat pelaku terungkap setelah salah satu dari korban ada yang meminta dipulangkan karena merasa tidak betah lagi di pondok pesantren tersebut.
"Setelah pamannya tiba di ponpes, dia menanyakan alasan keponakannya ini ingin pulang. Pamannya ini merasa curiga dengan sikap keponakan," ujarnya.
Awalnya, korban enggan menceritakan hal-hal yang menimpa dirinya di pondok pesantren dengan alasan korban takut kepada pelaku. Namun, setelah didesak pamannya, korban pun mau bercerita.
"Awalnya korban ini tidak mau bercerita karena takut, namun sampai akhirnya korban menceritakan kepada saksi bahwa korban telah beberapa kali disetubuhi oleh MR," jelasnya.
Setelah mendengar pengakuan dari keponakannya, sang paman pun langsung melaporkan kejadian tersebut ke RT dan lurah setempat.
"Setelah dilaporkan ke RT dan lurah setempat kasus ini dilaporkan ke Polresta Serang Kota," imbuhnya.
Berdasarkan keterangan dari korban, pelaku telah melakukan perilaku bejatnya berkali-kali. Pada korban berinisial SH sudah tiga kali, IS dua kali, sementara AM mengaku tubuhnya digerayangi oleh pelaku.
Adapun ancaman dari pelaku saat melakukan aksinya. Pelaku mengancam dengan embel-embel jika korban mengadukan hal tersebut ke orang lain, maka pelaku tidak akan mengurusi korban dan juga korban tidak akan diajari ngaji.
"Pelaku menutup mulut korban menggunakan bantal dan mengatakan agar korban jangan teriak dan jangan bilang ke siapa-siapa. Jika korban teriak dan mengadu ke orang lain, maka tidak akan diurus dan tidak diajari ngaji," pungkasnya.
Dalam kasus ini, pelaku diduga telah melanggar Pasal 81 ayat (1), (2) dan (3) juncto Pasal 82 ayat (1) dan (2) Undang-undang (UU) RI nomor 17 tahun 2016, tentang perubahan kedua atas UU nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Dengan hukuman penjara minimal lima tahun dan maksimal lima belas tahun dengan denda maksimal Rp 5 miliar.