PARBOABOA, Jakarta - Meskipun Virus Nipah belum terdeteksi di Indonesia, Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani Aher, meminta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk tetap waspada.
Dalam pernyataan resmi yang dirilis pada Jumat (29/9/2023), Netty mengimbau Kemenkes untuk meningkatkan pengawasan dan memastikan informasi yang akurat mengenai keberadaan virus Nipah.
Seruan ini muncul, seiring dengan laporan kasus virus Nipah yang telah mengakibatkan dua kematian di Kerala, India.
Netty juga menyoroti potensi penularan virus ini di Indonesia, mengingat populasi kelelawar buah yang dapat berperan sebagai vektor, mirip dengan apa yang terjadi di Malaysia dan Singapura beberapa waktu lalu.
Karena itu, pemerintah perlu meningkatkan pengawasan di pintu-pintu masuk internasional, termasuk pelabuhan, bandara, dan perlintasan perbatasan, terutama bagi mereka yang datang dari negara-negara yang terdampak virus Nipah.
Hal lain yang harus diperhatikan Kemenkes mengenai penyebaran virus ini ke Indonesia, yakni mengenai kesiapan fasilitas kesehatan. Hal ini bertujuan agar tidak terulang lonjakan kasus serupa dengan yang terjadi pada pandemi Covid-19.
Diketahui, Virus Nipah pertama kali muncul di Malaysia pada tahun 1998 dan menyerang peternak babi serta individu yang memiliki kontak erat dengan hewan tersebut.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Nipah adalah virus zoonosis yang dapat ditularkan dari hewan, seperti babi dan beberapa jenis kelelawar, kepada manusia.
Virus ini juga dapat menular melalui makanan yang terkontaminasi atau melalui kontak langsung antar manusia. Saat ini, belum ada obat atau vaksin yang diketahui untuk mengobati virus ini.
Gejala infeksi virus Nipah termasuk komplikasi pada otak dan penyakit pernapasan, dengan tingkat kematian berkisar antara 40 hingga 70 persen pada manusia yang terinfeksi.
Gejalanya meliputi demam, sakit kepala, muntah, ruam, kesulitan bernapas, kejang, dan kebingungan. Di India sendiro, virus ini telah menyebabkan ratusan orang terinfeksi.