Transformasi Kampanye Pilkada: Dari Baliho ke Media Digital

Seorang petugas sedang membersihkan spanduk kampanye yang dipasang di pinggir jalan (Foto: Instagram/@kotajakartapusat)

PARBOABOA, Jakarta - Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak pada 25 September hingga 23 November 2024 mendatang memasuki tahap persiapan yang intensif.

Baliho-baliho dengan berbagai motif dan pesan politik telah menjamur di sejumlah kota dan kabupaten.

Figur-figur baru dan lama bersaing untuk memperkenalkan diri kepada masyarakat melalui baliho-baliho berukuran besar yang dipasang di berbagai titik strategis. 

Dengan menampilkan logo partai politik, foto diri, atau bersama calon pasangannya, mereka berusaha mencuri perhatian publik sejak dini.

Namun, tidak semua baliho ditempatkan dengan tepat, mengganggu pandangan pengendara dan estetika kota. 

Selain itu, dampak lingkungan dari keberadaan baliho-baliho ini juga menjadi perhatian serius.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah mengeluarkan Peraturan KPU Nomor 2 Tahun 2024 yang mengatur tahapan dan jadwal Pilkada 2024. 

Tahapan-tahapan tersebut antara lain, perencanaan program dan anggaran hingga masa pemungutan suara pada 27 November 2024. 

Seluruh proses akan berakhir dengan penetapan calon terpilih, yang ditentukan setelah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) jika ada gugatan terkait hasil pemilihan.

Aturan Pemasangan Baliho

KPU mengklarifikasi bahwa hingga kini belum ada Peraturan KPU (PKPU) baru terkait pemasangan alat peraga kampanye (APK) untuk Pilkada 2024. 

Namun, prinsip dasar yang diatur dalam PKPU Nomor 15 Tahun 2023 tentang Kampanye Pemilihan Umum masih tetap berlaku.

PKPU tersebut mengatur berbagai aspek pemasangan APK saat pemilihan umum, baik untuk Pemilihan Presiden (Pilpres) maupun Pemilihan Legislatif (Pileg). 

Secara terpisah, KPU Provinsi Bali telah mengeluarkan Keputusan KPU Provinsi Bali Nomor 141 Tahun 2023 tentang Lokasi Pemasangan APK untuk Kampanye Pemilu 2024 di Bali.

Dalam keputusan ini, dijelaskan larangan pemasangan APK di beberapa lokasi seperti tempat ibadah, rumah sakit, tempat pendidikan, gedung pemerintah, dan fasilitas umum. 

Mereka juga melarang pemasangan baliho di rumah dinas, museum, monumen, cagar budaya, tempat pemakaman, jembatan, sungai, taman milik pemerintah, serta pohon.

Pemasangan APK dibatasi satu buah per pasangan calon dan seluruh partai politik dalam bentuk papan reklame atau baliho. 

Lokasi pemasangan hanya diizinkan di Ibu Kota Provinsi Bali, yaitu Denpasar, dengan memperhatikan etika, kebersihan, estetika, dan keindahan kota.

Peraturan tersebut dibuat dengan tujuan mengurangi penggunaan baliho, spanduk, dan alat peraga kampanye lainnya yang mengandung plastik sulit terurai.

Sebagai pedoman, diterapkan Peraturan Gubernur Bali Nomor 97 Tahun 2018 yang mengatur pembatasan penggunaan sampah plastik sekali pakai.

Pada Pilpres dan Pileg Februari 2024, misalnya sampah berupa baliho tidak dapat dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Suwung di Denpasar dengan luas 32 hektare dan menampung sekitar 1.200 ton sampah per hari sejak 1980-an.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memperkirakan sampah dari kegiatan Pemilu 2024 mencapai 392 ribu ton di seluruh Indonesia.

Sebagai respon, KLHK menerbitkan Surat Edaran (SE) Menteri LHK Nomor 3 Tahun 2024 tentang Pengelolaan Sampah dari Penyelenggaraan Pemilu 2024.

Salah satu solusi untuk mengurangi penggunaan baliho dan spanduk adalah beralih ke kampanye digital melalui media sosial, videotron, dan jasa periklanan video. 

Penggunaan baliho masih dapat diterapkan di kawasan perdesaan yang belum mendukung penuh penempatan videotron.

KPU Bali berencana membuat kesepakatan dengan partai politik agar kampanye Pilkada tidak didominasi baliho. 

Kesepakatan bersifat mengikat semua pihak meski tidak dalam bentuk Peraturan KPU. Pelanggaran terhadap kesepakatan akan dikenakan sanksi sosial, seperti pengumuman publik.

Kampanye digital dianggap lebih efektif, terutama bagi pemilih milenial dan generasi Z yang mendominasi jumlah pemilih nasional pada Pemilu 2024.

Inisiatif menekan penggunaan baliho pada Pilkada 2024 di Bali dapat menjadi terobosan untuk menjaga kelestarian lingkungan dan estetika wilayah. 

Dukungan dari partai politik dan peserta pilkada diperlukan untuk menyadari tanggung jawab bersama dalam pelestarian lingkungan. 

Selain itu, diperlukan inovasi untuk mendaur ulang sampah sisa Pemilu 2024 menjadi produk yang memiliki nilai ekonomi, sehingga tidak berakhir di TPA.

Perludem Dukung Pilkada Ramah Lingkungan

Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengapresiasi langkah antisipatif KPU Bali dalam mengajak partai politik menyepakati Pilkada Serentak tanpa baliho. 

Manajer Program Perludem, Fadli Ramadhanil, mengungkapkan inisiatif tersebut penting untuk mencegah kerusakan lingkungan dan menjaga keindahan pemandangan.

"Ini adalah langkah antisipatif yang sangat baik. Membangun kesadaran bersama mengenai pentingnya menjaga lingkungan," kata Fadli pada Senin (15/7/2024). 

Ia juga menyinggung tanggung jawab pasangan calon (paslon), baik gubernur maupun bupati untuk mengontrol pelaksanaan inisiatif tersebut.

"Paslon juga harus bertanggung jawab dan memastikan tidak ada baliho yang dipasang atas nama relawan atau pihak lain."  

Selain itu, Fadli menekankan pentingnya penegakan hukum dan konsistensi terkait pemasangan alat peraga kampanye (APK). 

"Pemasangan APK diatur sesuai UU Pemilu, namun terdapat batasan lokasi seperti jalan protokol, pohon, fasilitas umum, dan tempat ibadah yang tidak boleh dipergunakan untuk pemasangan APK," ungkapnya.

Di sisi lain, Wakil Ketua Umum PAN, Viva Yoga Mauladi, juga mendukung rencana KPU Bali untuk menjaga lingkungan dan pemandangan jalan. 

Namun, ia menegaskan bahwa pemasangan APK sudah diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan PKPU.

"Jika disetujui, hal ini tidak akan merusak lingkungan. Pemasangan APK bisa menambah semarak demokrasi selama tidak melanggar aturan seperti memasang di pohon atau di tempat-tempat protokol," kata Viva.

Ia berpendapat pengaturan pemasangan APK sah-sah saja dan tidak boleh dilarang sepenuhnya. Menurutnya, semarak demokrasi akan berkurang jika KPU melarang pemasangan baliho.

"Pemasangan baliho juga dibatasi oleh waktu kampanye, dan dua hari sebelum masa tenang semua APK harus dibersihkan. Jadi, tidak tepat jika Pilkada Serentak 2024 dilakukan tanpa baliho," tutup Viva.

Editor: Defri Ngo
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS