Titiek Puspa: Sang Diva Legendaris dengan Segudang Warisan Abadi

Titiek Puspa: Sang Diva Legendaris dengan Segudang Warisan Abadi
Pose Titiek Puspa terpampang di salah satu sudut Times Square, New York City, Amerika Serikat. (Foto: Instagram/@titiekpuspa_official)

PARBOABOA, Jakarta - Indonesia kembali kehilangan salah satu tokoh terbaiknya di dunia seni dan budaya. Dia adalah Titiek Puspa, sang diva legendaris dengan segudang karya selama lebih dari tujuh dekade. 

Titiek berpulang pada Kamis (10/04/2025). Kepergiannya membawa duka mendalam, bukan hanya bagi keluarga, tetapi juga bagi seluruh rakyat Indonesia yang mengenal dan mengagumi sosok serta karya-karyanya.

Sebelum wafat, Titiek sempat mengalami musibah kesehatan serius. Ia dilaporkan mengalami pendarahan di otak kiri saat sedang menjalani syuting program Lapor Pak di Trans7 pada malam 26 Maret 2025. 

Menurut penuturan sang putri, Petty Tunjungsari, Titiek sempat menyelesaikan beberapa segmen sebelum tiba-tiba pingsan sekitar pukul 20.30 WIB. Ia kemudian dilarikan ke rumah sakit untuk menjalani perawatan intensif.

Nasib naas terjadi. Beberapa saat menjalani pengobatan di Rumah Sakit Medistra, Titiek tak tertolong. Ia meninggal dunia dalam usia 87 tahun. 

Namun, meski secara fisik telah pergi, semangat dan warisannya terus hidup dalam karya-karya abadi dan nilai-nilai luhur yang ditanamkannya. 

Dalam momen perpisahan yang haru, cucunya, Dhio, mengenang sosok sang Eyang sebagai pribadi penuh kasih dan kebijaksanaan yang selalu menanamkan pentingnya memaafkan dan menjaga kedamaian dalam keluarga.

Dhio menyebut, pelajaran tentang memaafkan ditanamkan sang Eyang sejak dirinya masih kecil. Baginya, itu merupakan cara sang Eyang menciptakan kedamaian di tengah keluarga.

Terpisah, Wakil Gubernur DKI Jakarta, Rano Karno yang hadir langsung di Rumah Sakit Medistra pada Kamis (10/04/2025) mengenang sosok Titiek sebagai artis serba bisa. 

Ia menilai Titiek sebagai seorang aktris, penyanyi, sekaligus pencipta lagu yang memiliki pengaruh besar dan dikenal luas oleh masyarakat. 

Rano juga mengungkapkan bahwa pertemuan terakhirnya dengan Titiek terjadi saat peringatan Hari Musik Nasional. Momen itulah yang menjadi kenangan terakhirnya bersama sang legenda.

Dekat dengan Soekarno

Kisah pertemuan antara Soekarno dan Titiek Puspa menjadi titik balik penting dalam perjalanan karier sang diva asal Semarang. 

Nama “Titiek Puspa” yang kini begitu melekat di hati masyarakat Indonesia, ternyata diberikan langsung oleh Soekarno. Sejak saat itu, popularitas Titiek pun melesat tajam, terutama di paruh kedua dekade 1960-an.

Pada masa itu, Titiek mendapat tawaran untuk bergabung dalam tim budaya Indonesia yang melakukan misi muhibah seni ke Malaysia. 

Tak lama berselang, menjelang akhir tahun 1960, ia menerima undangan istimewa dari Istana Negara untuk menyanyi langsung di hadapan sang presiden. Ini adalah sebuah kehormatan luar biasa bagi Titiek. 

Momen tersebut menjadi pintu gerbang bagi Titiek untuk bergabung dengan grup musik Lensois, sebuah kelompok musik yang dibentuk secara khusus oleh Soekarno. 

Tujuannya adalah memperkenalkan kekayaan budaya Indonesia melalui seni musik ke kancah internasional. Dalam grup ini, Titiek dipercaya sebagai vokalis utama dan tampil di berbagai acara resmi negara maupun dalam kunjungan diplomatik.

Dikutip dari akun Instagram Perpustakaan Bung Karno, suara merdu Titiek tidak hanya menghibur, tetapi juga membawa misi budaya yang mengharumkan nama Indonesia di panggung dunia. 

Penampilannya yang memukau di Istana Negara tak hanya menyita perhatian publik, tetapi juga berhasil meninggalkan kesan mendalam di hati Soekarno.

Warisan Abadi

Titiek Puspa lahir pada 1 November 1937 dengan nama Sudarwati. Ia kemudian dikenal dengan nama Koesalah Soebagio Puspo dan menjadi simbol kebangkitan perempuan dalam dunia seni. 

Kariernya dimulai sejak ia memenangkan lomba Bintang Radio pada tahun 1954 di Jawa Tengah. Sejak saat itu, ia mencatat sejarah panjang sebagai penyanyi, pencipta lagu, aktris, hingga pegiat budaya yang dihormati lintas generasi.

Sebagai penyanyi pop legendaris, karya-karya Titiek telah menembus batas zaman. Beberapa lagunya menjadi ikon dalam sejarah musik Indonesia dan bahkan dinyanyikan kembali oleh artis-artis dari generasi muda. 

Lagu-lagu tersebut, antara lain "Kupu-Kupu Malam" yang bercerita tentang realitas keras kehidupan seorang wanita malam dengan lirik yang puitis dan empatik.

Ada juga lagu berjudul "Bing", yang ditulis untuk mengenang sahabatnya Bing Slamet. Lagi ini dipenuhi nuansa kehilangan yang mendalam.

Lagu lain berjudul "Bimbi" menggambarkan mimpi dan perjuangan seorang gadis desa yang ingin meraih impiannya di kota.

Selain tiga lagu terkenal tersebut, ada juga lagu berjudul "Jatuh Cinta", yang menggambarkan perasaan bahagia dan gugup saat merasakan cinta pertama.

Sementara lagu "Dansa Yok Dansa" berisi ajakan ceria untuk bergembira bersama tanpa memandang usia dan latar belakang. 

Adapula lagu terkenal lain berjudul "Apanya Dong" berisi satire ringan yang populer dan bahkan sempat diadaptasi menjadi film.

Pada tahun 2008, majalah Rolling Stone Indonesia menobatkan Titiek sebagai salah satu dari **25 Artis Indonesia Terbesar Sepanjang Masa**, sebuah pengakuan terhadap dedikasinya yang luar biasa dalam membentuk wajah musik nasional.

Namun lebih dari itu semua, warisan sejati Titiek adalah jiwa besarnya, keteguhan hatinya, dan pesan-pesan kebijaksanaan hidup yang ia tanamkan kepada keluarga dan bangsa.

Selamat jalan, Ibu Titiek Puspa. Suara indahmu, senyummu yang menenangkan, dan pesan kehidupan yang kau titipkan akan terus bergema dalam kenangan dan karya-karya yang tak lekang oleh waktu. 

Engkau tidak hanya meninggalkan panggung, tetapi juga menanamkan cinta yang abadi di hati bangsa Indonesia.

Editor: Defri Ngo
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS