KPK: Tingginya Biaya Politik Picu Terjadinya Korupsi

Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron (Foto: YouTube/@StranasPK Official)

PARBOABOA, Jakarta – Komisi Pemberantasan korupsi (KPK) menilai tingginya biaya politik menjadi salah satu penyebab maraknya tindak pidana korupsi di Indonesia.

Hal itu disampaikan oleh Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron dalam webinar “Cegah Korupsi, Bantuan Parpol Jadi Solusi” dilansir dari YouTube StranasPK Official.

"Sayangnya, demokrasi di Indonesia yang sampai saat ini biayanya masih sangat tinggi mengakibatkan proses politik yang mestinya secara hati nurani kemudian menjadi transaksi bisnis," katanya.

Ghufron mencontohkan calon yang ingin maju dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) membutuhkan modal yang besar.

“Versi Kemendagri modalnya adalah untuk kabupaten/kota yang pinggiran itu Rp30 miliar sampai Rp50 miliar. Di atas itu, yang menengah Rp50 (miliar) sampai Rp100 (miliar), untuk yang metro tentu sudah di atas Rp150 (miliar),” ungkapnya.

Ghuforn mengatakan, tingginya biaya tersebut menjadi pemicu kepala daerah melakukan tindak pidana korupsi guna mengembalikan modal dari pembiayaan ketika pencalonan.

“Modal segitu, sementara gajinya kepala daerah kita tahu gajinya masih relatif tidak proporsional dengan bebannya. Alhasil, sekali lagi ini mengakibatkan mau tidak mau proses pengembalian modal itu dengan cara korup,” katanya.

Berdasarkan data KPK, kata Ghufron, terdapat ratusan kader partai politik (parpol) yang diamankan KPK, meskipun sesungguhnya KPK tak menginginkan penangkapan itu terus terjadi.

“Ketika korup maka kemudian ‘berkucing-kucingan’ dengan KPK, melahirkan sudah 300 kader parpol yang duduk di legislatif, yang duduk di kepala daerah sekitar 144. KPK pun sesungguhnya tidak ingin melanjutkan ini semua tetapi ini tidak akan selesai dengan hanya di tingkat penindakan ditangkap dan ditangkap,” ucapnya.

Karenanya, KPK berharap agar sistem politik yang lebih berintegritas dapat tercipta.

“Maka mari kita bangun sistem politik ke depan yang lebih berintegritas. Itu semua awalnya dari kebijakan pembentukan Undang-Undang Parpol baik tentang penggunaan anggaran, bantuannya bahkan sampai tentang sistem politiknya seperti apa. Apakah terbuka, proporsional, atau apapun. Itu semua kan sistem politik pasti ada konsekuensi-konsekuensinya,” pungkasnya.

Editor: -
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS