PARBOABOA, Jakarta- Keberadaan sungai Ciliwung dalam sejarah peradaban dan perniagaan masyarakat Jakarta memiliki keterikatan yang kuat. Sungai tersebut menjadi jalur utama yang digunakan orang-orang Belanda dari abad 15 untuk media perdagangan ke pelosok Jakarta.
Semenjak ditemukannya artefak berupa kapak batu lonjong oleh Prof. Hasan Jafar pada tahun 1970 yang diidentifikasi berumur 500 tahun sebelum masehi, membuka fakta baru bahwa Ciliwung merupakan sungai purba yang juga memiliki peran penting pada zaman kerajaan Padjajaran.
Tim Parboaboa menemui penulis sekaligus penilik sejarah, GJ Nawi yang lebih dikenal dengan panggilan bang Gusman. Beliau mengungkap sebutan untuk orang-orang Eropa khususnya Belanda yakni The Great Riever yang artinya sungai besar dengan peran yang besar.
"Istilah The Great Riever merujuk pada sungai besar yang melintas di seluruh kota Jakarta merupakan hilir dari Pelabuhan Sunda Kelapa ada dua sungai sebenarnya istilah yang disebut dari jaman kerajaan Padjajaran yaitu sungai Cihaliwung dan Cidani dua sungai kembar yang sudah ada sejak pembangunan jalan Padjajaran kuno, Cihaliwung memiliki arti sungai keruh dan Cidani sungai jernih," ungkap Gusman kepada Parboaboa, Sabtu (11/02/2023).
"Peran Ciliwung dari era Padjajaran, Kolonial, dan Kemerdekaan khususnya di Jakarta menjadi media utama transportasi dan jalur perniagaan, dahulu untuk mengangkut bambu, kayu dan hasil panen dari udik ke kota atau pelabuhan menggunakan perahu tong-tong bisa juga getek," tutur Gusman.
Dari segi sosial dan budaya Ciliwung memiliki keterikatan kuat dengan masyarakat Betawi. Ciliwung merupakan induk dari ke 13 anak sungai bahkan di seluruh Jakarta.
"Artinya setiap kebudayan yang tercipta bagi masyarakat Betawi terkhusus yang tinggal di daerah DAS atau bantaran Ciliwung tidak terlepas dari foklor atau cerita rakyat (mitos) ada cerita semacam buaya putih, lembu dan bulus raksasa yang diyakini masyarakat sampai kini mendiami sungai Ciliwung," sambung Gusman.