Menko PMK: Sejumlah Wilayah di Sumatera Masuki Fase Transisi Darurat Usai Bencana

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Pratikno dalam konferensi pers perkembangan penanggulangan bencana Sumatera di Jakarta, Jumat 19 Desember 2025. (Foto: Dok. Tangkap Layar)

PARBOABOA, Jakarta – Sejumlah daerah di Pulau Sumatera mulai memasuki babak baru dalam penanganan pasca bencana.

Setelah melewati fase tanggap darurat yang penuh tantangan, pemerintah secara bertahap menetapkan status transisi darurat di beberapa wilayah terdampak.

Hal ini disampaikan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Pratikno dalam konferensi pers penanganan bencana yang digelar di Jakarta, Jumat, 19 Desember 2025.

Pratikno menjelaskan bahwa tidak seluruh daerah berada pada fase yang sama. Sebagian wilayah telah memasuki masa transisi darurat, sementara wilayah lainnya masih memperpanjang status tanggap darurat sesuai dengan kebutuhan penanganan di lapangan.

Kebijakan ini diambil dengan mempertimbangkan tingkat kerusakan, kondisi sosial masyarakat, serta kesiapan infrastruktur pendukung di masing-masing daerah.

Beberapa daerah yang telah resmi menetapkan status transisi darurat antara lain Aceh Tenggara, Subulussalam, Aceh Besar, Padangsidimpuan, Padang Panjang, serta Mandailing Natal.

Penetapan status ini menjadi penanda dimulainya langkah-langkah pemulihan yang lebih terstruktur, khususnya dalam penyediaan hunian bagi masyarakat terdampak.

Masuknya fase transisi darurat ditandai dengan dimulainya pembangunan Hunian Sementara (Huntara) dan Hunian Tetap (Huntap) di berbagai lokasi terdampak bencana.

Proses ini tidak dilakukan secara instan, melainkan melalui tahapan yang runut, mulai dari pendataan penerima manfaat, penyiapan lahan, hingga konstruksi awal.

Seluruh tahapan tersebut dilaksanakan melalui kerja sama lintas kementerian dan lembaga, dengan dukungan TNI, Polri, serta berbagai pemangku kepentingan lainnya.

Di Provinsi Aceh, Pratikno mengungkapkan bahwa progres pembangunan hunian terus menunjukkan perkembangan positif.

Kota Lhokseumawe langsung menerapkan skema pembangunan Huntap, sementara Kabupaten Pidie telah membangun sejumlah unit Huntara yang ditargetkan selesai dalam waktu dekat.

“Seluruh kabupaten dan kota terus didorong untuk mempercepat pembangunan Huntara dan Huntap,” ujar Pratikno.

Sementara itu, di Provinsi Sumatera Utara, Kota Sibolga menjadi salah satu daerah yang langsung menetapkan pembangunan Huntap. Lokasi pembangunan telah tersedia dan proses konstruksi telah dimulai, dengan target penyelesaian secepat mungkin demi mendukung pemulihan kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat.

Di Sumatera Barat, pembangunan Huntara telah berlangsung di sejumlah daerah seperti Pesisir Selatan, Padang Pariaman, dan Agam.

Hunian sementara tersebut ditargetkan rampung dalam beberapa minggu ke depan agar aktivitas masyarakat dapat kembali berjalan normal secara bertahap.

Pratikno menegaskan bahwa percepatan pembangunan Huntara dan Huntap tidak dilakukan secara parsial, melainkan dibarengi dengan penyiapan infrastruktur pendukung.

Langkah ini dinilai krusial agar masyarakat tidak hanya memiliki tempat tinggal, tetapi juga akses terhadap fasilitas dasar untuk kembali beraktivitas secara produktif.

Selain hunian, perhatian besar juga diarahkan pada pemulihan konektivitas transportasi.

Pratikno menyampaikan bahwa kondisi akses transportasi di sejumlah daerah terdampak bencana di Sumatera menunjukkan perkembangan positif dan secara bertahap kembali berfungsi, meskipun di beberapa ruas masih diberlakukan pembatasan operasional.

"Pada sektor akses transportasi, mayoritas ruas jalan nasional dan provinsi secara bertahap telah kembali terhubung, meskipun sebagian masih beroperasi secara terbatas dan memerlukan kewaspadaan bagi para penggunanya secara ekstra," ujar Pratikno

Di Provinsi Aceh, sejumlah jalur vital telah kembali bisa dilewati masyarakat. Beberapa di antaranya adalah ruas Lhokseumawe–Langsa, Langsa–Kuala Simpang, Kuala Simpang–batas Sumatera Utara, Jalan Kawasan Ekonomi Khusus Arun (KEK), jalur penghubung Bener Meriah–Takengon, serta Jembatan Awe Geutah.

Selain itu, akses Aceh Tenggara–Gayo Lues dan jalur Banda Aceh–Aceh Tengah melalui kawasan Beutong Ateuh juga mulai pulih.

"Perbaikan terus dilakukan untuk meningkatkan kelancaran lalu lintas di ruas-ruas tersebut," ujarnya.

Di Sumatera Utara, konektivitas utama yang menghubungkan Padangsidimpuan, Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, hingga Mandailing Natal secara umum telah kembali normal.

Namun demikian, masih terdapat sejumlah titik rawan berupa longsor, jalan yang mengalami ambles, serta penggunaan jembatan darurat yang menuntut kewaspadaan tinggi dari para pengguna jalan.

Pemerintah terus melakukan pembersihan material dan perbaikan infrastruktur dengan dukungan alat berat, termasuk pendirian jembatan bailey, guna mempercepat pemulihan akses transportasi dan menjamin keselamatan masyarakat.

Sementara itu, di Sumatera Barat, khususnya pada jalur Padang–Bukittinggi melalui Lembah Anai, proses perbaikan dipercepat dan telah mencapai progres sekitar 90 persen.

Selain itu, jalur provinsi Padang Pariaman–Agam melalui Malalak sebagian besar sudah dapat dilalui, meskipun masih terdapat beberapa titik yang memerlukan penanganan lanjutan melalui kerja sama pemerintah dan masyarakat setempat.

"Untuk itu, alat berat, alutsista, dan berbagai macam instrumen pemulihan infrastruktur transportasi terus dikerahkan dengan sekuat tenaga untuk percepatan ini," tukas Pratikno.

Lebih jauh, Pratikno menekankan bahwa keberhasilan pemulihan pasca bencana tidak hanya bergantung pada kerja pemerintah semata.

Sinergi antar lembaga pemerintah serta dukungan seluruh elemen masyarakat menjadi kunci utama agar wilayah terdampak dapat bangkit secara lebih tangguh dan berkelanjutan.

Menurutnya, solidaritas nasional adalah kekuatan besar yang mampu mendorong pemulihan Sumatera tidak hanya kembali ke kondisi semula, tetapi juga menjadi lebih siap menghadapi tantangan di masa depan.

Editor: Norben Syukur
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS