PARBOABOA, Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Republik Indonesia, telah menerbitkan rancangan undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) yang naskahnya telah dipublikasikan pada Agustus 2022.
Penerbitan RUU Sisdiknas tersebut menuai polemik, karena dianggap menghapus Tunjangan Profesi Guru (TPG) yang dapat menyengsarakan guru atau dosen berstatus bukan Pegawai Negeri Sipil atau non PNS.
Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menyayangkan sikap pemerintah yang menghapus pasal tentang tunjangan profesi guru dalam RUU Sisdiknas. Hal tersebut diketahui setelah mencermati dengan seksama isi dari RUU Sisdiknas, khususnya pasal tentang guru yang dibandingkan dengan UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Dalam Pasal 105 huruf a-h yang memuat hak guru atau pendidik, tidak satupun ditemukan klausul terkait hak guru mendapatkan Tunjang Profesi Guru. Pasal ini hanya memuat klausul tentang hak penghasilan/pengupahan dan jaminan sosial guru.
Pasal 105 tertulis, dalam menjalankan tugas keprofesian, Pendidik berhak: memperoleh penghasilan/pengupahan dan jaminan sosial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bunyi dalam pasal 105 RUU Sisdiknas ini berbanding terbalik dengan UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Dalam UU Guru dan Dosen pemerintah secara eksplisit, jelas mencantumkan pasal mengenai Tunjangan Profesi Guru.
Pasal 16, ayat (1) "Pemerintah memberikan tunjangan profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) kepada guru yang telah memiliki sertifikat pendidik yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan dan/atau satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat."
Ayat (2) "Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji pokok guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama."
Ayat (3) "Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD)."
Koordinator Nasional P2G, Satriwan Salim mengatakan, RUU Sisdiknas yang baru diterbitkan akan berpotensi kuat merugikan jutaan guru di Indonesia. Selain itu, akan membuat para pendidik dan keluarganya merasakan kecewa berat.
"Melihat perbandingan yang sangat kontras mengenai Tunjangan Profesi Guru antara RUU Sisdiknas dengan UU Guru dan Dosen, jelas tampak RUU Sisdiknas berpotensi kuat akan merugikan jutaan guru di Indonesia, dan mimpi buruk bagi jutaan guru, calon guru, dan keluarga mereka. Dihilangkannya pasal TPG ini sedang jadi perbincangan serius di internal organisasi guru dan WAG Guru" katanya melalui keterangan tertulis, pada Senin (29/08/2022).
Dalam draf RUU Sisdiknas pada Februari, Satriawan berkata, pada pasal 118 ayat 2 dan draf Mei, pasal 102 ayat 3, jelas tercantum eksplisit mengenai TPG. Namun anehnya, dalam Draf RUU Sisdiknas yang diserahkan ke Baleg DPR RI pada Agustus ini, pasal tersebut dihilangkan.
"Permintaan kami hanya satu, Kemdikbudristek dan Baleg mohon cantumkan kembali hak-hak guru seperti TPG secara eksplisit dalam RUU Sisdiknas sebagaimana sangat detail dimuat dalam UU Guru dan Dosen," tuturnya.
Kepala Bidang Advokasi P2G, Imam Zanatul Haeri mengatakan, para guru bersama dengan organisasi profesi guru harus memperjuangkan sungguh-sungguh kembali pasal Tunjangan Profesi Guru pada RUU Sisdiknas.
"Kita para guru wajib memperjuangkan bersama agar TPG jangan dihapus dan dihilangkan dari RUU Sisdiknas. Kalau bukan kita para guru yang berjuang untuk nasib dan masa depan kita, siapa lagi?" ujar Iman.
Imam juga menyayangkan sikap Mendikbudristek Nadiem Makarim yang tidak konsisten dan tega menghilangkan pasal TPG dalam RUU Sisdiknas.
"Harusnya Mendikbudristek Mas Nadiem konsisten mempertahankan pasal Tunjangan Profesi Guru dalam RUU Sisdiknas. Jika serius ingin mengangkat harkat martabat kami," jelas Iman.
Tunjangan profesi guru yang selama ini diterima para pendidik non PNS adalah salah satu cara pemerintah untuk meningkatkan harkat dan martabat guru. Sehingga, para guru mendapatkan tunjangan yang lebih baik untuk kehidupannya.
"Kami heran, mengapa Kemdikbudristek tega menghapus pasal TPG dalam RUU Sisdiknas. Patut diduga ini sengaja dihilangkan, sebab TPG dinilai menjadi beban APBN selama ini, lanjutnya.
Penjelasan Kemendikbudristek tentang RUU Sisdiknas Terbaru
Kepala Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek, Anindito Aditomo, menepis soal RUU Sisdiknas yang baru diterbitkan akan menyengsarakan para guru. Menurutnya, justru ini akan membuat semua guru mendapatkan penghasilan yang layak.
"Melalui RUU Sisdiknas, Kemendikbudristek memperjuangkan agar semua guru mendapat penghasilan yang layak. Saat ini guru harus antri mengikuti PPG untuk disertifikasi dahulu sebelum memperoleh penghasilan yang layak. Ini yang ingin kita koreksi. Seharusnya semua guru yang menjalankan tugas sebagai guru otomatis mendapat penghasilan yang layak, tanpa harus antre PPG dan menunggu tersertifikasi terlebih dahulu," jelas Anindito, dikutip dari detik.com, pada Minggu (28/08/2022).
Anindito menegaskan, RUU Sisdiknas memastikan guru mendapatkan tunjangan profesi, baik dari kelompok PNS atau non PNS, tunjangan profesi itu juga diberikan sampai pensiun.
"Untuk guru ASN yang belum mendapat tunjangan profesi, peningkatan penghasilan diberikan melalui pengaturan bahwa guru ASN yang sekarang belum tersertifikasi akan mendapat penghasilan - termasuk tunjangan - sesuai UU ASN," terangnya.
Dalam RUU Sisdiknas, Anindito mengakui memang tidak tercantum aturan terkait tunjangan profesi guru, namun para guru bisa mendapatkan penghasilan yang lebih tinggi.
"Melalui RUU Sisdiknas ini, guru-guru yang belum mendapat tunjangan profesi akan bisa segera mendapat kenaikan penghasilan. Guru-guru tersebut tidak harus menunggu antrean panjang PPG dalam jabatan untuk mendapat penghasilan yang lebih layak," pungkas Anindito.