Rage Against the Machine: Musik Rock yang Lawan Sistem!

Band rock asal Amerika, Rage Against the Machine (RATM). (Foto: Instagram/@rageagainstthemachine)

PARBOABOA - Tak sedikit band yang menyuarakan kritik melalui musik mereka, salah satunya ialah Rage Against The Machine (RATM).

Band yang berdiri pada 1991 di Los Angeles, Amerika Serikat ini dikenal karena keberanian mereka menyuarakan isu-isu politik lewat lirik dan aksi panggung yang enerjik.

Nama band ini diambil dari judul lagu yang ditulis oleh vokalis Zack de la Rocha saat masih bergabung dengan band sebelumnya, Inside Out. Nama ini mencerminkan semangat perlawanan mereka terhadap ketidakadilan, yang menjadi ciri khas dari RATM.

Sejak perilisan album debut mereka pada tahun 1992, yang berjudul ‘Rage Against the Machine, band ini langsung mendapatkan perhatian besar di kancah musik internasional.

Lirik-lirik mereka yang penuh keberanian dan kritik tajam terhadap isu-isu sosial seperti ketidakadilan, kapitalisme, dan penindasan, menjadikan album ini bukan hanya sukses secara komersial, tetapi juga diakui sebagai salah satu album paling berpengaruh dalam sejarah musik rock.

Bahkan, sampul album tersebut menampilkan foto biksu Vietnam, Thích Quảng Đức, yang membakar diri sebagai bentuk protes terhadap persekusi terhadap biksu. Hal ini menjadi representasi kuat dari pesan yang ingin mereka sampaikan.

Kontroversi RATM

Salah satu penampilan Rage Against the Machine yang cukup kontroversial terjadi pada tahun 1996 ketika mereka tampil di acara Saturday Night Live.

Saat itu, band ini merencanakan aksi dengan menggantung bendera Amerika terbalik di atas panggung sebagai bentuk protes kepada calon presiden (Partai Republik), Steve Forbes, yang hadir sebagai tamu di acara tersebut.

Namun, produser acara menghentikan aksi tersebut setelah mereka baru memainkan satu lagu. Hal ini justru semakin memperkuat reputasi RATM sebagai band yang tidak takut menantang sistem.

Sementara itu, momen menyegarkan sekaligus lucu terjadi pada tahun 2009, ketika Rage Against The Machine (RATM) mencuri tempat nomor satu di deretan lagu-lagu Natal.

Lagu lawas mereka, Killing In The Name mengalahkan lagu karya pemenang X-Factor yang diproduseri Simon Cowell.

Seperti diketahui, di tahun-tahun sebelumnya, lagu nomor satu di Inggris selalu diduduki pemenang dari ajang pencarian bakat semacam Indonesian Idol ini. Namun, RATM berhasil mengagalkan rencana Simon.

RATM dikenal karena pengaruh mereka dalam mencampur berbagai genre musik. Mereka menggabungkan metal, punk, dan hip-hop untuk menciptakan suara yang unik dan inovatif.

Lagu-lagu seperti 'Bulls on Parade' dan 'Guerrilla Radio' tidak hanya menduduki tangga lagu, tetapi juga menjadi lagu favorit bagi banyak orang yang mendambakan perubahan.

Inovasi musik mereka mempengaruhi banyak band dan artis lain, seperti Deftones, System of a Down, serta artis hip-hop modern seperti Kendrick Lamar dan Run the Jewels.

Setelah beberapa kali bubar dan kembali bersatu, RATM kembali tampil pada tahun 2020 untuk mendukung gerakan Black Lives Matter.

Meski waktu terus berjalan, pengaruh mereka dalam musik dan politik tetap besar. Keberanian dan sikap tanpa kompromi mereka terus menginspirasi banyak musisi dan band lainnya.

Warisan Rage Against the Machine tidak hanya terlihat dari musik mereka, tetapi juga dari dampak sosial yang mereka buat. Diketahui, RATM aktif dalam berbagai gerakan sosial, seperti anti-globalisasi dan hak-hak pekerja.

Rage Against the Machine membuktikan bahwa musik bisa menjadi sarana efektif untuk melawan ketidakadilan dan mendorong perubahan sosial yang signifikan.

Editor: Wanovy
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS