PARBOABOA, Jakarta - Kebiasaan merokok memiliki dampak yang merugikan individu. Selain berisiko negatif terhadap kesehatan, merokok juga dinilai sebagai gerbang utama menuju penggunaan narkotika.
Penelitian terbaru dari Universitas Indonesia (UI) mengungkapkan bahwa 63,1 persen perokok laki-laki di Jakarta berisiko tinggi untuk beralih ke penggunaan ganja.
Temuan mengejutkan ini dipaparkan oleh Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) DKI Jakarta dalam sebuah acara penyuluhan tentang bahaya narkoba.
Ketua Tim Pencegahan BNNP DKI Jakarta, Joko Purnomo, menyatakan bahwa rokok sering menjadi pintu masuk bagi penggunaan narkotika.
"Narkotika diawali oleh rokok. Kalau sudah merokok, bisa beralih ke ganja. Potensi pada laki-laki sebesar 63,1 persen, sementara pada perempuan 51,4 persen," jelas Joko, Senin (05/08/2024).
Menurutnya, nikotin dalam rokok adalah zat psikotropika stimulan yang dapat menyebabkan ketergantungan dan membuka jalan menuju penggunaan narkoba lainnya.
Lebih lanjut, Joko juga menyinggung hasil riset Universitas Indonesia (UI) yang menemukan bahwa 35,6 persen laki-laki yang sudah menggunakan ganja memiliki risiko beralih ke sabu.
Sementara pada perempuan, risikonya adalah 28,6 persen. Data ini menunjukkan keterkaitan kuat antara penggunaan satu jenis narkoba dengan kemungkinan penggunaan narkoba lainnya di kalangan perokok.
Selain itu, prevalensi angka pecandu rokok yang tinggi dapat berimbas pada sejumlah risiko yang membahayakan kesehatan tubuh manusia.
Bahaya rokok tidak hanya terbatas pada rokok konvensional. Rokok elektrik (vape), yang sering dianggap sebagai alternatif lebih aman, ternyata memiliki risiko sama besar, bahkan lebih besar.
"Beban kita sebagai orang tua lebih berat. Rokok elektrik lebih berbahaya karena rentan dicampur dengan cairan-cairan yang tidak sesuai," tambah Joko.
Cairan dalam rokok elektrik bisa mengandung berbagai zat kimia berbahaya yang merusak kesehatan, terutama bagi anak-anak muda.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berkomitmen melarang penggunaan rokok, termasuk rokok elektrik di kalangan pelajar sebagai bagian dari upaya menciptakan Generasi Emas 2045 yang bebas dari narkoba dan perilaku negatif lainnya.
Pencegahan sejak dini diharapkan dapat menekan angka penyalahgunaan narkoba di masa depan.
Peran Orang Tua, Masyarakat, dan Pemerintah
Data dari BNNP menunjukkan peningkatan jumlah penyalahguna narkoba di Indonesia dari waktu ke waktu.
Pada tahun 2019, jumlah penyalahguna mencapai 3,3 juta orang, meningkat menjadi 3,6 juta pada tahun 2021, dan kembali turun menjadi 3,3 juta pada tahun 2023.
Dari jumlah tersebut, Jakarta menduduki peringkat ketiga nasional dalam hal penyalahgunaan narkotika dengan jumlah 195 ribu orang.
Sementara, peringkat pertama ditempati oleh Sumatera Utara dengan jumlah penyalahguna sebanyak 1,7 juta orang.
Penjabat Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono, menekankan pentingnya peran orang tua dalam mencegah anak-anak mereka terjerumus dalam perilaku negatif seperti merokok dan menggunakan narkoba.
Heru juga mengajak masyarakat untuk waspada terhadap ancaman lain seperti pinjaman daring dan judi online yang semakin marak.
"Beban kita sebagai orang tua semakin berat dengan adanya berbagai ancaman ini. Kita harus lebih waspada dan melindungi anak-anak kita dari pengaruh negatif," katanya.
Selain peran orang tua, kolaborasi antara masyarakat dan pemerintah sangat diperlukan untuk menghadapi tantangan ini.
Upaya bersama ini tidak hanya bertujuan menekan angka penyalahgunaan narkotika, tetapi juga melindungi generasi muda dari berbagai ancaman lain yang dapat merusak masa depan mereka.
Dengan edukasi, pencegahan, dan penegakan hukum, diharapkan Indonesia dapat mengurangi jumlah penyalahguna narkotika dan menciptakan lingkungan yang lebih sehat dan aman bagi semua warganya.