PARBOABOA, Jakarta – Kehidupan penyandang disabilitas di Indonesia masih menjadi isu sosial yang memerlukan perhatian serius dari sejumlah pihak.
Meskipun berbagai upaya telah dilakukan, realitas sehari-hari menunjukkan bahwa diskriminasi dan marginalisasi terhadap penyandang disabilitas masih sering terjadi.
Di dunia kerja, misalnya, penyandang disabilitas kerap menghadapi kesulitan mendapatkan pekerjaan yang layak.
Data dari Kementerian Ketenagakerjaan yang mencatat bahwa hanya sekitar 30% penyandang disabilitas yang bekerja di sektor formal.
Sisanya, terpaksa bekerja di sektor informal atau bahkan tidak bekerja sama sekali. Gambaran ini menunjukkan adanya kesenjangan besar dalam akses terhadap pekerjaan bagi penyandang disabilitas di Indonesia.
Selain di bidang pekerjaan, tantangan serupa juga dihadapi dalam mengakses layanan kesehatan. Banyak penyandang disabilitas yang kesulitan mendapatkan layanan kesehatan yang memadai.
Infrastruktur di rumah sakit sering kali tidak ramah disabilitas; contohnya, ruang periksa yang tidak bisa diakses kursi roda atau kurangnya alat bantu komunikasi untuk pasien tunarungu.
Akibatnya, penyandang disabilitas seringkali merasa terpinggirkan bahkan saat mereka membutuhkan perawatan kesehatan.
Selain itu, perlakuan masyarakat terhadap penyandang disabilitas masih dipengaruhi oleh stigma sosial yang kuat.Mereka sering dianggap sebagai individu yang tidak produktif dan bergantung pada bantuan orang lain.
Padahal, jika diberi kesempatan yang sama, banyak dari mereka memiliki potensi besar untuk berkontribusi bagi masyarakat. Namun, akses terhadap pendidikan inklusif masih menjadi tantangan besar.
Berdasarkan data dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek), hanya ada sekitar 18% anak-anak disabilitas yang dapat mengakses pendidikan formal.
Potret ini menunjukkan adanya kesenjangan signifikan dalam akses pendidikan bagi penyandang disabilitas.
Hal ini disebabkan oleh kurangnya fasilitas ramah disabilitas di sekolah serta rendahnya pemahaman para pendidik mengenai pendidikan inklusif.
Indonesia, dengan populasi lebih dari 270 juta jiwa, memiliki sekitar 21 juta penyandang disabilitas, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2022. Jumlah ini setara dengan 7,81% dari total populasi.
Meskipun jumlahnya signifikan, perlakuan terhadap penyandang disabilitas masih jauh dari kata ideal.
Mereka masih menghadapi berbagai tantangan dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari akses terhadap pendidikan, pekerjaan, layanan kesehatan, hingga partisipasi sosial.
Aturan Hukum
Pemerintah Indonesia sebetulnya telah menetapkan berbagai kebijakan dan aturan hukum untuk melindungi dan memenuhi hak-hak penyandang disabilitas.
Salah satunya adalah Undang-Undang No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.
UU ini mengatur hak-hak penyandang disabilitas di berbagai bidang, termasuk pendidikan, pekerjaan, kesehatan, aksesibilitas, serta partisipasi dalam kehidupan politik dan publik.
Selain itu, Peraturan Pemerintah (PP) No. 60 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial bagi Penyandang Disabilitas.
PP ini juga diterbitkan untuk memperkuat upaya pemerintah dalam menyediakan kesejahteraan sosial yang layak bagi penyandang disabilitas.
Kebijakan ini juga mencakup berbagai aspek, mulai dari bantuan sosial, rehabilitasi, hingga pemberdayaan ekonomi.
Meskipun sudah ada berbagai kebijakan yang mengatur hak-hak penyandang disabilitas, implementasinya di lapangan seringkali tidak maksimal.
Infrastruktur publik, misalnya, masih banyak yang belum ramah disabilitas.
Gedung-gedung pemerintah dan fasilitas umum sering kali tidak memiliki jalur khusus yang layak digunakan oleh penyandang disabilitas, seperti jalur kursi roda atau penunjuk jalan bagi tunanetra.
Selain masalah infrastruktur, tantangan terbesar dalam implementasi kebijakan perlindungan hak-hak disabilitas adalah kurangnya pemahaman dan kesadaran dari berbagai pihak. Termasuk pemerintah daerah dan penyedia layanan publik.
Banyak yang masih beranggapan bahwa penyandang disabilitas adalah tanggung jawab keluarga semata, bukan tanggung jawab bersama sebagai bagian dari masyarakat.
Kendala pendanaan juga menjadi salah satu faktor yang menghambat implementasi program-program yang berkaitan dengan disabilitas.
Anggaran yang dialokasikan sering kali tidak memadai, sehingga banyak program yang seharusnya memberikan manfaat besar bagi penyandang disabilitas tidak berjalan optimal.
Contohnya, program pelatihan kerja bagi penyandang disabilitas seringkali terkendala oleh minimnya anggaran.
Akibatnya, pelatihan ini tidak bisa menjangkau seluruh penyandang disabilitas yang membutuhkan.
Langkah Inklusi
Meski tantangan yang dihadapi sangat besar, kenyataanya berbagai upaya telah dilakukan untuk memperbaiki kondisi pelayanan bagi penyandang disabilitas di Indonesia.
Beberapa inisiatif telah dijalankan oleh pemerintah, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat sipil untuk meningkatkan kesadaran dan memberikan dukungan kepada penyandang disabilitas.
Salah satu inisiatif yang patut diapresiasi adalah program inklusi di bidang pendidikan.
Pemerintah mulai mendorong sekolah-sekolah untuk menyediakan pendidikan inklusif, yang memungkinkan anak-anak disabilitas belajar bersama dengan anak-anak non-disabilitas.
Selain itu, berbagai pelatihan juga telah diselenggarakan bagi guru-guru untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam mengajar siswa disabilitas.
Di bidang ketenagakerjaan, beberapa perusahaan besar telah membuka kesempatan kerja bagi penyandang disabilitas.
Contohnya, perusahaan-perusahaan di sektor ritel dan jasa yang mulai membuka lowongan kerja khusus bagi penyandang disabilitas.
Pemerintah pun memberikan insentif pajak bagi perusahaan yang mempekerjakan penyandang disabilitas, sebagai langkah untuk mendorong inklusi di tempat kerja.
Perjuangan untuk memperbaiki kondisi penyandang disabilitas di Indonesia masih panjang.
Namun, dengan adanya kesadaran yang semakin meningkat dan berbagai inisiatif yang telah dijalankan, harapan untuk menciptakan masyarakat yang lebih inklusif semakin nyata.
Pemerintah, swasta, dan masyarakat perlu bekerja sama untuk memastikan bahwa penyandang disabilitas mendapatkan hak yang sama dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari pendidikan, pekerjaan, hingga layanan kesehatan.
Penyandang disabilitas bukanlah kelompok yang perlu dikasihani, melainkan bagian dari masyarakat yang memiliki hak dan potensi yang sama.
Dengan memberikan dukungan yang tepat, tidak hanya kehidupan mereka yang akan meningkat, tetapi juga keberagaman sosial di Indonesia akan semakin kaya dan inklusif.
Editor: Norben Syukur