Peneliti BRIN: Soal Putusan Penundaan Pemilu, Hakim Harus Diberi Sanksi Berat

Gedung Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (Foto: Humas PN Jakpus)

PARBOABOA, Jakarta- Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) turut mengomentari putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat soal penundaan pemilu 2024. Putusan tersebut dianggap “mengangkangi” konstitusi, yang seharusnya menjadi porsi Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Peneliti senior BRIN, Lili Romli menyarankan agar Komisi Yudisial (KY) maupun Mahkamah Agung (MA) memberikan sanksi berat kepada hakim PN Jakpus yang memutus perkara tersebut.

“Saya menyarankan (KY dan MA_Red) memberikan sanksi berat terhadap para hakim agar peristiwa ini tidak terulang kembali,” kata Romli dalam webinar bertajuk ‘Masa Depan Pemilu 2024 Pasca Putusan PN Jakarta Pusat’, Selasa (07/03/2023).

Romli menjelaskan, sengketa proses pemilu dilaksanakan di PTUN sebagaimana maklumat dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum Pasal 469. Kemudian diperkuat oleh Perma Nomor 5 Tahun 2017 Pasal 12 dan Perma Nomor 2 Tahun 2019.

“Pengadilan yang berwenang terkait dengan sengketa proses pemilihan umum ada di PTUN,” tegasnya.

Oleh karena itu, Romli berpandangan, KY dan MA perlu melakukan investigasi serta penyelidikan yang menyeluruh terhadap PN Jakpus dan hakim yang memutus perkara.

Ia juga mengingatkan, wacana penundaan pemilu yang disampaikan oleh para elit politik dan pimpinan lembaga negara perlu diwaspadai.

Menurutnya, penundaan pemilu 2024 merupakan tindakan inkonstitusional yang menghancurkan demokrasi. Karena periode pemilu setiap 5 tahun sekali telah diamanatkan oleh UUD 1945 dan harus tetap dilaksanakan.

“Ketidakberkalaan pemilu merupakan bagian dari ciri negara tidak demokratis. Jadi, kita harus jaga keberkalaan pemilu setiap 5 tahun, baik pemilihan legislatif maupun pemilihan eksekutif,” tandasnya.

Sebelumnya, PN Jakarta Pusat memenangkan Prima atas gugatan perdata terhadap KPU pada Kamis (02/03/2023). Dalam putusan atas gugatan 757/Pdt.G/2022 yang dilayangkan pada 8 Desember 2022, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum.

KPU juga diperintahkan untuk menunda pemilu 2024 dan membayar ganti rugi materiil sebesar Rp500 juta kepada Partai Prima.

Perkara nomor: 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst itu diadili oleh ketua majelis hakim T. Oyong dengan hakim anggota H. Bakri dan Dominggus Silaban.

"Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua ) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari," bunyi diktum kelima amar putusan tersebut.

Editor: -
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS