PARBOABOA, China – Pada Rabu (8/9) kemarin, Pemerintah Cina memanggil perusahaan game pada termasuk Tencent Holdings dan Netease Inc untuk membahas pembatasan lebih lanjut pada industri hiburan.
Hal ini dilakukan setelah pihak berwenang menetapkan anak di bawah 18 tahun hanya akan diizinkan bermain game online selama tiga jam seminggu. Kemudian malamnya, kantor berita resmi Xinhua melaporkan dekrit terbaru terhadap game. Perusahaan yang melanggar aturan akan dikenai hukuman.
"Konten cabul dan kekerasan serta yang menumbuhkan kecenderungan tidak sehat, seperti mementingkan keuntungan dan menonjolkan wanita semata, harus dihapus," katanya.
Selain melepaskan diri dari fokus pada keuntungan, bisnis game juga diminta untuk mengubah aturan dan desain game yang menyebabkan kecanduan.
Dalam beberapa hari terakhir, regulator telah memerintahkan penolakan terhadap "estetika abnormal" seperti pria "banci" dan menyerukan perusahaan dalam bidang games untuk menampilkan representasi yang lebih maskulin dalam pemrograman.
Pembatasan tersebut juga didorong oleh persepsi di kalangan masyarakat bahwa "laki-laki banci secara fisik lemah dan rapuh secara emosional," kata Profesor Universitas Hong Kong, Geng Song.
"Beberapa pemimpin mungkin percaya bahwa permainan berlebihan juga berkontribusi pada pelunakan karakter pada pria muda," Derek Hird, dosen senior Studi Cina di Universitas Lancaster, mengatakan kepada AFP.
Perusahaan game telah meningkatkan pembatasan pada anak di bawah umur. Tencent meluncurkan fungsi pengenalan wajah "patroli tengah malam" pada Juli lalu sebagai upaya membatasi anak-anak yang menyamar sebagai orang dewasa.
Tindakan keras oleh Cina baru-baru ini juga berdampak pada jatuhnya saham NetEase 11 persen dan Tencent 8,5 persen. Raksasa teknologi lain yang telah terjebak dalam aturan pemerintah Cina belum lama ini juga terpukul, terbukti saham Alibaba dan JD.com masing-masing merosot lebih dari 5,5 persen.
"Menurut saya berita semalam bukanlah penyimpangan besar dari apa yang sudah kita ketahui, tetapi reaksinya jelas menandakan kegelisahan investor di sekitar peraturan," kata analis Intelijen Bloomberg, Matthew Kanterman.
Editor: -