parboaboa

Paus Fransiskus Klarifikasi dan Minta Maaf Terkait Pernyataan LGBTQ

Norben Syukur | Internasional | 29-05-2024

Paus Fransiskus Pemimpin Tertinggi Gereja Katolik (Foto: Instagram @yayasanseriamal)

PARBOABOA, Jakarta - Paus Fransiskus menyampaikan permintaan maaf karena menggunakan istilah yang dianggap homofobia atau anti lesbian, gay, biseksual, transgender, dan queer (LHBTQ) dalam pertemuan para uskup.

Dikutip dari Reuters, permintaan maaf itu tertuang dalam rilis resmi Vatikan, Selasa (28/5/2024).

Dalam pernyataan resmi itu juga dituliskan bahwa Paus tidak pernah bermaksud menyinggung atau mengekspresikan dirinya dalam istilah homofobia.

Paus Fransiskus menyampaikan permintaan maafnya kepada mereka yang tersinggung dengan penggunaan istilah tersebut.

Vatikan mengklaim Bapa Suci sangat berkomitmen dan memegang teguh nilai inklusivitas.

Bahkan Paus Fransiskus sering mengungkapkan bahwa gereja sangat terbuka untuk siapa saja.

Namun, baru-baru ini banyak pemberitaan terkait pernyataan Paus Fransiskus kepada para uskup Italia bahwa laki-laki gay tidak boleh mengikuti jalur pendidikan seminari untuk berkarya sebagai imam.

Banyak media juga melaporkan  bahwa Paus telah mengatakan "frociaggine".

Kata ini jika diterjemahkan dalam bahasa Inggris menjadi "faggotry" atau homoseksualitas yang terjadi di beberapa seminari.

Pernyataan tersebut terungkap dalam konteks usulan para uskup Italia untuk mengubah pedoman calon seminari.

Sikap Paus terhadap LHBTQ

Paus Fransiskus (87) sesungguhnya telah banyak dipuji karena sikap dan posisinya terhadap kelompok LGBT.

Pemimpin tertinggi umat Katolik ini pernah membuat tawaran besar terhadap komunitas LGBT selama 11 tahun masa kepausannya.

Pada awal masa jabatannya 2013 silam, Paus Fransiskus terkenal dengan pernyataannya keberpihakannya terhadap kelompok ini.

Paus Fransiskus mengatakan, "Jika seseorang gay dan mencari Tuhan serta memiliki niat baik, siapakah saya yang berhak menghakimi?" ungkapnya.

Bahkan pada tahun lalu, Paus kelahiran Argentina ini mengizinkan para pendeta untuk memberkati pasangan sesama jenis.

Keputusannya tersebut memantik reaksi keras dari kaum konservatif.

Sementara pada tahun 2018, Paus Fransiskus mengaku melakukan "kesalahan besar" dalam upaya penanganan krisis pelecehan seksual di Chile.

Awalnya dianggap sebagai tuduhan fitnah terhadap seorang uskup yang dicurigai melindungi seorang imam predator.

Namun tidak lama setelah itu, dia meminta maaf kepada semua pihak yang telah merasa tersakiti karena sikapnya tersebut.

Dia berharap dapat melakukannya secara pribadi dengan bertemu langsung dengan para korban.

Keadaan Pernikahan Sejenis

Yayasan Kampanye Hak Asasi Manusia (Human Rights Campaign) menggali dan mencatat perkembangan pengakuan hukum atas pernikahan sesama jenis di seluruh dunia.

Bekerja sama dengan alumni dan mitra global HRC di seluruh dunia, yayasan ini memperjuangkan suara komunitas, pendukung nasional dan regional, dan pembelajaran untuk memperoleh pengakuan gerakan kesetaraan pernikahan.

Dicatat pada laman resmi lembaga tersebut, saat ini tercatat ada 36 negara yang telah melegalkan pernikahan sesama jenis.

Di antaranya, Andorra, Argentina, Australia, Austria, Belgia, Brasil, Kanada, Chili, Kolombia, Kosta Rika, Kuba, Denmark, Ekuador, Estonia.

Selain itu, ada Finlandia, Prancis, Jerman, Yunani, Islandia, Irlandia, Luksemburg, Malta, Meksiko, Belanda, Selandia Baru, Norwegia.

Termasuk Portugal, Slovenia, Afrika Selatan, Spanyol, Swedia, Swiss, Taiwan, Inggris, Amerika Serikat, dan Uruguay.

Penglegalisasian kesetaraan pernikahan/pernikahan sejenis oleh negara-negara ini melalui undang-undang dan keputusan pengadilan.

Daftar Perkembangan Terakhir

Beberapa negara belakangan ini secara resmi mensahkan pernikahan sesama jenis:

1. Yunani. Sampai hari ini, negara ini tercatat sebagai negara yang mengesahkan pernikahan sesama jenis.

Pada tanggal 15 Februari 2024, Parlemen Yunani melakukan pemungutan suara untuk kepentingan melegalkan pernikahan sesama jenis termasuk melegalkan adopsi sesama jenis.

Yunani menjadi negara mayoritas Kristen Ortodoks pertama yang melakukan hal tersebut.

2. Estonia. Parlemen Estonia menyetujui kesetaraan pernikahan pada tanggal 20 Juni 2023 lalu.

Negara ini menjadi negara pasca-Uni Soviet pertama yang melegalkan pernikahan sesama jenis.

Diketahui, undang-undang tersebut mulai berlaku 1 Januari 2024.

3. Kuba. Pada 25 September 2022, dalam referendum nasional, rakyat Kuba menerima dan menyetujui Kode Keluarga yang mencakupi ketentuan yang mengizinkan pasangan sesama jenis untuk menikah.

4. Andorra. Pada tahun yang sama, tepatnya 21 Juli, badan legislatif unikameral Andorra dan Dewan Umum, dengan semangat yang sama sepakat melegalkan hal ini.

Mereka memutuskan untuk mengubah undang-undang serikat sipil di negara tersebut untuk memasukkan kesetaraan pernikahan bagi pasangan sesama jenis.

5. Slovenia. Sebelumnya Mahkamah Konstitusi Slovenia memutuskan bahwa larangan pernikahan sesama jenis melanggar konstitusi Slovenia. Keputusan itu tertulis sejak 8 Juli 2022 lalu.

Mereka memberikan waktu 6 bulan kepada parlemen Slovenia untuk mengesahkan undang-undang tersebut.

Pihak parlemen kemudian mengesahkan desakan itu pada 4 Oktober di tahun yang sama. Hal ini sebagai lanjutan dari keputusan pengadilan.

6. Chili. Pada tanggal 9 Desember 2021, presiden Chili menandatangani undang-undang kesetaraan pernikahan yang sudah disahkan oleh pihak Senat pada tanggal 7 Desember dan majelis rendah pada tanggal 23 November.

Namun jauh sebelum itu (2015), persatuan sipil sesama jenis telah disahkan.

7. Swiss. Undang-undang yang memperluas pernikahan bagi pasangan sesama jenis resmi diterbitkan oleh Parlemen Swiss pada 16 Desember 2020.

Dalam referendum publik yang diadakan pada bulan September 2021 secara mayoritas menegaskan dukungan terhadap kesetaraan pernikahan sebesar 64%.

8. Kosta Rika. Mahkamah Agung Kosta Rika memutuskan pada bulan November 2018 memberi dukungan terhadap pendapat penasihat Pengadilan Hak Asasi Manusia Inter-Amerika yang bersejarah.

Kesetaraan pernikahan konsisten dengan kewajiban Kosta Rika berdasarkan Konvensi Amerika tentang Hak Asasi Manusia.

Mahkamah Agung menetapkan tanggal 26 Mei 2020 sebagai batas waktu bagi Majelis Nasional untuk mengesahkan undang-undang tersebut.

Namun batas waktu tersebut tidak dipenuhi, dan kesetaraan pernikahan mulai berlaku pada tanggal tersebut.

9. Austria. Kesetaraan pernikahan mulai berlaku 1 Januari 2019.

Sebelumnya Mahkamah Konstitusi Austria memutuskan pada tanggal 4 Desember 2017 bahwa penolakan kesetaraan pernikahan adalah tindakan diskriminatif.

10.Taiwan. Mahkamah Konstitusi Taiwan memutuskan pada tahun 2017 bahwa pernikahan tidak dapat dibatasi pada pasangan lawan jenis saja.

MK setempat memberikan waktu dua tahun kepada parlemen untuk mengesahkan undang-undang yang melegalkan pernikahan sesama jenis.

Parlemen mengesahkan undang-undang untuk melegalkan pernikahan sesama jenis yang mulai berlaku pada 24 Mei 2019.

11. Taiwan kemudian menjadi negara pertama yang memberlakukan kesetaraan pernikahan di Asia.

12. Ekuador. Aturan pernikahan sesama jenis di negara ini disahkan setelah Mahkamah Konstitusi Ekuador memutuskan bahwa larangan tersebut inkonstitusional.

Kesetaraan pernikahan atau pernikahan sesama jenis mulai berlaku di Ekuador pada 8 Juli 2019.

Editor : Norben Syukur

Tag : #Paus Fransiskus    #LGBTQ    #Internasional    #Vatikan    #Agama Katolik    #Uskup Italia   

BACA JUGA

BERITA TERBARU