PARBOABOA, Medan – Sebuah pasar yang diberi nama Sioldengan sudah berusia 4 tahun dan belum juga dioprasikan. Akibatnya, beberapa kerusakan pun mulai terlihat akibat bangunannya tak kunjung ditempati.
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Labuhanbatu, Sumatera Utara (Sumut) membagun pasar Sioldengan sejak September 2017 itu. Rencananya, pasar akan mulai beroperasi pada awal 2018. Namun, hingga kini rencana tersebut tak kunjung diwujudkan.
Bangunan pasar ini diperkirakan seluas 1,5 hektare yang menghabiskan total biaya sebesar Rp 9,2 Miliar. Dana tersebut diketahui bersumber dari APBN 2017 dan APBD 2019.
Pembangunan pasar ini dilakukan dalam tiga tahap. Pertama, fisik bangunan senilai Rp 5,7 Miliar yang berasal dari APBN 2017 yang dilakukan semasa pemerintahan Bupati Pangonal Harahap. Kedua, dilanjut dengan pembangunan pagar senilai Rp 2,4 Miliar. Ketiga, pembangunan parit senilai Rp 1 Miliar. Dananya bersumber dari APBD 2019, pada masa Bupati Andi Suhaimi Dalimunthe.
Rencana pembangunan Pasar Sioldengan ditujukan untuk mengakomodasi masyarakat di Kecamatan Rantau Selatan. Selama ini jika hendak ke pasar, maka masyarakat Rantau Selatan harus menempuh jarak minimal 3 Km untuk sampai di Pasar Glugur di Rantau Utara.
Dengan kondisi lalu lintas yang ada saat ini, jarak tersebut minimal ditempuh dalam waktu 10 menit. Itu sebabnya secara ekonomi keberadaan Pasar Sioldengan sebenarnya sangat baik.
Plt Kadis Kominfo Labuhanbatu Rajid Yuliawan mengatakan, Pemkab akan segera mengoperasikan Pasar Sioldengan. Menunggu terbitnya payung hukum yang saat ini sedang menunggu persetujuan dari Pemerintah Provinsi.
"Perbup tentang pelayanan pasar (yang ada) perlu dilakukan revisi. Dimana revisi Perbup kita harus minta eksamininasi ke gubernur dalam hal ini melalui Kabag Hukum Setdakab Labuhanbatu yang memfasilitasi ke Biro Hukum Provinsi Sumut," kata Rajid, Selasa (12/10).
Rajid mengatakan, masalah pasar ini juga menjadi perhatian Bupati Labuhanbatu Erik Adtrada Ritonga. Bupati telah meminta dinas terkait untuk segera menuntaskan kendalanya.
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Labuhanbatu, Dr Sumitro mengatakan penundaan ini menunjukkan adanya kesalahan yang telah dilakukan Pemkab Labuhanbatu. Seharusnya Pemkab telah melakukan kajian menyeluruh sebelum memulai suatu pembangunan.
"Kenapa bisa setelah selesai dibangun kok malah ditunda. Kan gak mungkin itu pembangunan tidak menyesuaikan dengan peraturan kan. Apa memang programnya itu, waktu itu menyalahi ? Itu tanda tanya juga," katanya.
"Seharusnya dalam sebuah tata laksana pemerintahan, rencana pembangunan itu telah matang, termasuk harus sesuai dengan blue print (cetak biru) nya. Bukan ujug-ujug langsung dibangun," sambungnya.
Selain itu, Sumitro juga mempertanyakan urgensi peraturan yang disebutkan sedang dibuat Pemkab tersebut. Karena menurutnya jika kepentingan sosial kemasyarakatan nya ternyata lebih dominan, maka pemerintah pun harus bisa bersikap bijaksana dengan mengedepankan kepentingan sosial kemasyarakatan.
"Terlepas dari segala permasalahannya, itu harus segera beroperasi. Karena memang dibutuhkan masyarakat dan meningkatkan perekonomian daerah. Terutama daerah Rantau Selatan," ucapnya.