PARBOABOA, Jakarta – Partai Buruh bakal melaporkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terkait tiga dugaan pelanggaran pada hari ini, Senin (13/6).
Menurut Kepala Badan Pengkajian Strategis Kepesertaan dan Pemenangan (BPSKP) Partai Buruh Said Salahudin mengatakan, salah satu dugaan pelanggaran, yakni terkait persyaratan pendaftaran dan verifikasi parpol.
"Pertama, pelanggaran terkait persyaratan anggota partai yang secara substansi diharuskan bertempat tinggal sesuai dengan alamat yang tercantum pada KTP elektronik. Substansi aturan ini termuat dalam draf Peraturan KPU tentang pendaftaran dan verifikasi," kata Said dalam keterangannya, Senin (13/6).
Dengan adanya aturan tersebut, dikatakan Said, apabila buruh pabrik asal Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, yang bekerja di Kabupaten Tangerang Banten hanya boleh terdaftar sebagai anggota di kepengurusan Partai Buruh Kabupaten Sumenep.
Selanjutnya, ketika yang bersangkutan menjadi anggota atau pengurus Partai Buruh Kabupaten Tangerang sesuai domisili, status keanggotaannya berpotensi bermasalah saat pelaksanaan verifikasi faktual dan statusnya sebagai anggota Partai Buruh berpotensi dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) oleh KPU.
"Nah, aturan yang semacam itu jelas pelanggaran terhadap hak konstitusional dan hak asasi manusia karena bertentangan dengan UUD 1945 dan Kovenan internasional tentang hak sipil dan politik," ujarnya.
Kedua, Said mengatakan bahwa terkait masa kampanye yang berlangsung selam 75 hari, aturan ini jelas menyimpang dan bertentangan dengan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Ia menyebutkan, dalam konstruksi UU Pemilu masa kampanye didesain paling sedikit 7 bulan dan bahkan dapat dibuat sampai dengan sembilan bulan.
Said menganggap, KPU telah salah kaprah dalam mengartikan persoalan kampanye. Sebab, kampanye sebenarnya adalah hak rakyat untuk mengetahui visi dan misi serta program partai politik.
Untuk itu, Said mengatakan bahwa seharusnya kampanye dinilai sebagai kepentingan untuk memberikan pendidikan politik kepada pemilih, bukan hanya kepentingan peserta pemilu saja.
"Jadi, dengan disunatnya waktu kampanye oleh KPU, hal itu dapat dimaknai bahwa KPU secara sengaja ingin membatasi hak dan kesempatan masyarakat untuk memperoleh sebanyak-banyaknya informasi tentang peserta Pemilu dan membatasi waktu bagi masyarakat untuk berpikir serta menimbang-nimbang calon yang kelak akan dipilihnya di Pemilu," paparnya.
Ketiga, Said menuturkan bahwa terkait terbitnya PKPU Nomor 3 Tahun 2022 Tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum 2024.
Dalam aturan itu, kata Said, KPU terlihat jelas tidak memiliki persiapan yang matang untuk melaksanakan Pemilu 2024.
"Baru kali ini saya menemukan ada PKPU yang mengatur mengenai jadwal tahapan, isinya umum sekali. Seperti kisi-kisi saja. Tidak ada rincian yang jelas dari tiap-tiap tahapan yang akan dilaksanakan," ungkapnya.
"Di sini saya lihat KPU seperti main-main dalam mempersiapkan Pemilu 2024. Padahal dari Pemilu ini kita hendak membentuk pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk periode lima tahun berikut," tukasnya.
Terakhir, Said menegaskan kembali bahwa pihaknya akan melaporkan KPU ke Bawaslu terkait aturan tersebut. Ia berharap pihak Bawaslu dapat memberikan tindakan guna meluruskan peraturan-peraturan yang telah di tetapkan tersebut
"Beberapa persoalan diatas itulah yang akan kami laporkan kepada Bawaslu. Sebagai lembaga yang bertugas meluruskan penyimpangan Pemilu jelas Bawaslu harus mengambil tindakan terhadap KPU," tutupnya.