Siap-siap! OJK Bakal Terbitkan Aturan Baru Soal Bunga Pinjol

OJK telah merencanakan penerbitan peraturan baru mengenai pembatasan suku bunga. (Foto:Istockphoto/Microstockhub)

PARBOABOA, Jakarta - Penekanan terhadap suku bunga pinjaman online (pinjol) telah mendorong Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merencanakan penerbitan peraturan baru mengenai pembatasan suku bunga.

Edi Setijawan, Kepala Departemen Pengawasan Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya di OJK, mengungkapkan bahwa peraturan baru ini akan segera diterbitkan. 

Menurutnya, langkah ini diambil sebagai respons terhadap dugaan yang dilontarkan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengenai kemungkinan adanya kartel dalam penetapan suku bunga pinjol yang merugikan konsumen.

Sebelumnya, KPPU telah menginvestigasi dugaan adanya praktek kolusi dan pengaturan suku bunga pinjaman yang merugikan konsumen di sektor pinjaman online (pinjol). 

KPPU juga sedang memeriksa keterlibatan Asosiasi Fintech Pendanaan Indonesia (AFPI) dalam hal ini.

Guna menangani permasalahan tersebut, KPPU telah mengumumkan pembentukan satuan tugas khusus dan tahap awal investigasi dijadwalkan akan selesai dalam waktu paling lambat 14 hari.

Lebih lanjut, Edi juga menjelaskan bahwa Asosiasi Fintech Pendanaan Indonesia (AFPI) awalnya menetapkan suku bunga sebesar 0,8 persen pada 2017. 

Seiring berjalannya waktu, angka tersebut mengalami penyesuaian, dan pada 2022, suku bunga telah diturunkan menjadi 0,4 persen.

Penurunan suku bunga tersebut terutama berlaku untuk pinjaman berjangka pendek dengan tenor kurang dari 90 hari, karena bisnis mereka memiliki perputaran yang cepat.

Adapun untuk pinjaman dengan tenor lebih dari 90 hari, berdasarkan data yang ada, suku bunga pinjaman produktif cenderung berada di bawah angka 0,4 persen, bahkan ada yang mencapai 0,1 hingga 0,2 persen. 

Kasus Bunga Tinggi Pinjaman Online

Sebelumnya, OJK telah merespons permasalahan mengenai suku bunga yang tinggi di platform peer to peer (P2P) AdaKami.

Platform ini telah mendapat kritik karena suku bunga yang dinilai terlalu tinggi oleh beberapa pihak.

Namun, sorotan publik terhadap kasus ini meningkat ketika seorang individu berbagi pengalaman tragis di media sosial. 

Cerita ini mengungkapkan bahwa seorang anggota keluarga mereka telah meninggal karena tekanan dari penagih utang (debt collector) pinjaman online.

Korban tragis ini telah mengakhiri hidupnya pada bulan Mei 2023. Namun, kasus ini baru terkuak belakangan karena keluarganya merasa malu mengenai kejadian tersebut.

Terungkap bahwa terduga korban memiliki hutang sebesar Rp9,4 juta, namun dikenakan pembayaran sekitar Rp18 - Rp19 juta karena biaya administrasi yang tinggi.

Setelah itu, terduga korban terus menerima teror, bahkan di tempat kerjanya, yang akhirnya menyebabkan dia dipecat, dan akhirnya membuatnya mengakhiri hidupnya.

Setelah pemecatan, terduga korban terus mendapatkan pesanan makanan fiktif dan dihadapi oleh beberapa pengemudi yang datang berkali-kali dalam sehari.

Meskipun keluarga korban telah menginformasikan kepada penagih utang bahwa korban telah meninggal, pesanan makanan fiktif terus berdatangan tanpa henti.

Editor: Wenti Ayu
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS