PARBOABOA, Jakarta - Kasus penjualan obat-obatan terlarang jenis G di Jakarta berhasil dibongkar Direktorat Reserse Kriminal (Ditkrimsus) Polda Metro Jaya.
Polisi telah menangkap empat tersangka yang berprofesi sebagai tenaga kesehatan (nakes) dalam kasus tersebut, di antaranya APAH (42), S (27), RNI (20), dan ERS (49).
Dirreskrimsus Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Safri Simanjuntak mengatakan, obat keras yang dijual asisten dokter hingga apoteker itu sering dipakai para pelaku tawuran di Jakarta.
Modus yang dilakukan para tersangka adalah dengan membuat resep obat, meskipun mereka tidak terdaftar sebagai tenaga kesehatan yang tidak memiliki ijin.
"Dari 26 tersangka yang merupakan tenaga kesehatan ada empat orang yang berprofesi sebagai nakes," ungkap Ade dikutip pada Rabu (23/8/2023).
Selain itu, modus lain yang dilakukan para tersangka adalah melalui pabrik yang tidak sesuai ketentuan yang kemudian diedarakan di Indonesia tanpa izin resmi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Kasus peredaran obat keras ini, kata Ade, berhasil dibongkar setelah banyaknya aksi premanisme yang terjadi di wilayah hukum Polda Metro Jaya.
Menurutnya, obat-obat tersebut diketahui memiliki efek yang berbahaya, baik dari psikomotorik, pengaruh psikologis hingga resiko over dosis.
Atas perbuatannya, para tersangka diancam pidana penjara paling lama 15 tahun dan pidana denda paling banyak Rp1,5 miliar.
Berbahaya Tanpa Resep Dokter
Mengutip Journal of Health, Education and Literacy, obat golongan G adalah obat keras yang peredarannya hanya dapat dilakukan jika melalui resep dokter.
Dalam situs resmi kemenkes.go.id, obat jenis G dikategorikan sebagai "obat-obat jenis tertentu" yang bekerja di sistem susunan syaraf pusat selain narkotika dan psikotropika, yang jika digunakan melebihi dosis terapi dapat menyebabkan ketergantungan dan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
Beberapa contoh obat jenis ini di antaranya somadril dan tramadol. Kedua obat ini termasuk obat analgesik yang mempunyai efek menghilangkan atau mengurangi nyeri tanpa disertai hilangnya kesadaran atau fungsi sensorik lainnya.
Pada peruntukkan penggunaan, somadril dan tramadol merupakan obat analgesik yang digunakan untuk mengatasi sakit dan rasa nyeri baik akibat cedera otot, seperti keseleo maupun setelah operasi.
Namun, dalam perkembangannya, penggunaan obat keras ini menjadi trend baru di kalangan remaja yang kerap berdampak pada aksi-aksi kriminal. Padahal, mengutip kemenkes.go.id, penggunaan dengan dosis berlebih dapat berakibat fatal pada gagal jantung dan pernafasan.
Dalam sebuah studi penelitian kolaborasi yang dilakukan Politeknik Karya Persada Muna dan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universita Hasanudin, menemukan keterkaitan yang erat antara perilaku premanisme remaja dengan penggunaan obat jenis G.
Studi dengan lokus penelitian di Makasar itu menunjukkan bahwa, penggunaan obat keras ini berdampak pada prilaku para remaja. Setelah mengkosumsi obat keras tersebut, para remaja cenderung terlibat dalam tawuran atau perilaku premanisme lainnya.
Selain itu, penelitian tersebut juga menunjukkan, mudahnya mereka mendapatkan obat keras ini dengan harga yang murah, berkisar Rp25 ribu per papannya dengan jumlah 20 pil. Sedangkan untuk ukuran kecil dengan 5 pil, mereka hanya perlu mengeluarkan uang Rp5 ribu.
Badan Narkotika Nasionan (BNN) sebelumnya sudah memberikan alarn soal bahaya penggunaan obat jenis G. Obat keras ini bahkan memiliki efek yang lebih dahsyat dari Narkoba dan berpotensi menjadi narkotika jenis baru (New Psychoactive Substances).
Editor: Andy Tandang