3,5 Juta Masyarakat Indonesia Terpapar Judol: Bagaimana Penanganan Medisnya?

Ilustrasi praktik judi online (judol) di Indonesia (Foto: Dok. Unair)

PARBOABOA, Jakarta – Praktik judi online (judol) telah merambah kalangan masyarakat, baik dari kelompok berpenghasilan menengah bawah maupun menengah atas.

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan bahwa jumlah pemain judol di Indonesia kini telah mencapai 3,5 juta orang. 

Jumlah ini mengalami peningkatan dari total semula 2,7 juta orang terhitung sejak 2017-2022. Nilai transaksinya pun beragam, mulai dari Rp 2 triliun hingga Rp 104,41 triliun. 

Menariknya, hampir 80% atau sekitar 2,8 juta orang dari mereka berasal dari kalangan masyarakat menengah bawah.  

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dalam Siaran Pers pada Senin (22/08/2022) lalu telah mengumumkan sejumlah langkah preventif untuk mencegah praktik serupa di masa depan.

Upaya tersebut, antara lain dilakukan dengan pemutusan akses judol, penegakan hukum atas pelaku, dan membuka kanal aduan masyarakat.  

Sementara itu, dokter spesialis jiwa, Kristiana Siste, dalam diskusi online pada Jumat (26/07/2024) membagikan strategi komprehensif untuk mengatasi kecanduan judol. 

Paparan tersebut meliputi langkah penanganan awal, penanganan komorbiditas, serta pencegahan kekambuhan. Tujuannya adalah memberikan panduan lengkap untuk menangani adiksi judol. 

Menurut Siste, langkah pertama adalah mendeteksi tanda-tanda awal adiksi, seperti kebohongan mengenai frekuensi dan jumlah taruhan serta perilaku bertaruh yang melampaui batas kemampuan finansial individu. 

Setelah indikasi kecanduan teridentifikasi, edukasi kepada keluarga dan masyarakat sangat penting untuk memahami dampak luas dari judol. 

Edukasi ini tidak hanya meningkatkan kesadaran tetapi juga memberikan dukungan emosional yang diperlukan untuk pemulihan. 

Langkah selanjutnya adalah diagnosis yang tepat dan terapi yang sesuai. Terapi ini meliputi pendekatan multidisiplin, termasuk terapi kognitif perilaku dan konseling. 

Siste menekankan pentingnya relapse prevention therapy sebagai bagian integral dari perawatan, karena adiksi judol merupakan penyakit kronik yang sering mengalami kekambuhan. 

Pencegahan kekambuhan menjadi kunci untuk memastikan bahwa individu yang terdampak tidak kembali ke perilaku adiktif setelah menjalani terapi.

Langkah kedua adalah terapi untuk komorbiditas. Dalam menangani kecanduan judol, perhatian juga perlu diberikan pada komorbiditas yang sering menyertainya, seperti gejala fisik, ide bunuh diri, dan gangguan depresi. 

Siste menjelaskan terapi harus mencakup perbaikan pada fungsi sosial, fisik, dan mental individu, serta peningkatan kualitas hidup secara keseluruhan. 

Penggunaan terapi obat dapat membantu mengurangi impulsivitas yang tinggi yang disebabkan oleh kerusakan pada bagian otak terkait dengan perilaku adiktif. 

Selain terapi psikoterapi, Siste merekomendasikan terapi terbaru seperti simulasi otak. Terapi ini membantu memperbaiki aktivitas otak yang terganggu akibat kecanduan, sehingga mendukung proses pemulihan dengan lebih baik.

Dengan pendekatan yang holistik, diharapkan individu yang mengalami kecanduan dapat memperoleh dukungan yang menyeluruh untuk memulihkan kualitas hidup mereka.

Langkah ketiga adalah screening dini dan kerja sama dalam pemberantasan judol. Menurut Siste, screening dini sangat penting untuk mendeteksi kecanduan judi sejak awal dan mencegah kerusakan yang lebih serius. 

Data epidemiologi menunjukkan sekitar 1,4 persen dari populasi dewasa di seluruh dunia dan 2 persen di Indonesia mengalami gangguan judi yang signifikan. 

Angka ini menegaskan bahwa kecanduan judi adalah masalah kesehatan masyarakat yang serius. 

Remaja juga menjadi kelompok yang rentan, dengan prevalensi kecanduan berkisar antara 0,2 hingga 12,3 persen. 

Untuk menangani praktik judol secara efektif, Siste menggarisbawahi perlunya kerja sama yang erat antara pemerintah dan tenaga kesehatan. 

Pemerintah diharapkan mengambil tindakan tegas dalam memblokir situs judol, sementara tenaga kesehatan harus fokus pada edukasi pencegahan dan pemberian dukungan yang diperlukan. 

Kolaborasi ini sangat penting untuk menurunkan angka kecanduan judi dan memastikan individu yang terdampak mendapatkan perawatan yang memadai. 

Dengan pendekatan yang terkoordinasi, diharapkan tingkat kecanduan judol dapat ditekan dan individu yang mengalami adiksi dapat kembali menjalani hidup dengan lebih baik.

Editor: Defri Ngo
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS