PARBOABOA - Menjelang Hari Raya Idul Fitri 2024, suasana di seluruh Indonesia dipenuhi dengan antusiasme dan kegembiraan. Di setiap sudut kota, orang-orang mulai bersiap untuk melaksanakan tradisi yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya kita, yaitu mudik.
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) bersama Badan Kebijakan Transportasi (BKT), Badan Pusat Statistik, Kementerian Komunikasi dan Informatika, serta kerjasama dengan para pakar dan akademisi transportasi, telah melakukan survei mengenai potensi pergerakan masyarakat selama Lebaran 2024.
Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi, menyatakan bahwa berdasarkan survei tersebut, diperkirakan sekitar 71,7% penduduk Indonesia, atau sekitar 193,6 juta jiwa, akan melakukan perjalanan mudik.
Hasil survei ini telah disampaikan kepada Presiden Joko Widodo dan para pemangku kepentingan terkait, termasuk kementerian/lembaga, pemerintah daerah, Korlantas Polri, BUMN, dan sektor swasta.
Namun, di tengah semua keseruan dan kehangatan perjalanan mudik, tidak boleh lupa akan keselamatan. Kondisi jalan yang padat dan lelah akibat perjalanan jauh bisa menjadi pemicu kecelakaan yang mengancam nyawa.
Dalam menghadapi lonjakan pemudik yang signifikan, penting untuk mempersiapkan diri dan memahami faktor-faktor yang bisa menyebabkan kecelakaan, seperti microsleep.
Apa itu Microsleep?
Menurut National Sleep Foundation, microsleep dijelaskan sebagai suatu keadaan di mana individu secara tiba-tiba tertidur selama beberapa detik tanpa sadar. Fenomena ini dapat terjadi kapanpun, tidak hanya pada malam hari.
Kondisi ini memungkinkan seseorang tetap membuka mata, namun otaknya tidak berfungsi sebagaimana mestinya atau berada dalam kondisi seperti saat tidur.
Dra. A. Kasandra Putranto, seorang terkemuka di bidang Psikologi Forensik, mengungkapkan bahwa kelelahan dan rasa kantuk merupakan faktor utama pemicu fenomena microsleep, yang berpotensi menyebabkan kecelakaan (Ariansyah, 2019).
Kelelahan ini sering kali disebabkan oleh kurangnya waktu tidur dan istirahat berkualitas, khususnya bagi mereka yang biasa memiliki pola tidur yang teratur.
Selain itu, kondisi kesehatan dan penggunaan obat-obatan tertentu juga dapat meningkatkan risiko microsleep.
Berdasarkan data dari Universitas Indonesia, diperkirakan 35% pengemudi berpotensi mengalami kecelakaan akibat microsleep.
Lebih lanjut, risiko kecelakaan meningkat hampir mencapai 100% jika frekuensi microsleep melebihi 50% selama periode empat menit.
Oleh karena itu, sangat penting untuk memahami cara menghindari dan mencegah kondisi ini, terutama saat berkendara di musim mudik, mengingat terjadi peningkatan signifikan jumlah pemudik.
Penyebab Microsleep
Melansir Sleep Foundation, penyebab utama dari fenomena microsleep adalah rasa kantuk dan kekurangan tidur.
Kondisi seperti gangguan tidur yang mengakibatkan kurangnya kualitas atau kuantitas tidur sering kali berkaitan erat dengan terjadinya microsleep.
Untuk mengerti lebih dalam tentang korelasi antara gangguan tidur dan microsleep, diperlukan penelitian lebih ekstensif.
Individu yang biasanya bekerja dengan sistem shift, khususnya, mungkin merasa bahwa topik microsleep sangat relevan. Hal ini disebabkan oleh risiko yang hampir tiga kali lebih tinggi untuk mengalami kecelakaan kendaraan dibandingkan dengan orang yang memiliki jadwal tidur reguler.
Demikian pula orang dengan kondisi seperti insomnia dan apnea tidur obstruktif juga berisiko lebih tinggi terlibat dalam kecelakaan kendaraan. Penelitian lanjutan dapat membantu memahami sejauh mana risiko ini dapat dikaitkan dengan microsleep.
Penting untuk dicatat, microsleep bisa terjadi pada siapa saja, bahkan pada mereka yang mendapat istirahat yang cukup, khususnya saat melakukan aktivitas yang monoton atau kurang menarik.
Kehadiran microsleep tidak secara otomatis berarti seseorang mengalami kekurangan tidur atau gangguan tidur.
Ciri-ciri Microsleep
Kasandra memaparkan bahwa saat terjadi microsleep, mata seseorang dapat secara spontan terpejam dan otaknya berhenti memproses informasi sekitar.
Hal ini dapat mengakibatkan pengemudi kehilangan kendali, gagal memperhatikan lingkungan, dan mengalami penurunan konsentrasi, yang semuanya meningkatkan risiko terjadinya kecelakaan lalu lintas.
Kasandra juga menjelaskan ciri-ciri yang menandai seseorang mengalami microsleep saat mengemudi.
Diantaranya adalah mata yang terasa berat, kesulitan konsentrasi, pandangan yang kabur, lupa akan detail perjalanan singkat (seperti melewatkan belokan atau melanggar rambu), mengemudi dengan kecepatan yang tidak konsisten, dan rasa mengantuk yang mendadak.
Lebih lanjut, menurut Sleep Foundation, beberapa ciri dan gejala dari microsleep antara lain adalah:
Mata Tertutup Sebagian atau Seluruhnya
Microsleep sering ditandai dengan mata yang tertutup sebagian atau bahkan seluruhnya, meskipun fenomena ini juga dapat terjadi dengan mata terbuka.
Kepala Mengangguk
Gejala umum lain dari microsleep adalah kepala yang terlihat mengangguk, sebagai tanda kehilangan kesadaran sementara.
Kurangnya Kesadaran
Banyak orang tidak menyadari bahwa mereka telah mengalami microsleep, sering kali menganggapnya sebagai momen ketika mereka hanya berhenti memperhatikan.
Penurunan Respons Terhadap Rangsangan Eksternal
Selama microsleep, respons terhadap rangsangan eksternal, seperti suara atau visual, menurun signifikan.
Pergerakan Mata Melambat
Penelitian menunjukkan bahwa pergerakan mata menjadi lebih lambat menjelang episode microsleep, meskipun ini sering tidak disadari oleh individu yang mengalaminya.
Pelebaran Pupil
Pelebaran pupil juga bisa menjadi indikator yang menunjukkan seseorang sedang mengalami microsleep.
Penggunaan Teknologi untuk Deteksi
Teknologi seperti alat pelacak mata dan video wajah, bersama dengan pembelajaran mesin, dapat mengidentifikasi perubahan perilaku yang mengindikasikan microsleep.
Pencegahan Microsleep
Untuk mencegah terjadinya microsleep, khususnya selama periode mudik, Kasandra menyarankan beberapa strategi khusus.
Diantaranya adalah beristirahat yang cukup sebelum berkendara, menentukan waktu dan lokasi istirahat jika perjalanan jauh, bergantian mengemudi dengan penumpang lain yang mampu, dan melakukan aktivitas yang dapat menjaga kesadaran pengemudi, seperti mendengarkan musik atau mengunyah permen.
Penting juga untuk memperhatikan bahwa kebutuhan tidur setiap individu berbeda, tergantung pada usia, jenis kelamin, dan kondisi fisik serta mental.
National Sleep Foundation merekomendasikan tidur minimal 7–9 jam setiap malam sebelum mengemudi. Namun, tidak hanya kuantitas tidur yang penting, tetapi juga kualitasnya.
Obat-obatan tertentu dan kafein dapat mempengaruhi kemampuan mengemudi. Obat yang memiliki efek relaksasi dapat meningkatkan rasa kantuk, sementara kafein dapat meningkatkan kewaspadaan dan konsentrasi secara sementara.
Meskipun demikian, penggunaan kafein harus diperhatikan dosisnya. Sebelum mengemudi setelah mengonsumsi obat, penting untuk memahami efek samping dan komposisinya.
Sebagai tindakan pencegahan, Kasandra menyarankan pengemudi untuk segera bergantian mengemudi dengan anggota kelompok lainnya atau berhenti untuk beristirahat jika merasa lelah.
Ia menganjurkan, beristirahat singkat di rest area dengan tidur sejenak atau menghirup udara segar dapat membantu pengemudi kembali segar, sesuai dengan rekomendasi dari Centers for Disease Control and Prevention.
Editor: Ester