PARBOABOA - Torang, bukan nama sebenarnya, bicara blak-blakan. Ia bercerita bagaimana prosesnya menduduki posisi pimpinan di salah satu sekolah negeri bergengsi di Kota Pematangsiantar.
Semuanya bermula sekitar 2022 lalu. Seorang pejabat di dinas pendidikan menawarkannya menjadi kepala sekolah di sana.
Tapi, ia harus merogoh kocek sebagai imbalan untuk pejabat tadi. Setelah melewati pertimbangan macam-macam, ia menyanggupi.
"Kalau dihitung-hitung, saya habis Rp80 jutaan," katanya kepada Parboaboa, awal Februari lalu.
Uang itu dia berikan sebagai pelicin untuk memuluskan proses perpindahan tugasnya ke sekolah tersebut. Di awal, ia dimintai uang muka Rp16 juta secara tunai.
Selanjutnya, ketika proses pengurusan mutasi berjalan, ada permintaan tambahan Rp20 juta lewat transaksi transfer. Lalu, ia diminta lagi membayar tunai Rp14 juta.
Pembayaran yang terakhir terjadi pada 2023, ketika surat keputusan mutasinya sudah terbit. Torang merogoh kocek tambahan Rp30 juta.
Bukan hanya sekali Torang menggunakan uang pelicin untuk memuluskan mutasi. Di 2018, ia juga pernah melakukan hal serupa.
Waktu itu ia yang masih berstatus guru mata pelajaran. Karena satu dan lain hal, ia sempat ditunjuk menjadi pelaksana tugas kepala salah satu sekolah negeri di Pematangsiantar.
Kebetulan, pada tahun itu juga ada pembukaan lowongan kepala sekolah. Torang lantas mendaftar dan mengikuti pendidikan dan pelatihan (diklat) kepala sekolah.
Selama proses diklat, Torang harus melengkapi banyak syarat administrasi. Beberapa di antaranya seperti berkas seleksi akademik diklat calon kepala sekolah (cakes), berkas telah mengikuti uji kompetensi program lelang jabatan kepala sekolah, serta analisis beban kerja (ABK) dan analisis jabatan.
Selain itu masih ada persyaratan lain berupa Surat Tanda Tamat Pendidikan dan Pelatihan (STTPL) dari Kepala Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Sumatra Utara yang merupakan syarat utama untuk diangkat menjadi kepala sekolah.
Banyaknya urusan administrasi tersebut, membuat Torang kewalahan. Saat itulah ia bertemu seorang pejabat struktural Dinas Pendidikan Pematangsiantar, sebut saja namanya Ardianto.
Ardianto menawarkan kemudahan agar Torang bisa menjadi kepala sekolah tanpa repot mengurus dokumen persyaratan.
Selain itu, Torang juga dibantu seorang pegawai di Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Pematangsiantar.
Kedua orang inilah yang memfasilitasi Torang melewati proses menjadi kepala sekolah. Sebagai imbalannya, kedua orang itu meminta uang. Torang mengingat permintaan pelicin itu besarnya Rp100 juta.
"Rincian untuk siapa saja uang itu, saya kurang tahu," jelas Torang.
Sementara itu, dari Ardianto, Parboaboa, mendapat informasi bagaimana praktik uang pelicin mutasi berlaku di Dinas Pendidikan Pematangsiantar. Ia punya pengalaman lebih dari satu dekade membantu pengurusan mutasi pegawai.
Menurut pria tersebut, ada dua hal yang menyebabkan praktik semacam itu marak: banyaknya syarat administrasi mutasi dan ketidaktahuan para ASN.
Ia mengklaim, 50 persen mutasi yang terjadi di Dinas Pendidikan menggunakan jasanya. Ia tidak sendirian dalam memuluskan proses mutasi.
Pejabat struktural dan fungsional, menurut pengakuannya, juga dilibatkan. Tarif yang dipatoknya bervariasi, dari ratusan ribu sampai puluhan juta rupiah.
"Paling tinggi itu sampai Rp100 jutaan. Tapi ini untuk kepsek (kepala sekolah) saja," katanya kepada Parboaboa.
Ongkos pelicin mutasi posisi tertentu, seperti kepala sekolah, dipatok oleh pejabat lain yang posisinya lebih tinggi darinya. Yang jelas, ada banyak variabel yang menentukan nominal yang harus disetor.
Ia mencontohkan, seberapa banyak berkas mutasi yang harus dipersiapkan. Semakin banyak dokumennya, makin tinggi pula harga yang dipatok.
Akan tetapi, di level posisi tertentu, tidak cuma urusan dokumen yang jadi pertimbangan. Ia menjelaskan lebih lanjut hitung-hitungan harga mutasi seorang kepala sekolah.
Biaya mutasi kepala sekolah dipengaruhi beberapa faktor lain di luar dokumen administrasi. Misalnya, kata dia, jumlah siswa dan dana biaya operasional sekolah (BOS) yang dikelola di sekolah yang bersangkutan.
Mutasi kepala sekolah, tutur Ardianto, perlu persetujuan pejabat-pejabat lintas dinas. Itu pula yang membuat biayanya menjadi lebih mahal.
Begitu berkas mutasi lengkap, dokumen tersebut akan diserahkan ke BKPSDM untuk diproses lebih lanjut. Itu sebabnya, uang pelicin juga mengalir ke orang-orang di sana yang terlibat memuluskan mutasi pegawai tertentu.
Seorang sumber di BKPSDM Pematangsiantar bercerita, tidak mudah membantu memuluskan mutasi pegawai pemerintah. Ia, misalnya, harus mem-booking posisi-posisi kosong tertentu yang diincar orang yang ingin dimutasi.
Hal itu tidak selamanya mulus. Ada kalanya posisi yang diincar tidak tersedia karena masih diduduki orang lain.
"Apalagi mutasi juga harus memenuhi persyaratan jabatan yang ditetapkan juga," ia berujar.
Proses perpindahan pegawai negeri merujuk pada Peraturan Badan Kepegawaian Negara Nomor 5 Tahun 2019 tentang Tata Cara Pelaksanaan Mutasi.
Proses mutasi paling cepat memakan waktu dua bulan. Paling lama, lanjut sumber itu, bisa sampai enam bulan.
Yang pasti, permainan uang pelicin dalam proses mutasi sudah seperti hal lazim di lingkungan Pemko Pematangsiantar. Hal itu, menurut sumber lain di BKPSDM, berlaku di semua dinas.
Praktik uang pelicin untuk memuluskan mutasi sejatinya meningkatkan potensi perilaku koruptif. Torang misalnya, mengaku harus putar otak untuk mengembalikan uang yang ia keluarkan dalam dua kali proses mutasi.
Cara yang dia pilih adalah mengakali penggunaan dana bantuan operasional sekolah (BOS) yang menjadi kewenangannya. Ia tanpa malu mengaku mengutip 20-25 persen anggaran sekolah setiap semester.
Rosion J Hutauruk, Mantan Sekretaris BKPSDM Kota Pematang Siantar, menyatakan belum mendapat laporan adanya praktik setoran untuk mutasi ASN. Bila benar terjadi, lanjutnya, pelaku bisa terkena sanksi.
"Laporkan saja kalau memang terbukti, akan langsung kita serahkan dan bersinergi dengan organisasi perangkat daerah terkait," ujar Rosion Februari lalu.
Rosion baru saja dipindahtugaskan ke Dinas Lingkungan Hidup Pematangsiantar beberapa hari sebelum artikel ini ditayangkan.
Setali tiga uang, Inspektorat Kota Pematangsiantar juga belum mendapat informasi terkait praktik uang pelicin mutasi ASN. Herri Okstarizal, Kepala Inspektorat, berjanji akan menindaklanjuti bila ada laporan yang masuk ke instansinya.
Hanya saja, ia mengakui kemungkinan ada bentuk-bentuk tindak korupsi, kolusi dan nepotisme yang membudaya dan dianggap sebagai kelaziman dalam konteks mutasi pegawai.
"Kita minimalisir kedepannya," ia menegaskan.
Penulis: Putra Purba