Mengungkap Rantai Pasok Peredaran Rokok Ilegal di Indonesia

Seorang remaja sedang memegang beberapa merek rokok ilegal (Foto: PARBOABOA/Akbar)

PARBOABOA, Jakarta - Industri rokok menjadi salah satu penyumbang pajak terbesar di Indonesia selama beberapa tahun terakhir.

Berdasarkan laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), pendapatan negara dari cukai hasil tembakau (CHT) pada tahun 2023 mencapai Rp210,29 triliun. 

Angka tersebut mengalami penurunan sebesar Rp8,33 triliun, atau menyusut sebesar 3,81% dibandingkan dengan tahun 2022.

Setahun berselang, pemerintah Indonesia kembali menetapkan kenaikan tarif CHT atau cukai rokok dengan rata-rata sebesar 10%.

Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 191 dan 192 Tahun 2022 tentang tarif bea cukai hasil tembakau.

Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai, Nirwala Dwi Heryanto, menjelaskan kenaikan tarif cukai didasarkan pada empat pilar kebijakan tembakau.

Kebijakan-kebijakan tersebut, antara lain, pengendalian konsumsi, keinginan industri, pencapaian target penerimaan, dan pemberantasan rokok ilegal.

“Pemerintah memiliki pertimbangan khusus sebelum memutuskan untuk menaikkan tarif bea cukai tersebut. Setiap faktor dipertimbangkan dengan cermat,” ujar Heryanto akhir 2022 lalu.

Kebijakan tarif cukai hasil tembakau, lanjut Heryanto, dirancang untuk mengendalikan dampak negatif konsumsi rokok serta mengoptimalkan penerimaan negara. 

Ia menjelaskan kriteria barang yang dikenakan cukai adalah barang yang memiliki sifat atau karakteristik konsumsi yang perlu dikendalikan dan dilindungi. 

Karakteristik lainnya adalah model “penggunaannya yang menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan, serta penerapannya memerlukan pembebanan pungutan negara untuk mencapai keadilan dan keseimbangan.” 

Hal ini Merujuk pada Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai. 

Hingga kini, barang-barang yang dikenakan bea cukai meliputi tiga jenis utama, yakni etil alkohol atau etanol, minuman yang mengandung etil alkohol, dan hasil tembakau.

Dalam Buku II Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2023 disebutkan bahwa optimalisasi penerimaan cukai akan dicapai melalui intensifikasi dan ekstensifikasi cukai.

Intensifikasi dilakukan dengan penyesuaian tarif masuk yang mempertimbangkan faktor-faktor seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan upaya pengendalian konsumsi.

Sementara itu, perluasanikasi dilakukan dengan penerapan bea cukai baru pada produk seperti plastik dan minuman berpemanis dalam kemasan.

Rokok Ilegal

Upaya pemerintah untuk menarik pajak dari industri rokok sedang dihadang oleh persoalan serius mengenai peredaran gelap rokok ilegal yang kian marak terjadi.

Liputan khusus PARBOABOA pada Senin (02/09/2024) berhasil mengungkap modus terselubung produsen rokok ilegal tanpa bea cukai yang terjadi di Jepara, Kudus dan Malang.

Menurut data Bea Cukai Kudus, penindakan terhadap rokok ilegal terus meningkat dari tahun 2020 hingga 2023. 

Pada tahun 2020, misalnya tercatat 80 kasus, meningkat menjadi 109 kasus pada tahun 2021, dan 116 kasus pada tahun 2022. 

Sementara pada tahun 2023 tercatat peningkatan signifikan sebanyak 183 kasus, dimana potensi kerugian negara diperkirakan mencapai Rp16,99 miliar.

Hingga pertengahan tahun 2024, sudah terdapat 97 kasus rokok ilegal yang terungkap dengan total 12,09 juta batang rokok disita, dan potensi kerugian negara mencapai sebesar Rp11,59 miliar.

Di Malang, tindakan terhadap rokok ilegal juga meningkat selama dua tahun terakhir. Pada tahun 2022, Bea Cukai menyita 14,690 juta batang rokok ilegal, yang meningkat menjadi 18,426 juta batang pada tahun berikutnya. 

Namun Bea Cukai Malang tidak mencatat perkiraan potensi kerugian negara dari penindakan rokok ilegal tersebut.

Kerja manipulatif demikian, memiliki dua sisi yang saling bertolak belakang. Di satu sisi, negara mengalami kerugian karena tidak adanya tarif bea masuk yang masuk. 

Sementara di pihak lain, produsen diuntungkan karena tidak menyetor pajak ke negara. Semua hasil penjualan akan masuk ke kantong pribadi sang pemilik modal.

Berdasarkan temuan sejumlah kasus, sebungkus rokok ilegal biasanya dijual produsen dengan harga Rp6500. Di pasaran, harganya bisa meningkat menjadi Rp10.000 per bungkus.

Jika dikalkulasikan dengan total 500 bungkus rokok, maka rata-rata pemasukan yang diterima penjual di pasaran bernilai Rp10.000.000. 

Penjual akan memperoleh laba bersih tanpa ada pajak yang disetor ke negara. Sedangkan negara akan mengalami kerugian karena tidak memperoleh bea cukai dari produsen.

Melansir laman resmi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, kerugian negara akibat peredaran rokok ilegal bervariasi berdasarkan periode waktu dan lokasi. 

Hingga Mei 2024, kerugian negara akibat rokok ilegal mencapai Rp5,5 miliar. Di Kota Cimahi, kerugian tersebut diperkirakan mencapai Rp184.703.760 pada tahun 2022. Sementara di Langsa, potensi kerugian negara diperkirakan mencapai Rp455.769.800. 

Secara umum, kerugian negara akibat peredaran rokok ilegal tanpa bea cukai di pasaran diperkirakan berkisar antara Rp3,00 triliun hingga Rp6,00 triliun per tahun.

Fenomena Global

Praktik perdagangan rokok ilegal memang telah menjadi perhatian sejumlah negara di dunia. Alasannya, peningkatan produksi rokok ilegal akan berdampak serius pada pajak negara dan kesehatan masyarakat. 

Di Amerika Serikat, misalnya, produksi rokok ilegal menjadi masalah serius karena pasarnya tidak hanya terdiri dari rokok lokal yang diproduksi tanpa izin, tetapi juga berasal dari rokok yang diselundupkan dari luar negeri. 

Merek-merek palsu atau tanpa merek sering masuk ke AS melalui perdagangan internasional, baik secara komersial maupun non-komersial, dan bahkan melalui pos atau layanan parsel. 

Proses penyelundupan umumnya terjadi antarnegara bagian yang menerapkan pajak rendah seperti yang terjadi di Virginia dan Carolina sebagai sumber penyebaran utama. 

Praktisnya, tulis Guevara dan Willson (2008), "penyelundup biasanya menggunakan minivan dan mobil untuk membawa rokok dari tempat asalnya dan menjualnya di New York City. 

Namun, setelah perubahan peraturan pada tahun 2011 yang agama Islam menerbitkan rokok bebas pajak kepada anggota non-suku, pasokan kembali beralih ke jalur penyelundupan antarnegara bagian.

Sementara di Indonesia, penyelundupan rokok ilegal biasanya dilakukan melalui serangkaian proses yang dimulai dari pengolahan bahan mentah hingga distribusi ke konsumen. 

Dalam setiap tahap, mulai dari produksi, pengemasan, transportasi, hingga penyimpanan, terdapat pelanggaran hukum yang memungkinkan rokok ilegal masuk ke pasar. 

Rokok tanpa cukai diproduksi melalui mekanisme kerja yang terpisah-pisah, di mana setiap tahapan proses dilakukan secara terpisah untuk menghindari pengawasan dan tarif pajak.

Tahap permulaan, penutupan PARBOABOA, dilakukan secara diam-diam. Untuk pe-nyontong (pengemas rokok) "biasanya bekerja di ruang belakang, dapur, atau bahkan di dalam kamar."

Setelah proses pengemasan selesai, mandor akan mengambil rokok-rokok tanpa izin untuk disimpan di berbagai tempat, seperti rumah-rumah warga, kontrakan, atau bangunan lain yang digunakan sebagai gudang penyimpanan.

Rokok ilegal kemudian didistribusikan ke lokasi-lokasi khusus untuk pengemasan. Dengan adanya sistem produksi yang terpisah dari penyimpanan, operasi bea cukai sering gagal mengungkap lokasi produksi rokok tanpa cukai.

Pekerjaan kotor demikian dilakukan dengan perhitungan yang matang. Pemmodal telah menghitung angka kerugian jika para pekerjanya ditangkap pihak keamanan.

Ia menjamin kehidupan keluarga pekerja dan bahkan tak segan merogoh saku untuk "membebaskan" pelaku dari jerat penjara. 

Jaminan besar terhadap jejaring produksi rokok ilegal menjadikan bisnis ini bersifat visioner dan menjanjikan masa depan produsen.  

Strategi Pemerintah

Berbagai upaya strategi telah dilakukan pemerintah untuk mencegah peredaran rokok ilegal, mulai dari meningkatkan pengawasan hingga pemberian sanksi terhadap pelaku.

Meski begitu, praktik serupa sulit dilakukan karena bermanuver dalam ragam cara yang unik dan terselubung.

Produsen rokok tanpa bea cukai sering kali menjalin hubungan dengan pabrik rokok resmi dengan cara menitipkan tembakau mereka untuk diproses dengan biaya tertentu. 

Hal ini terjadi karena produsen rokok tanpa bea cukai umumnya tidak memiliki peralatan untuk memproduksi sigaret kretek mesin (SKM), yang harganya bisa mencapai Rp4-25 miliar.

Lebih jauh lagi, beberapa perusahaan rokok resmi juga terlibat dalam praktik curang. Mereka terlibat dalam produksi rokok tanpa izin dengan merek yang tidak terdaftar. 

“Biasanya, mereka memproduksi rokok legal di siang hari dan rokok ilegal di malam hari,” ungkap sumber PARBOABOA.

Rokok-rokok tidak terdaftar yang diproduksi di pabrik resmi kemudian didistribusikan ke lokasi-lokasi khusus untuk pengemasan. 

Dengan sistem produksi yang terpisah dari sistem penyimpanan, operasi Bea Cukai sering kali gagal mengungkap lokasi produksi rokok tanpa bea cukai ini.

Ekonom dari Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, Joko Budi Santoso, mendesak perlunya perhatian pemerintah dalam menyebarkan akar permasalahan, yaitu kebijakan tarif cukai yang eksesif setiap Fakultas tahun. 

Menurutnya, kenaikan tarif bea cukai yang mencapai dua digit setiap tahunnya semakin memperlebar jarak harga antara rokok legal dan ilegal, sehingga pasar rokok ekonomis dipenuhi oleh produk ilegal. 

Kenaikan tarif cukai yang tajam juga berdampak pada meningkatnya peredaran rokok ilegal dan berpotensi menurunkan pendapatan cukai. 

Di pihak lain, pemerintah berupaya membatasi konsumsi barang-barang yang berdampak negatif bagi masyarakat sebagai langkah preventif untuk mewujudkan Indonesia Sehat.

Kebijakan tersebut bertujuan untuk mengendalikan konsumsi, mengawasi peredaran, dan mengurangi dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan.

Selain itu, sosialisasi kebijakan cukai juga dilakukan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai manfaat dan ketentuan di bidang cukai. 

Masyarakat secara aktif menyampaikan dalam menyebarkan informasi mengenai ketentuan bea cukai, khususnya terkait rokok. 

Oleh karena itu, mereka termotivasi untuk ikut serta dalam pemberantasan dan pencegahan peredaran rokok ilegal atau tanpa bea cukai.

Editor: Defri Ngo
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS