PARBOABOA, Jakarta - Kota Tua Jakarta merupakan bukti sejarah pembangunan peninggalan Belanda, salah satunya Gedung Raad van Justitie.
Yakni gedung bergaya art deco yang dahulu digunakan oleh pemerintah Belanda sebagai lembaga Peradilan Tertinggi Belanda.
"Dulunya gedung ini didirikan Kolonial Belanda era 1866 sampai dengan 1870 saat era Jenderal Gubernur Pieter Van Meijer dan Arsitek Frederick Van Reiders. Tujuan mereka itu dijadikan gedung Hakim," kata pengurus Museum Seni Rupa dan Keramik, Amad kepada Parboaboa di Jakarta, Sabtu (25/02/2023).
Amad mengatakan, dulunya 1967 gedung ini dialihfungsikan menjadi kantor walikota Jakarta. Namun, 10 tahun kemudian Presiden Soeharto mengganti fungsi gedung menjadi Gedung Balai Seni Rupa.
"Saat Ali Sadikin menjabat jadi gubernur Jakarta ditambah lagi fungsinya jadi tempat penyimpanan berbagai koleksi keramik. Jadi, selain seni rupa ada koleksi keramik juga," ucapnya.
"Dan gedung ini sudah dikelola oleh Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta di bawah Dinas Pariwisata dan Kebudayaan," sambungnya.
Pilar-pilar yang masih ada saat ini lanjutnya, masih asli, dari zaman kolonial Belanda.
Amad menjelaskan, masing-masing bangunan terdiri atas dua lantai, sisi kanan yaitu ruang pamer seni rupa keramik dan kiri ruang pamer seni rupa.
Selanjutnya, lebih dari 500 karya seni rupa di Museum Seni Rupa dan Keramik. Karya Seni Rupa itu menampilkan karya dari berbagai bahan dan teknik berbeda seperti patung, totem kayu, grafis, sketsa, dan batik.
Di antara koleksi tersebut, kata Amad, terdapat beberapa jenis koleksi unggulan dan penting bagi sejarah seni rupa di Indonesia.
"Ada karya seni unggulan yaitu Pengantin Revolusi karya Hendra Gunawan, Bupati Cianjur karya Raden Saleh, dan Potret Diri karya Affandi," ujarnya.
Amad menuturkan, selain media kanvas, ada seni lukis papan triplek. Lukisan yang paling mencolok adalah lukisan pada media kaca dari Cirebon.
"Selain itu, ada juga lukisan-lukisan yang menampilkan berbagai aliran seperti surealis hingga abstrak," katanya.
Selain lukisan, di ruang seni rupa juga memiliki koleksi batik.
Sementara itu, untuk koleksi seni keramik, kata Amad, ada yang berasal dari lokal dan mancanegara. Untuk koleksi keramik lokal berasal dari berbagai sentra industri daerah di Aceh, Medan, Palembang, Lampung, Jakarta, Bandung, Purwakarta, Yogyakarta, Malang, Bali, dan Lombok.
Sedangkan, mancanegara seperti Thailand, Vietnam, Jepang, Tiongkok, dan Eropa. Dan, Koleksi keramik terbanyak berasal dari China yang diproduksi pada masa Dinasti Ming dan Ching.
"Koleksi keramik ini dari Abad ke-16 sampai awal abad ke-20. Dulunya koleksi keramik ini untuk barang sehari-hari seperti wadah dan hiasan, kata Amad.
Amad mengaku, bahwa koleksi yang paling banyak dilihat oleh turis asing yaitu harta karun dari perahu karam di perairan Indonesia.
"Dan untuk ini sangat bersejarah. Sebelum ini semua diamankan dan masuk museum seperti ini, dulunya hampir di kirim ke luar negeri oleh orang yang ingin mengambil keuntungan," ucapnya.
Di lantai dua itu, kata Amad, menyimpan dan memajang koleksi keramik lokal. Koleksi primadona yakni guci raksasa dari Singkawang yang dibakar menggunakan tungku naga.
"Ruang pamer koleksi terakhir yaitu ruang serbaguna yang terus digunakan sebagai ruang pameran sementara. Pada masa lalu, ruangan serbaguna ini digunakan untuk mengadili tahanan," jelas Amad.
Sebagai Informasi, bagi yang ingin berkunjung ke Museum Seni Rupa dan Keramik yang beralamatkan di Jalan Pos Kota No.2, RT.9/RW.7, Pinangsia, Kecamatan Taman Sari, Kota Jakarta Barat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Museum ini mulai buka setiap hari Selasa - Minggu Pukul 09.00 WIB - 15.00 WIB. Namun, di hari Senin dan hari besar museum ini tutup.
Untuk tiket masuk berlaku dewasa Rp5.000, mahasiswa Rp3.000 dan anak-anak/pelajar Rp2.000.