PARBOABOA, Jakarta - Ketua KPU RI, Hasyim Asya'ri resmi dipecat oleh DKPP buntut dugaan pelecehan seksual terhadap seorang perempuan berinisial CAT.
Sanksi administratif berupa pemecatan ini diharapkan bisa menjadi pengingat bagi pejabat lain agar benar-benar menjaga etika dan moralitasnya.
Sekarang, muncul pertanyaan publik, yaitu apakah hukuman terhadap terduga pelaku sebatas pemecatan? Atau mungkinkah ia juga dituntut secara pidana?
Secara hukum, perbuatan Hasyim sangat terbuka untuk dituntut secara pidana.
Pegiat Pemilu, Wahidah Suaib dalam sebuah diskusi di Jakarta, Kamis (4/7/2024) mengatakan, Hasyim bisa diseret ke ranah pidana dan dijerat dengan UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang TPKS.
Namun begitu, mengingat kasus ini bersifat delik aduan, diproses atau tidaknya secara pidana sangat bergantung pada pengaduan korban atau kuasa hukumnya.
"Masuk kategori Tindak Pidana Kekerasan Seksual," kata Wahidah.
"Delik aduan dimana korban punya hak mengadukan kasus ini apakah langsung atau melalui kuasa hukum," tambahnya.
Nanti, jika Hasyim terbukti melakukan perbuatan tersebut, ia dapat dijerat dengan hukuman penjara 12 tahun dan denda sebanyak Rp300 juta.
Wahidah menyampaikan, hal itu telah diatur secara tegas dalam Pasal 6 UU TPKS.
Kata dia, di sana dijelaskan, "setiap orang yang menyalahgunakan kedudukan wewenang kepercayaan, memanfaatkan kerentanan, memaksa untuk melakukan persetubuhan atau perbuatan cabul dipidana paling lama 12 tahun atau pidana 300 juta."
Karena itu, temuan DKPP perlu ditelusuri apakah ada upaya pemaksaan dari pelaku terhadap korban. Jika terbukti, ini juga dikenakan pidana kekerasan seksual yang diatur pasal 15 UU TPKS.
Pasal tersebut mengatur perbuatan TPKS yang dilakukan oleh pejabat publik dan pemberi kerja.
"Posisi dia (Hasyim) pejabat publik jadi terkena pasal pemberatan hubungan kalau ini dilaporkan," tegas Wahidah.
Di forum yang sama, Peneliti Tepi Indonesia, Rendy Umboh menyampaikan, kasus asusila tersebut dapat masuk ke dalam hukum pidana perzinahan.
Terutama, kata dia, jika mengacu pada Pasal 284 KUHP lama dan Pasal 411 UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan.
"Kalau laki-laki perzinaan artinya dia punya istri dia bisa dituntut pidana (penjara) 9 bulan di Pasal 284," tegasnya.
Namun pidana perzinahan, lanjutnya hanya dapat diadukan oleh orang yang dirugikan dalam arti istri dari pelaku.
"Itu harus diadukan oleh orang yang dirugikan siapa? Istri nya karena hukumnya perzinahan." tuturnya.
Sebelumnya, Kuasa Hukum CAT, Aristo Pangaribuan mengatakan upaya pemidanaan terhadap terduga pelaku selangkah lebih maju, karena perbuatannya makin jelas sebagai sebuah pelanggaran usai DKPP RI membacakan putusan.
Aristo mengaku puas tetapi juga sedih. "Puas dalam arti ternyata masih ada instrumen," katanya.
Sementara itu, ia mengungkapkan kesedihannya karena prihatin melihat kekuasaan bekerja dan disalahgunakan. "utamanya kekuasaan di lembaga pemilu ini dikelola." tutupnya.