PARBOABOA, Jakarta - Mantan Presiden Kelima RI, Megawati Soekarnoputri resmi mengajukan diri sebagai amicus curiae atau sahabat pengadilan ke Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (16/04/2024).
Pengajuan diri itu tertuang dalam dokumen yang diserahkan oleh Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto didampingi Ketua DPP PDIP, Djarot Saiful Hidayat dan beberapa kuasa hukum paslon Ganjar-Mahfud.
Kedatangan Hasto bersama delegasi PDIP diterima oleh Ketua Bidang Kehumasan, Publikasi, dan Internasionalisasi Gugus Tugas PHPU 2024, Immanuel Hutasoit dan Kepala Subbagian Protokol MK, Gunawan di Gedung Lantai II MK, Jakarta Pusat.
Hasto menjelaskan, dokumen amicus curiae yang ditulis Megawati berisi uraian tentang pentingnya upaya menciptakan keadilan yang substantif dan menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan.
Secara tekstual, isi dokumen amicus curiae memiliki keserupaan dengan artikel yang pernah ditulis Megawati dan dimuat Kompas dengan judul 'Kenegarawanan Hakim Mahkamah Konstitusi'.
Di hadapan awak media, Hasto menegaskan, kedatangannya bersama delegasi PDIP bertujuan untuk menyerahkan pendapat sahabat pengadilan dari seorang warga negara Indonesia yaitu Megawati.
Baginya, amicus curiae yang dibuat Megawati tidak bermaksud mengintervensi kinerja MK dalam memutus sengketa Pilpres 2024.
Sebaliknya, dokumen itu memuat harapan agar MK mampu menjunjung tinggi keadilan dan kebenaran hukum sebagaimana dimandatkan oleh konstitusi dan demokrasi di Indonesia.
Hasto menyinggung, Megawati dan PDIP tidak akan mengintervensi kedaulatan hakim MK. Pihaknya hanya menyampaikan perasaan dan pikiran (tentang) bagaimana negara ini dibangun.
Partai PDIP, demikian ia melanjutkan, menghormati independensi dan kedaulatan hakim MK dalam memutus sengketa Pilpres 2024 nanti.
Pendapat serupa disampaikan oleh Anggota DPR RI dari Fraksi PDIP, Andreas Hugo Pareira.
Ia menyebut, amicus curiae yang diajukan pihaknya adalah bagian dari tanggung jawab untuk menegakan demokrasi.
“Amicus curiae yang diajukan oleh Megawati Soekarnoputri tentu dalam kapasitas beliau sebagai Warga Negara yang merasa bertanggung jawab dengan kasus yang disidangkan MK,” ungkap Hugo kepada PARBOABOA, Rabu (17/04/2024).
Mantan dosen Universitas Katolik Parahyangan itu menjelaskan, amicus curiae bisa diajukan oleh siapa saja yang merasa punya tanggung jawab moral terhadap suatu kasus yang sedang disidangkan oleh hakim.
“Tujuannya untuk mengetuk nurani para hakim agar memutuskan perkara secara jujur dan adil. Soal efektif atau tidak kembali kepada hakim dan substansi argumentasi yang dibangun pada materi yang diajukan oleh amicus curiae,” lanjut Hugo.
Di samping dukungan atas sikap Megawati, ada pendapat lain yang menyoal posisi Ketua Umum partai PDIP itu.
Pengamat Politik dari Universitas Nusa Cendana Kupang, Yeftha Yerianto menyebut, sikap Megawati tergolong subjektif dan hanya mewakili kepentingan PDIP.
“Saya kira, sikap Megawati itu tidak bisa dibaca sebagai bagian dari representasi publik, sebab ia sendiri juga bagian dari yang berperkara,” kata Yeftha kepada PARBOABOA, Rabu (17/04/2024).
Yeftha menilai, kedudukan Megawati sebagai Ketua Umum PDIP secara implisit telah menunjukkan adanya keberpihakan. Kelekatan dengan partai menjadikan amicus curiae tidak lebih sebagai persuasi politik PDIP.
Senada dengan Yeftha, Pengamat Politik dari Universitas Muhammadiyah Kupang, Ahmad Atang menyebut, dokumen amicus curiae yang diserahkan pimpinan PDIP itu adalah representasi dari suara PDIP yang kalah dalam Pilpres 2024.
“Amicus curiae tidak mewakili atau merepresentasikan kepentingan politik publik, karena posisi mereka sebagai pemain (lawan politik),” kata Atang kepada PARBOABOA, Rabu (17/04/204).
Baginya, apa yang dilakukan Megawati dan PDIP lebih mewakili kepentingan sendiri dengan mengatasnamakan rakyat.
Sebagai informasi, pihak PDIP selaku partai pengusung Ganjar-Mahfud telah mengajukan dugaan hasil kecurangan Pemilu 2024 ke MK.
Dalam draft perkara Nomor 1/PHPU.PRES-XXII/2024, mereka mempersoalkan ketidakadilan selama kontestasi Pemilu, mulai dari pencalonan Gibran yang cacat prosedural dan intervensi politik presiden Jokowi.
Pengajuan amicus curiae, disinyalir akan menjadi jalan yang efektif dan memberi bahan pertimbangan bagi MK dalam mengambil keputusan.
Gelombang Amicus Curiae
Megawati tidak seorang diri. Pada hari yang sama, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum (BEM FH) dari Universitas Gadjah Mada, Universitas Diponegoro, Universitas Padjadjaran, dan Universitas Airlangga juga menyerahkan dokumen amicus curiae terkait sengketa Pilpres 2024.
Komisioner Bidang Pergerakan Dewan Mahasiswa Justicia FH UGM, Muhammad Emir Bernadine menyebut, amicus curiae yang diserahkan pihaknya merupakan bentuk tanggung jawab moral dan keprihatinan terhadap penyelenggaraan Pilpres 2024.
Dua poin kunci yang mereka proposalkan dalam dokumen tersebut, antara lain, membatalkan Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) dan membuat pemilihan umum ulang dengan independensi dan integritas.
Sebelumnya, amicus curiae juga diserahkan oleh 303 akademisi yang diwakili Guru Besar Antropologi Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI), Sulistyowati Irianto dan Dosen Sosiologi Universitas Negeri Jakarta, Ubedilah Badrun, Kamis (28/03/2024).
Dokumen itu diharapkan menjadi bahan pertimbangan bagi MK agar bisa memutuskan sengketa PHPU secara adil.
Terakhir, Mantan Ketua Umum Muhammadiyah, Din Syamsuddin dan mantan imam besar Front Pembela Islam (FPI), Rizieq Shihab juga mengajukan amicus curiae terkait sengketa Pilpres 2024 ke MK, Rabu (17/04/2024).
Juru Bicara MK, Fajar Laksono menyebut, Pemilu 2024 merupakan kontestasi Pemilu yang mendulang banyak amicus curiae. Hingga hari ini, MK telah menerima lebih dari 10 dokumen yang disampaikan oleh sejumlah pihak.
Baginya, hal ini merupakan fenomena yang menarik sekaligus membedakannya dengan kontestasi Pemilu 2004, 2009, 2014, dan 2019 di mana MK bahkan sama sekali tidak menerima amicus curiae.
Fajar enggan memberi banyak komentar terkait alasan yang melandasi munculnya sejumlah dokumen tersebut. Namun, ia memastikan bahwa pihak MK akan mempelajari secara terperinci poin-poin penting yang diajukan para sahabat pengadilan.
Hasil pertimbangan akan dibacakan saat sidang putusan sengketa Pilpres 2024 pada Senin (22/04/2024).
Sampai hari ini, ungkap Fajar, pihak hakim sedang melaksanakan Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) untuk membuat putusan terkait sengketa Pilpres 2024.
Menanti ‘Dewi Keadilan’
Dalam dokumen amicus curiae yang ditulisnya, Megawati menaruh harapan penuh pada keputusan dan pertimbangan bijak hakim MK.
Sebagai warga negara yang tahu tentang sejarah demokrasi di Indonesia, ia mengharapkan agar ketuk palu MK ‘bukan merupakan palu godam, melainkan palu emas’.
Pendapat yang sama disampaikan oleh Hugo Pareira yang mengharapkan agar hakim MK mampu bertindak adil dan bebas dari intervensi manapun dalam memutuskan perkara PHPU.
“Kita semua berharap, hakim MK memutuskan (perkara) dengan rasa keadilan demi kepentingan membangun bangsa ini menjadi bangsa yang demokratis melalui pilar pemilu yang langsung, umum, bebas dan rahasia di atas prinsip penyelenggaraan yang jujur dan adil,” ungkap Hugo.
Soal apakah pihak PDIP bisa legowo menerima putusan MK kelak, ia memberikan jawaban yang normatif dan tegas.
“Soal keputusan MK, apapun keputusan tersebut memiliki sifat final and binding, sehingga keputusan itu apapun bentuknya, adalah perintah untuk dilaksanakan.”
Pendapat serupa disampaikan oleh Yeftha Yerianto yang mengharapkan agar PDIP dan Megawati bersikap legowo untuk menerima putusan MK. Hal ini dimaksudkan untuk memberi pembelajaran tentang demokrasi dan menciptakan kestabilan politik bagi masyarakat Indonesia.
Lebih lanjut, ia juga mengharapkan agar MK mampu memberikan keputusan secara independen, adil, dan bermartabat.
“Saya berharap, dinamika sidang PHPU lebih bermartabat agar masyarakat juga mendapat pencerahan politik. Sekaligus menepis isu MK yang berpihak kepada salah satu calon,” tutup Yefta.
Editor: Defri Ngo