Kolonel Zulkifli Lubis dan Penggranatan Soekarno di Perguruan Cikini

Bapak intelijen Indonesia, Zulkifli Lubis. (Foto: Buku Senarai Kiprah Sejarah)

PARBOABOA - “Hormat!” teriak komandan Polantas pengawal. Suasana sontak menjadi hening. Presiden Soekarno—dikerumuni anak-anak sekolah dasar—keluar dari gedung Perguruan Cikini menuju mobil yang pintunya sudah dibuka.

“Bum!” Hanya dalam beberapa detik berselang ledakan keras memecah. Granat meledak persis di samping Presiden. Ia tak kena, sedangkan beberapa anak di sampingnya terkapar.

“Bum!” “Bum!” Sejurus kemudian dua granat lagi dilemparkan dari kiri dan kanan gedung dengan sasaran yang sama. Ratusan orang yang baru meninggalkan gedung sekolah panik bukan kepalang.

Dua pengawal—Sudyo dan Oding—mendorong kuat Soekarno ke belakang mobil Chrysler yang akan dipakai kepala negara itu. Lagi-lagi ia luput. Kendaraan itu yang kena di bagian depannya.

Jerit tangis kanak-kanak yang kesakitan atau panik belum reda ketika granat keempat meledak dan pecahannya kembali menghajar mobil presiden. 

Dalam kegelapan malam (sekitar pukul 20.55) Sabtu 30 November 1957 itu kedua pengawal mendorong Soekarno menyeberangi jalan. Saat hendak mendekati sebuah rumah di seberang jalan granat kelima meledak. Pengawal yang melindungi sang proklamator dengan tubuhnya sendiri terjungkal. Sedangkan temannya terluka kakinya. Aneh, Soekarno selamat lagi.

Kejadian berdarah sehabis malam bazar di untuk pengumpulan dana di sekolah dasar tempat Guntur Soekarno Putra dan Megawati Soekarno Putri bersekolah ini dikisahkan Soekarno dalam Sukarno An Autobiography—as told to Cindy Adam (Gunung Agung 1966) dan Mangil Martowidjojo, ajudan Soekarno, dalam Kesaksian tentang Bung Karno 1945-1967 (Grasindo 1999).

Megawati Soekarno Putri dan Guntur Soekarno Putra (bawah) yang baru luput dari maut. (Foto: Buku Bung Karno—Bapakku—Kawanku—Guruku yang ditulis oleh Guntur Soekarno Putra)

Soekarno menyebut ia melihat sembilan orang—bocah dan perempuan hamil tewas—seketika di kakinya. Yang terluka parah, menurut dia, 48 orang dan beberapa di antaranya menderita cacat abadi. Yang paling banyak menjadi korban dalam Peristiwa Cikini adalah anak sekolah.

Pelaku penggranatan bisa dibekuk dalam waktu 24 jam. Senin, 2 Desember, siang Mayor Dachyar, Komandan Komando Militer Kota Besar Djakarta Raja (KMKBDR) mengumumkan hal itu. Mereka empat lelaki Bima, Sumbawa pendukung Darul Islam (DI).

Dachyar menyebut Wakil Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Zulkifli Lubis dalang percobaan pembunuhan Soekarno itu. Memang, pimpinan kelompok Bima tersebut, Saleh Ibrahim, dikenal dekat dengan Kolonel Zulkifli Lubis.

Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Abdul Haris Nasution dan kepala intelijen Ahmad Sukendro langsung menuduh Zulkifli Lubis sebagai dalang percobaan pembunuhan Bung Karno ini. Pada 22 Januari 1958 para komandan militer mendapat perintah dari Nasution untuk menangkap Lubis. Segera menghilang dia. Saleh Ibrahim sendiri bersama ketiga anggotanya kemudian dijatuhi hukuman mati.

Saat memburon dan jauh setelah itu Lubis konsisten membantah tuduhan tersebut. Kepada Tempo (edisi 29 Juli 1989), misalnya, ia mengatakan tak benar Peristiwa Cikini gara-gara dirinya.

“Tersangkut boleh saja, tapi kalau saya dikatakan menyuruh mereka, itu sangat keliru sama sekali,” ujar dia. Menurut Lubis, sehabis kejadian seorang pelaku penggranatan datang menemui dirinya. Orang itu mengatakan ia sebenarnya mengingat larangan Lubis untuk tak berbuat kekerasan; tapi begitu melihat Soekarno di Cikini dorongan hatinya tak tertahankan lagi.

Ulf Sundhaussen dalam Politik Militer Indonesia 1945-1967, LP3ES (1988) mengatakan Nasution tak pernah berhasil membuktikan kebenaran tuduhannya.

Pengawal yang menyelamatkan Bung Karno di Cikini. (Foto: buku Bung Karno—Bapakku—Kawanku—Guruku yang ditulis oleh Guntur Soekarno Putra)

Upaya Nasution untuk memanfaatkan kesempatan itu guna mendiskreditkan musuh bebuyutan pribadinya sejalan benar dengan upayanya yang sebelumnya, yang lebih berhasil namun hampir sama tak berdasarnya, untuk menyalahkan Lubis atas pergolakan 1956 di Jawa Barat,” tulis Sundhaussen.

Soekarno sendiri, menurut Audrey R. Kahin dan George McTurman Kahin, dalam Subversion as Foreign Policy – The Secret Eisenhower and Dulles Debacle in Indonesia (The New Press, New York, 1995) menganggap Peristiwa Cikini diotaki CIA. Sang proklamator yakin Zulkifli Lubis ‘bekerja dan ditopang’ oleh dinas intelijen AS itu. Bung Karno makin yakin setelah beberapa bulan berselang nyata bahwa CIA bekerja sama dengan Lubis dan kolonel lain pengobar pemberontakan di daerah. Keyakinan ini, menurut pasangan Kahin, tetap dipegang Bung Karno saat ia digulingkan Soeharto sekitar delapan tahun kemudian.

Perjalanan hidup Zulkifli Lubis sarat kontroversi. Ia orang Indonesia pertama yang dididik menjadi intelijen profesional. Karena menjadi peletak dasar sistem intelijen Indonesia, kerap dirinya disebut ‘bapak intelijen’ negeri ini. Ken Conboy (dalam Intel—Inside Indonesia’s Intelligence Service—Equinox, 2004) menamai dia spymaster pertama Indonesia. 

Dari jalur intelijen Lubis menclok di posisi kedua Angkatan Darat dan bahkan sempat memimpin sementara Markas Besar (Mabes) Angkatan Darat. Pernah intim dengan Soekarno, ia kemudian dituduh sebagai otak penggranatan di sekolah Cikini sebelum bergabung dengan PRRI di Sumatera. Masih sepupu dengan AH Nasution namun permusuhan panjang keduanya telah menegangkan Angkatan Darat di tahun 1950-an.

Bersambung...
Editor: Hasudungan Sirait
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS