Karya Mestro Nyoman Nuarta Masih Top of Mind di Kalangan Kolektor Patung

Sebuah karya Nyoman Nuarta di Galery NuArt, Setraduta, Bandung. (Foto P. Hasudungan Sirait)

PARBOABOA – Sebuah peristiwa menarik baru-baru ini terjadi di kawasan Cipanas, tepatnya di kompleks Villa Bougenville Dua. Pada Jumat 21 Juni siang, tempat itu didatangi sejumlah anggota ormas yang hendak mengambil patung ruang publik yang terpajang di sana.

Karya itu bukanlah sembarangan karena dibuat Nyoman Nuarta, maestro patung Indonesia yang hari-hari belakangan sangat disibukkan urusan menyelesaikan target pembangunan Patung Garuda di ibu Kota Negara (IKN) di Kalimantan Timur.

Ciptaan tersebut bukan hanya patung berbentuk Garuda tapi juga unsurnya yang akan menjadi gedung dimana presiden berkantor setiap hari.

Di sana juga akan ada dek melayang setinggi 30 meter dari dasar tebing yang berfungsi sebagai ruang tunggu para tamu presiden. Lokasinya ada di dalam sayap kiri dan kanan Garuda.

Penampakan terkini Istana Presiden di IKN (Foto: Instagram @nyoman_nuarta)

Patung yang dibongkar paksa lalu dibawa pergi anggota ormas di Cipanas itu bertajuk PAKSI. Dibuat Komeng, demikian sang maestro akrab disapa, tahun1991. Tingginya 5 meter dan berbahan tembaga serta kuningan.

Pengambilan paksa ini bukan tanpa latar masalah. Ormas yang hendak mengambil mengaku mewakili pihak pembeli yang sebelumnya telah bersepakat dengan pihak penjual.

Belum jelas betul bagaimana transaksi jual-beli itu tercapai. Tapi yang pasti kesepakatan ini tampaknya tidak terkomunikasi baik kepada pihak terkait lain seperti pengembang atau pengelola kompleks villa dan para penghuninya.

Alhasil, ketika hendak mengambil patung berwujud burung ini, mereka dicegat sekuriti kompleks. Kekisruhan pun tak terhindarkan. Sejumlah aparat terlihat tiba di lokasi untuk menyelesaikan masalah.

Sempat terjadi adu mulut meski akhirnya para pihak sepakat untuk menggelar pertemuan pada Senin, 24 Juni, dengan menghadirkan pembeli dan penjual patung.

Sayangnya, belum sampai Senin, rombongan ormas sudah datang kembali pada hari yang sama di malam pukul 21.00. Seperti yang diwartakan Jurnalpatroli (9/7), mereka tetap membongkar patung dan membawanya dengan truk Mitsubishi, dikawal puluhan kendaraan roda dua beratribut ormas.

Top of mind

Pematung Indonesia paling tersohor saat ini masih Nyoman Nuarta. Menurut kurator sekaligus kritikus seni Jim Supangkat karya Nyoman masih on top.

“Nyoman untuk di lingkungan kolektor di Indonesia on top sekarang. Saat krisis global, COVID, dan hampir seluruh pasar seni mengalami penurunan, tetapi karya Nyoman tetap bertahan.”

Dalam perjalanan kariernya, seniman besar kelahiran Tababan, Bali, ini telah menciptakan lebih dari 300 patung, dan setidaknya 80 di antaranya adalah karya publik yang mengagumkan.

Beberapa patung ikonik buatannya, seperti Patung Kuda Arjuna Wijaya di Jakarta, Monumen Proklamator Indonesia, dan tentu saja Patung Garuda Wisnu Kencana di Bali, menjadi bukti betapa luar biasanya kontribusi dia bagi seni dan budaya Indonesia.

Patung karya bertajuk the Love Nest (Foto: Instagram @nyoman_nuarta)

Patung bartajuk PAKSI yang ada di kompleks Villa Bougenville Dua di Cipanas itu merupakan karya Nyoman yang dibuat pada 1991. Tahun-tahun itu pula, menurut putri sulungnya Putu Tania Madiadipoera, puncak kejeniusan sang maestro.

“Papa itu menurut aku peak of his genius sampe tahun 90an...Saya suka bilang ke kolektor-kolektor terutama yang muda-muda. Kalau mau cari karya Nyoman Nuarta, cari itu pada saat dia peak. Buat saya pribadi, anaknya nih, itu 80 sampai 90-95. Itu yang paling sangar karyanya.”

Produktivitas Nyoman memang terjadi saat memasuki era 1990-an. Ia semakin gila memproduksi karya kala itu. Setahun bahkan sanggup menghasilkan 23 karya yakni pada 1994. Pada 1990 dia memproduksi 17 karya. Rata-rata setahun di kurun waktu itu 5-9 karya. Sungguh tahun yang sangat produktif bagi seorang seniman patung.

Dari Presiden ke Presiden

Komeng masih berstatus sebagai mahasiswa ITB saat ditelepon Moerdiono, staf muda di kantor Sekretariat Negara [Setneg] di era Pemerintahan Soeharto. Pada saat itu Kepala Setnegnya Sudharmono; kelak ia berpromosi menjadi wakil presiden.

Moerdiono memanggilnya Pak Nyoman saat menyampaikan hasil keputusan dewan juri bahwa ia dinyatakan sebagai pemenang lomba pembuatan patung proklamator: Soekarno-Hatta yang kini berdiri mentereng di Tugu Proklamasi, Jakarta.

Patung bertajuk Speed ini kini berdiri mentereng di Sirkuit Internasional Mandalika, NTB (Foto: Instagram @nyoman_nuarta)

“Itu menjadi titik awal Nyoman mulai masuk berkenalan dengan pejabat negara,” kata Cynthia Laksmi Nuarta, istri sang pematung yang telah mendampinginya selama puluhan tahun.

Sejak itu, namanya mulai beredar di kalangan pejabat negeri ini meski presiden telah berganti tujuh kali sejak zaman Presiden Soeharto.

“Saya kenal sama orang [pejabat] itu bukan menyodorkan diri, tapi karena ada prestasi. Kemudian kenal Pak Harto juga begitu, karena prestasi, bukan karena pertemanan terus dibawa-bawa. Yang seperti itu aku nggak suka,” kata Nyoman.

Dari Lukisan ke Patung

Seni patung praktis baru diakrabi Nyoman saat kuliah di ITB. Sebelumnya ia tak mengenal sama sekali seni patung. Itu sebabnya ketika baru masuk ITB dan pihak kampus menyodorkan formulir untuk memilih jurusan, ia langsung isi dengan tulisan ‘lukis’.

“Kita datang ke sini langsung disodori formulir. Baru juga nongol, udah disuruh ngisi, coba aneh juga. Jadi silakan pilih mau lukis, patung, atau apa gitu. Ya kita kan belum tahu. Akhrinya kita ngisi aja lukis,” kenangnya. 

Akhirnya Nyoman terpilih menjadi mahasiswa di studio lukis. Penentuan jurusan ini berdasarkan hasil penilaian sejumlah maestro lukis antara lain Ahmad sadali, Srihadi Soedarsono, dan Umi Dachlan.

Artinya keputusan ia masuk ke jurusan seni sudah lewat skrining para maestro. Sang kepala jurusan kala itu berujar, ‘kamu ini hebat.’ Karena Nyoman dapat lulus dari kurasi para maestro.

Dalam hati ia berujar, “Ya jelas dong hebat. Teman-teman lain belum pernah ngelukis. Saya mah dari Bali udah ngelukis,” ungkapnya sambil bercanda. Sejak kecil Nyoman sudah senang melukis bahkan saat SMP pernah menggelar pameran di Bali.

Pasangan Nyoman Nuarta dan sang istri Cynthia Laksmi. (Foto: Instagram @nyoman_nuarta)

Perjumpaan Nyoman dengan seni patung bermula dari sebuah kebetulan yang manis. Tak disengaja ia melewati studio patung di kampus ITB. Padahal ia sudah terdaftar sebagai mahasiswa jurusan lukis selama setahun.

Tapi dunia patung ternyata mengusik perhatiannya. Ia pun bertekad hendak pindah jurusan karena seni lukis menurutnya mandeg.

“Ya mungkin suatu saat [hasrat melukis itu] kan bisa aja keluar,” akunya.

Sebagai barang baru, hasrat Nyoman untuk mempelajari seni patung pun membuncah. Ia lalu menghubungi dosennya, Prof. Dr. Sudjoko, guru besar Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB.

“Saya ngusul, saya minta pindah. Eh ternyata, guruku ngambek. Alasannya, kamu udah dipilih oleh orang-orang [besar] ini kok pindah?” kata Nyoman.

Ia pun tak habis akal mencari alasan. Ia kembali ungkapkan kata-kata sang dosen: “Kata Bapak, walaupun kita berbakat, kalau kemauannya nggak ada, kan nggak jadi apa-apa.” Strategi itu manjur adanya, akhirnya Nyoman bisa pindah tanpa perlu mengulang.

Kini, Nyoman Nuarta telah menjelma menjadi empu perpatungan Indonesia. Ia bahkan sedang menyiapkan sesuatu yang istimewa.

Usianya akan genap 73 tahun pada November mendatang dan untuk merayakan setengah abad dedikasinya di dunia seni ia berencana menggelar pameran tunggal yang tak bakal dilupakan para penggemarnya.

Editor: Rin Hindrayati
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS