Kader TPK Pematang Siantar Keluhkan Dugaan Pemotongan Insentif, P2KB Klaim Sudah Tepat Sasaran

Wali Kota Pematang Siantar, Susanti Dewayani saat menghadiri kegiatan penanganan stunting di Kelurahan Gurilla, Kecamatan Siantar Sitalasari, beberapa waktu lalu. (Foto: Diskominfo Pematang Siantar)

PARBOABOA, Pematang Siantar - Tim Pendamping Keluarga (TPK) di Kota Pematang Siantar, Sumatra Utara menduga ada pemotongan insentif dari oknum kelurahan terkait percepatan penanganan penurunan angka stunting atau tingkat kekerdilan pada balita.

Pasalnya, TPK hanya menerima insentif sebesar Rp75 ribu per bulan. Padahal dari Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (P2KB) Pematang Siantar dianggarkan sebesar Rp100 ribu per orang per bulan pada 2022 lalu.

"Uang saku yang kami terima 75 ribu per bulannya sejak tahun lalu (2022) dan sampai sekarang segitu. Sebetulnya angka ini kecil banget. Kita sebisa mungkin ngatur duitnya, bahkan uang tersebut juga sebagai uang transportasi saya ke pasar untuk belanja bahan-bahan menunya aja didahulukan pake duit kita sendiri, dibayarkan setiap dua kali dalam setahun," ungkap Sirait (34), salah seorang TPK ketika ditemui PARBOABOA di kediamannya, Rabu (26/7/2023).

Sirait mengaku kecewa karena pihak kelurahan dan kecamatan tidak pernah merincikan rencana kerja anggaran (RKA) kepada kader TPK.

"Jika anggaran yang diberikan emang segitu nominalnya (Rp75 ribu) dan diberikan dalam 2 termin, kami tidak masalah. Celakanya jika benar yang diterima kader hanya untuk 10 bulan dan anggaran melebihi nominal itu namun dipotong, belum lagi 2 bulan dipotong. Yang dipertanyakan dengan jelas adalah untuk apa potongan itu," kesalnya.

Meski begitu, Sirait mengaku tidak mempermasalahkan jumlah pendapatan yang ia peroleh. Sebagai TPK dan juga kader posyandu, yang terpenting baginya, balita penderita stunting mendapat penanganan yang cepat dan tepat.

“Buat kami berapapun itu tidak jadi masalah asal kegiatan posyandu tetap dilaksanakan. Otak dan pikiran kami hanya ingin berkegiatan sosial, intinya selama dapat membantu orang lain dalam memberikan edukasi terkait kesehatan dan perilaku hidup bersih di masyarakat dan membantu tumbuh kembang anak-anak, sebab kami menyadari mereka (anak penderita stunting) itu anak kami juga," katanya.
 
Sirait menjelaskan, tugas TPK dalam penanganan dan pencegahan stunting antara lain, sebagai tim membuat menu makanan sehat tiap hari selama 90 hari bagi ibu hamil (bumil) dan anak penderita stunting. TPK juga bertugas mengantarkan makanan tersebut kepada balita penderita stunting secara door to door (pintu ke pintu).

"Tapi itu semua harus selesai setiap hari. Meskipun dalam pelaksanaannya terus ngerasa capek karena juga harus ngurusin kesibukan sendiri. Apalagi saya juga punya anak yang membutuhkan perhatian dari saya juga," ucapnya sambil tersenyum.

Menanggapi hal ini, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (P2KB) Pematang Siantar, Hasudungan Hutajulu membenarkan adanya uang saku atau insentif kepada seluruh anggota TPK yang jumlahnya sebanyak 501 orang dan tersebar di 19 puskesmas di kota itu.

Plt Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (P2KB) Pematang Siantar, Hasudungan Hutajulu membenarkan pihaknya memberikan uang saku kepada seluruh anggota TPK yang berjumlah 501 orang yang tersebar di 19 Puskesmas di Kota Pematang Siantar. (Foto: PARBOABOA/Putra Purba) 


"Mereka (TPK) ada 501 orang, dan untuk anggaran tahun lalu (2022) hanya 100 ribu/bulan sebagai uang saku setiap orang, tahun 2023 ini kami tingkatkan sebesar 330 ribu/orang. Ini sebagai uang pengganti transportasi dan bersifat honor bagi mereka, yang diambil dari anggaran DAK (Dana Alokasi Khusus) non-fisik APBD tahun ini, " ujarnya saat dikonfirmasi di ruangannya, Rabu (26/7/2023).

Nantinya setiap kader TPK akan melakukan sosialisasi dan pendampingan sebanyak 2 kali pertemuan.

"Dalam sebulan, kegiatan pendampingan dilaksanakan sebanyak dua kali. Jadi Rp50 ribu dikali 2 hari yaitu sebesar Rp100 per bulan sudah dipotong pajak. Pemberian uang saku tersebut hanya 10 bulan, tidak 12 bulan full, karena diberikan dalam 2 termin. Kita coba tindaklanjuti, jika mereka benar menerima potongan sebesar Rp25 ribu yang seharusnya mereka dapatkan," tegasnya.

Hutajulu menegaskan DP2KB akan tetap memberikan uang transportasi sebagai bentuk bantuan dan apresiasi bagi kader TPK.

"Setiap intensif TPK yang tersebar kita pastikan tepat sasaran, tidak ada yang merasa kekurangan, tidak ada kita buat potongan atas lah atau revisi anggaran," jelasnya.

Sementara Anggota Komisi I DPRD Pematang Siantar, Tongam Pangaribuan menyayangkan adanya dugaan pemotongan insentif kader TPK.

"Apapun namanya, potongan atau revisi anggaran, terkait insentif kader TPK harusnya bisa transparan, karena ini menyangkut banyak orang. Kita punya 19 puskesmas dan diisi oleh kader-kader terbaik yang bergabung di TPK ini karena kader itu kan sifatnya kerja sosial. Tanpa upah sekalipun mereka itu tetap kerja untuk lingkungannya," katanya.

Togam juga berharap pegawai kelurahan atau kecamatan yang mengurusi insentif kader TPK untuk penanganan stunting ini terbuka dan transparan.

"Kita minta pejabat kelurahan maupun kecamatan seharusnya terbuka dan transparansi sejak awal kalau anggaran yang diterima dari APBD sesuai RKA (rencana kerja anggaran). Jumlah itu sangat minim untuk insentif kader TPK," imbuhnya.

Editor: Kurniati
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS