PARBOABOA, Jakarta - Warga Kampung Bayam yang didampingi Persaudaraan Warga Kampung Bayam (PWKB), Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK), dan Urban Poor Consortium (UPC) pada Senin (20/02/2023) lalu telah mendatangi Balai Kota DKI Jakarta.
Kedatangan tersebut diikuti ratusan warga kampung Bayam yang menuntut somasi kepada PT Jakarta Propertindo (Jakpro).
Mereka mengharapkan Pemprov DKI dapat memediasi persoalan perjanjian hunian rumah susun (rusun) yang dijanjikan PT Jakpro yang tak kunjung diberikan kepada warga kampung susun Bayam.
Dikonfirmasi, anggota JRMK Wati aksi demonstrasi di Balai Kota DKI Jakarta beberapa hari lalu hanya menghasilkan perjanjian Pemprov DKI akan memediasi antara warga kampung Bayam dengan pihak PT Jakpro 10 hari ke depan terhitung dari tanggal 20 Februhari.
"Hasil mediasi dari somasi yang kami bawa ditanggal 20 lalu menghasilkan janji mediasi 10 hari kedepan, kalau dihitung ya keputusannya jumat ini udah harus ada hasil dari Pemprov DKI," ujar Wati kepada Parboaboa, Senin (27/02/2023).
Isi tuntutan warga kampung susun Bayam yakni menuntut hunian rusun yang dijanjikan PT Jakpro untuk mengganti perkampungan lama mereka yang digusur.
Menurut Wati mediasi dan perjanjian awal pembangunan proyek kampung susun Bayam dilakukan PT Jakpro, warga bersama ex Gubernur DKI Anis Baswedan.
"Mediasi awal bahkan sampai peletakan batu pertama PT Jakpro mengajak warga ikut menyaksikannya, namun keanehan mulai terlihat ketika peresmian yang hanya sekedar potong pita para warga tidak diperkenankan melihat bagian dalam unit dan bahkan tidak diberikan kunci yang semestinya hal itu sudah dilakukan sesuai perjanjian," tutur Wati.
"Tak lama dari momen peresmian itu pihak Jakpro mengajak perwakilan warga untuk tanda tangan perjanjian hunian rusun dan itu dilakukan malam hari, isi dari perjanjian yakni warga kampung bayam harus menstorkan Rp.700 ribu sampai Rp.1 juta perbulannya jika ingin menempati unit di kampung susun bayam (rusun)," seru Wati.
Menurut warga hal ini sangat memberatkan karena penghasilan warga kampung Bayam yang hampir dibawah rata-rata upah minimum.
"Kalau tahu harus bayar perbulannya segitu besar mending kita tidak usah digusur aja dan lagipula banyak hal yang ditutup-tutupi tidak transparan ada indikasi ingin mengkomersilakan kampung kita," ungkap warga.
Pantauan Parboaboa ke lokasi tenda perlawanan warga kampung susun Bayam pada, Senin (27/02/2023) di dalam tenda masih ada 5 kepala keluarga yang terpaksa bertahan di tenda dengan fasilitas air dan listrik yang sangat minim.
"Di dalam tenda ini kami masih berbagi ruang untuk 5 kepala keluarga, untuk kebutuhan air kita harus nimba dari sumur disana itu jaraknya kira-kita 1 kilo, listrik pun kami sangat kesulitan sebelumnya kami menggunakan listrik dari pos satpam di dalam JIS itu cuma sering dicabut (diputus) lalu pernah pakai Genset namun gk lama rusak, dan sekarang kami pakai surya panel," ungkap Sri.
Ia menambahkan dengan kondisi tersebut dapat dibayangkan listrik sering mati.
"Kalau cuaca siang harinya panas kan bisa banyak menampung energi untuk dipakai malam hari tapi kalau kaya sekarang lagi musim hujan ya seadanya kadang tidak bisa ngecas hp tidak cukup energinya," tutur Sri.