Inpres Khusus Atasi Insiden Kecelakaan Truk di Indonesia

Intruksi Presiden untuk atasi kecelakaan truk di Indonesia. (Foto: PARBOABOA/Achmad Rizki Muazam)

PARBOABOA, Jakarta - Kecelakaan truk di Indonesia menjadi masalah serius yang membutuhkan perhatian segera. 

Dalam kurun waktu singkat saja, yaitu dari 1 November hingga 2 Desember 2024, telah terjadi delapan kecelakaan. 

Menurut Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), sekitar 80 persen insiden ini dipicu oleh kelalaian manusia.

Sementara itu, data Korlantas Polri menunjukkan kecelakaan lalu lintas dalam negeri terus meningkat dari tahun ke tahun.

Pada 2020, jumlah kecelakaan sempat mencapai titik terendah sejak 2017 dengan 100.028 kasus. Namun, angkanya terus naik hingga memuncak pada 2023 dengan 148.798 kasus, jumlah tertinggi dalam tujuh tahun terakhir.

Total kerugian akibat kecelakaan ini mencapai Rp221 miliar. Walaupun angka kecelakaan meningkat, jumlah korban meninggal justru menurun dari 28.131 jiwa pada 2022 menjadi 22.190 jiwa pada 2023. Kendati demikian, jumlah korban tetap signifikan.

Pada 2024, data menunjukkan fluktuasi angka kecelakaan. Bulan April mencatat angka tertinggi dengan 11.924 kasus, sementara Juli menjadi yang terendah dengan 10.303 kasus. 

Lalu di bulan Agustus, tercatat sebanyak 723 kecelakaan. Sepeda motor merupakan jenis kendaraan yang mendominasi kecelakaan, mencapai 552.155 unit, disusul minibus sebanyak 54.309 unit, dan truk medium sebanyak 28.504 unit.

Dampak kecelakaan di tahun ini juga cukup besar. Mayoritas korban mengalami luka ringan (84,51 persen), sementara 8,26 persen mengalami luka berat, dan 7,21 persen meninggal dunia.

Masih menurut Korlantas Polri, kecelakaan lalu lintas disebabkan oleh tiga faktor utama, yaitu manusia (61%), prasarana dan lingkungan (30%), serta kondisi kendaraan (9%).

Faktor manusia meliputi kelalaian, kurangnya kemampuan mengemudi, dan perilaku ceroboh. Faktor prasarana mencakup jalan rusak dan minimnya penerangan, terutama saat malam. 

Sementara itu, faktor kendaraan meliputi kerusakan teknis, seperti ban aus atau lampu kendaraan yang tidak berfungsi.

Selain itu, pelanggaran lalu lintas, seperti menerobos lampu merah, melawan arus, dan mengabaikan rambu, juga menjadi penyebab umum kecelakaan yang memperburuk kondisi keselamatan di jalan.

Instruksi Presiden

Liputan khusus Parboaboa bertajuk Gunung Es Masalah Kecelakaan Truk Angkutan Barang, merekam sisi lain kecelakaan kendaraan, terutama yang dialami pengendara.

Para pengendara truk angkutan barang bercerita ihwal diri mereka yang selalu dijadikan kambing hitam saat kecelakaan terjadi.

Meski kecelakaan itu sendiri tidak disebabkan oleh faktor tunggal, misalnya, tetapi dalam banyak kasus hanya mereka yang diserat bahkan dituntut secara hukum.

Pengamat transportasi, Djoko Setijowarno memang mengakui sopir truk adalah korban sistem angkutan logistik yang masih karut-marut di negeri Indonesia.

Mirisnya, kata dia, pengusaha angkutan dan pemilik barang kerap lepas tangan atau tanggung jawab ketika terjadi insiden atau kecelakaan, sehingga tak mendapat sanksi hukum.

Atas ketidakadilan ini, ia mendorong Presiden Prabowo Subianto agar segera menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) tentang penuntasan angkutan barang.

"Presiden harus segera turun tangan dengan menerbitkan instruksi presiden tentang penuntasan angkutan barang," kata Djoko belum lama ini.

Tak hanya itu, Djoko, yang juga Wakil Ketua Pemberdayaan dan Penguatan Wilayah MTI Pusat, menekankan pentingnya menyelesaikan masalah kendaraan over dimension dan over load (ODOL). 

Ia menjelaskan bahwa upaya pembenahan sebenarnya sudah dimulai sejak 2017, tetapi terkendala karena belum tercapainya kesepakatan antar kementerian, sehingga prosesnya tertunda.

Dengan adanya peralihan pemerintahan, ia berharap pekerjaan rumah ini harus segera diselesaikan sehingga kecelakaan akibat ODOL tidak akan terjadi lagi.

Sementara itu, penggiat keselamatan lalu lintas, Catur Wibowo mengingatkan pentingnya pembekalan bagi pengemudi melalui metode defensive driving

Teknik ini, kata dia bertujuan untuk mengurangi risiko kecelakaan dengan cara memprediksi bahaya di jalan dan mengambil langkah yang aman. 

Fokus utama defensive driving adalah penekanan pada perubahan perilaku pengemudi, di mana keterampilan mengemudi yang lebih baik akan mengikuti setelah perilaku mereka berubah. 

Defensive driving juga membantu pengemudi dalam manajemen kelelahan saat berkendara serta memberikan panduan tentang tanggung jawab ketika menghadapi situasi kecelakaan.

Selain itu, upaya lain yang perlu dilakukan, tegasnya adalah sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya keselamatan berkendara. 

Program seperti safety riding, misalnya, dapat meningkatkan kesadaran tentang pentingnya mematuhi peraturan lalu lintas.

Langkah-langkah ini diharapkan dapat menekan angka kecelakaan dan menciptakan budaya berkendara yang lebih aman.

Editor: Gregorius Agung
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS