PARBOABOA – Hukum perlindungan konsumen merupakan seperangkat undang-undang, peraturan, dan ketentuan hukum lainnya yang mengatur hak, kewajiban, serta perlindungan bagi konsumen dalam berinteraksi dengan pelaku usaha.
Salah satu dasar hukum untuk melindungi konsumen di Indonesia adalah Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK).
UUPK ini memberikan landasan hukum yang mengatur hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha. Selain itu, memberikan dasar untuk tindakan hukum jika hak-hak konsumen dilanggar atau dirugikan.
Selain UUPK, ada pula peraturan-peraturan dan regulasi lainnya yang turut membentuk dasar hukum tersebut di Indonesia.
Untuk memahami lebih mendalam tentang dasar hukum perlindungan konsumen, berikut Parboaboa akan menjelaskan secara jelas tentang sejarah, pengertian, dan tujuan dari hukum tersebut. Simak penjelasannya di bawah ini ya.
Sejarah Hukum Perlindungan Konsumen
Dikutip dari Buku Hukum Perlindungan Konsumen, Dimensi Positif dan Ekonomi oleh Aulia Muthia, dijelaskan bahwa undang-undang perlindungan konsumen di Indonesia merupakan hasil dari perkembangan gerakan perlindungan konsumen yang dimulai pada tahun 1970-an dengan berdirinya Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).
Pada awalnya, hak-hak dasar konsumen diangkat oleh Presiden AS John F. Kennedy pada tahun 1962 dalam pidato di hadapan kongres AS, yang dikenal dengan "Declaration of Consumer Right".
Kennedy menyebut empat hak dasar konsumen, yakni hak atas keamanan, hak untuk memilih, hak mendapatkan informasi, dan hak untuk didengar pendapatnya.
Di Amerika Serikat, gerakan perlindungan konsumen mengalami perkembangan signifikan pada tahun 1960-1970, mencakup undang-undang dan putusan hakim.
Gerakan ini direspons oleh YLKI di Indonesia, yang didirikan pada tahun 1973 sebagai perintis advokasi konsumen. YLKI mendahului resolusi PBB tentang Perlindungan Konsumen tahun 1978.
UUPK dibentuk sebagai payung hukum untuk melindungi konsumen dan mengatur perilaku pelaku usaha. Undang-undang ini juga membentuk lembaga-lembaga seperti Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM), dan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).
Perkembangan ekonomi global dan tuntutan konsumen membuat perlindungan konsumen menjadi lebih penting. UUPK di Indonesia terbentuk setelah era reformasi, merespons iklim politik yang lebih demokratis dan kesadaran akan perlindungan konsumen.
Konsumen dihadapkan pada beragam pilihan produk, namun juga risiko produk cacat. UUPK mendorong tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat.
UUPK mengatur hak dan kewajiban pelaku usaha dan konsumen, serta menjaga hubungan yang ketergantungan dan menguntungkan.
Dengan adanya UUPK, diharapkan kerugian konsumen dapat dihindari dan keseimbangan ekonomi terjaga. UUPK juga menciptakan mekanisme penyelesaian sengketa untuk melindungi hak konsumen.
Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen
Hukum perlindungan konsumen adalah upaya untuk melindungi dan memastikan hak-hak konsumen dalam bertransaksi atau menggunakan produk dan jasa.
Perlindungan konsumen di Indonesia telah diatur oleh Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999. UU tersebut berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia dalam mengatur hak dan kewajiban serta pelaku usaha.
Undang-undang tersebut bertujuan untuk mencegah pelaku usaha sewenang-wenang.
Meskipun UU ini fokus pada perlindungan konsumen, namun kepentingan pelaku usaha juga diakomodasi untuk mengatur hak dan kewajiban mereka. Perlindungan ini mencakup seluruh rangkaian dari perolehan hingga penggunaan barang dan jasa.
Adapun cakupan perlindungan konsumen itu dapat dibedakan dalam dengan dua aspek yaitu:
- Perlindungan terhadap kemungkinan barang yang serahkan kepada konsumen tidak sesuai dengan apa yang telah disepakati.
- Perlindungan terhadap diberlakukannya syarat-syarat yang tidak adil kepada konsumen.
Adapun tujuan penyelenggaraan, pengembangan dan pengaturan perlindungan konsumen yang direncanakan adalah untuk meningkatkan martabat dan kesadaran konsumen, dan secara tidak langsung mendorong pelaku usaha dalam menyelenggarakan kegiatan usahanya dengan penuh rasa tanggung jawab.
Dalam perlindungan konsumen akan ditemukan juga istilah hukum konsumen, meskipun belum terdapat aturan mengenai perbedaan atau keharusan menggunakan istilah baku dari keduanya, para akademisi lebih mengacu kepada istilah yang digunakan oleh ahli hukum konsumen dari Belanda Hondius yang menggunakan istilah hukum konsumen tersebut.
Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen Menurut Para Ahli
Berikut ini beberapa pendapat ahli yang menjelaskan tentang hukum perlindungan konsumen, di antaranya:
AZ Nasution
AZ Nasution mengatakan bahwa hukum perlindungan konsumen adalah bagian dari hukum konsumen yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan mengandung sifat yang melindungi kepentingan konsumen, sedangkan hukum konsumen adalah hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan barang atau jasa konsumen di dalam pergaulan hidup.
YLKI
YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia) berpendapat bahwa hukum konsumen adalah keseluruhan asas-asas dan kaidah- kaidah yang mengatur hubungan dan masalah penyediaan serta penggunaan produk barang dan atau jasa antara penyedia dan penggunaannya dalam kehidupan bermasyarakat. Sementara hukum perlindungan konsumen didefinisikan sebagai keseluruhan asas dan kaidah yang mengatur konsumen dalam hubungan dan masalah penyediaan serta penggunaan produk konsumen antara penyedia dan penggunanya dalam kehidupan bermasyarakat.
Inosentius Samsul
Inosentius Samsul menyatakan bahwa hukum perlindungan konsumen adalah merupakan keselu ruhan peraturan perundang-undangan serta putusan hakim yang substansinya mengatur mengenai kepentingan konsumen.
Beberapa pendapat di atas menyebutkan bahwa hukum tersebut memiliki cakupan yang lebih luas karena mencakup berbagai aspek hukum yang berhubungan dengan kepentingan konsumen.
Salah satu bagian dari hukum ini adalah aspek perlindungannya, seperti bagaimana cara menjaga hak-hak konsumen dari gangguan oleh pihak lain.
Tujuan Hukum Perlindungan Konsumen
Setiap undang-undang itu memiliki tujuan begitu pula dengan UUPK yang dijadikan sebagai pembagunan nasional, tujuan UUPK ini merupakan sasaran akhir yang harus dicapai dalam pelaksanaannya di bidang hukum tersebut.
Dalam UUPK Pasal 3, disebutkan bahwa tujuan perlindungan konsumen adalah sebagai berikut:
- Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian kon- sumen untuk melindungi diri.
- Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa.
- Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.
- Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengan- dung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.
- Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.
- Meningkatkan kualitas barang/jasa yang menjamin kelang- sungan usaha produksi barang dan jasa, kesehatan, kenyama nan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
Ke enam tujuan yang telah disebutkan di atas jika dikelompokkan ke dalam tujuan hukum secara umum, maka tujuan hukum untuk mendapatkan keadilan terlihat pada rumusan nomor 3 dan 5. Sementara tujuan untuk memberikan kemanfaatan dapat dillihat pada rumusan nomor 1,2,3,4 dan 6, dan tujuan khusus yang diarahkan untuk kepastian hukum terdapat pada rumusan nomor 4.
Pengelompokan ini tidak berlaku mutlak karena berdasarkan rumusan dari nomor 1 hingga 6 terdapat tujuan yang dapat dikualifikasi sebagai tujuan ganda.
Tujuan khusus tersebut hanya dapat tercapai secara maksimal jika didukung oleh keseluruhan subsistem perlindungan yang diatur dalam undang-undang ini.
Asas Hukum Perlindungan Konsumen
Setiap undang-undang selalu mempunyai asas yang bertujuan untuk memberikan pemahaman dasar terhadap suatu peraturan tersebut. Asas tentang perlindungan konsumen ini diatur pada pasal 2 UUPK yaitu:
“Perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan, dan keselamatan konsumen serta kepastian hukum.”
1. Asas Manfaat
Asas ini menegaskan bahwa perlindungan konsumen harus menguntungkan baik konsumen maupun pelaku usaha. Tujuannya adalah memberikan perlindungan seimbang kepada keduanya, tidak mengedepankan salah satu pihak.
2. Asas Keadilan
Asas ini bertujuan memungkinkan partisipasi masyarakat sepenuhnya, memberikan hak dan kewajiban yang adil bagi konsumen dan pelaku usaha melalui pengaturan dan penegakan hukum perlindungan konsumen.
3. Asas keseimbangan
Asas ini bertujuan melindungi kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah, baik secara materiil maupun spiritual. Tujuan asas ini adalah mengatur dan mewujudkan kepentingan semua pihak dengan memperhatikan hak dan kewajiban yang sesuai.
4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen
Asas ini menjamin keamanan dan keselamatan konsumen dalam penggunaan barang/jasa. Ada jaminan hukum bahwa produk memberikan manfaat dan tidak membahayakan. UU ini mengatur kewajiban dan larangan bagi pelaku usaha dalam produksi dan distribusi produk.
5. Asas kepastian hukum
Asas ini mendorong pelaku usaha dan konsumen untuk patuh pada hukum dan mendapatkan keadilan dari perlindungan konsumen. Negara bertugas memastikan kepastian hukum dan penerapan UUPK dalam kehidupan sehari-hari.
Dari asas-asas di atas dapat disimpulkan bahwa hukum tersebut dapat diartikan sebagai kumpulan norma yang bertujuan melindungi kepentingan konsumen terhadap penerimaan barang dan jasa. Hal ini berdasarkan prinsip-prinsip manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan, keselamatan, serta kepastian hukum.
Cara Mengatur Hukum Perlindungan Konsumen
Menurut Abdul Halim Barkatullah, pengaturan perlindungan konsumen dapat dilakukan dengan cara seperti berikut ini:
- Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung akses dan informasi, serta menjamin kepastian hukum.
- Melindungi kepentingan konsumen pada khususnya dan kepentingan seluruh pelaku usaha pada umumnya.
- Meningkatkan kualitas barang dan pelayanan jasa konsumen dari praktik
- Memberikan perlindungan kepada usaha yang menipu dan menyesatkan.
- Memadukan penyelenggaraan, pengembangan dan pengatu ran perlindungan konsumen dengan bidang-bidang perlindungan pada bidang-bidang lainnya.
Dengan Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan perangkat hukum lainnya, konsumen memperoleh hak dan posisi setara. Mereka berhak mengajukan gugatan atau tuntutan jika hak-hak mereka dirugikan atau dilanggar oleh pelaku usaha.
UUPK juga mengatur hak konsumen dan kewajiban pelaku usaha. Namun, dalam hal ini konsumen tetap perlu menjadi konsumen cerdas dengan mengutamakan keperluan daripada keinginan.
Contoh Kasus Hukum Perlindungan Konsumen
Berikut ini adalah contoh perlindungan hukum pada konsumen yaitu sebagai berikut:
1. Hak Saat Menentukan Barang
Konsumen memiliki hak penuh saat memilih barang yang akan digunakan atau dikonsumsi. Tidak ada yang memiliki hak untuk mengatur, kecuali produsen yang bersangkutan. Begitu pula dengan hak untuk mengevaluasi kualitas barang yang akan dibeli atau dikonsumsi nantinya.
2. Hak Mendapatkan Ganti Rugi dan Ganti Kerugian
Konsumen memiliki hak untuk mendapatkan ganti rugi atau ganti kerugian atas kerugian yang diterima dalam transaksi jual-beli yang telah dilakukan. Jika terdapat ketidaksesuaian dalam hal gambaran atau kualitas, konsumen berhak untuk mengajukan tuntutan kepada produsen.
3. Hak Mendapatkan Barang/Jasa yang Sesuai
Konsumen memiliki hak untuk menerima produk dan layanan sesuai dengan persetujuan yang tercatat. Sebagai contoh, dalam transaksi bisnis secara online, jika ada penawaran pengiriman gratis, maka pengiriman haruslah gratis. Jika tidak sesuai, konsumen berhak untuk menuntut hak tersebut.
4. Hak Menerima Kebenaran tentang Semua Informasi
Hal yang paling penting bagi beberapa konsumen adalah mengetahui informasi terkait produk yang dibelinya. Produsen dilarang menyembunyikan atau mengurangi informasi tentang produk atau layanannya. Sebagai contoh, jika terdapat cacat atau kelemahan dalam produk, produsen berkewajiban memberikan informasi kepada konsumen.
5. Hak Menerima Pelayanan Tanpa Diskriminasi
Sikap diskriminatif terhadap konsumen merupakan salah satu pelanggaran terhadap hak-hak konsumen. Layanan yang diberikan oleh produsen tidak boleh menunjukkan perbedaan perlakuan di antara satu konsumen dengan konsumen lainnya.
Demikianlah penjelasan tentang hukum perlindungan konsumen yang menjadi elemen penting dalam upaya untuk melindungi dan memastikan hak-hak konsumen dalam bertransaksi atau menggunakan produk dan jasa. Semoga bermanfaat.
Editor: Ratni Dewi Sawitri