PARBOABOA, Sumatra Utara-Gerakan Peduli Sungai salah satu kelompok pelestari sungai di Sumatra Utara (Sumut). Sekelompok anak muda, jiwanya geram melihat sampah menari-nari di sungai.
Gerakan Peduli Sungai (GPS) hadir atas dasar kepedulian terhadap kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Percut sebagai sebuah sumber kehidupan.
Ketua Gerakan Peduli Sungai, Luthfi Hakim Fauzie, menjelaskan bahwa GPS membangun kesadaran peduli lingkungan maupun edukasi kepada masyarakat di bantaran sungai.
Semisal masalah sampah, hal tersebut terkait kesadaran tentang fungsi dan peran masyarakat tehadap DAS. Supaya ikut mencegah timbul kerusakan sungai berujung terjadi banjir.
“Tantangannya itu sumber daya manusia kurangnya literasi atau pemahaman tentang DAS itu,” ungkap pemuda asal Desa Bandar Khalipah itu, Kamis (7/12/2023).
Sayangnya, kini DAS Percut telah dialihfungsikan menjadi tempat sampah oleh oknum tidak bertanggung jawab. Sehingga ekosistem dan kelestarian sungai rusak. Maklum, menjadi salah satu pemicu bencana banjir.
Saat melakukan aksi bersih-bersih sungai, GPS juga kerap berbenturan masalah premanisme. Luthfi Hakim Fauzie berseloroh, bahwa Kota Medan berjuluk “Kota Para Ketua”.
Sehingga kadang kala aksi bersih dan edukasi GPS di lingkungan masyarakat. Mereka terkadang ditodong oleh oknum meminta uang atas dalih keamanan.
“Pernah kita ditodong minta uang oleh oknum. Padahal kita melakukan aksi clean up dan edukasi,” keluhnya kepada PARBOABOA.
Meski begitu, GPS masih konsisten peduli lingkungan sekalipun mengalami ragam tantangan di lapangan. Ibarat bunyi peribahasa sekali layar terkembang, pantang surut ke belakang.
Sebelumnya, kelompok ini bernama GPS Tembung. Lantaran mereka sering bercokol di Desa Bandar Khalipah, Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatra Utara. Maka label Tembung terbawa pada kelompok mereka.
Luthfi Hakim Fauzie menceritakan, nama Sungai Tembung disebut secara lokal. Sebab melintasi Desa Tembung.
“Jadi tahunya ya Sungai Tembung. Padahal secara resmi Sungai Percut atau DAS Percut," ungkap pemuda 27 tahun ini kepada PARBOABOA.
Proses lahirnya GPS bermula menggelar kegiatan lingkungan bersama para remaja dan warga di Desa Bandar Khalipah, pada 7 Agustus 2018.
Seiring waktu, GPS Tembung bermetamorfosis menjadi Yayasan Gerakan Peduli Sungai sedari 2022.
"Tahun 2022, sudah terdaftar dan ada SK Menkumham,” jelasnya.
Mitigasi Bencana
GPS tidak hanya berkecimpung dunia peduli lingkungan menjaga kelestarian sungai belaka saja. Akan tetapi, mereka juga bergerak mitigasi bencana atau pengurangan risiko bencana
Lutfie bercerita, bahwa GPS sudah melakukan aksi penanaman Vetiver bernama latin Chrysophogon Zizaionide. Bahkan membudidayakan rumput dikenal sebagai “Tembok Ajaib” itu.
Vetiver atau akar wangi, sejenis rumput memiliki manfaat terhadap lingkungan hidup dan juga mengontrol erosi dan sedimentasi tanah.
Vetiver menjadi tembok alami, penahan tanah mengantisipasi bencana daerah rawan longsor atau tanah bergerak. GPS rutin menaman Vetiver meliputi wilayah Deli Serdang (DAS Percut) hingga Porsea Kabupaten Toba (DAS Toba).
“Kita rutin menanam dan merancang formulasi agar Vetiver ini beredar di daerah rutin terjadi gerusan air. Khususnya di DAS,” jelasnya kepada PARBOABOA.
Selain pra bencana, kelompok ini turut berkontribusi bila ada situasi tanggap bencana di wilayah DAS Percut. Mereka berkolaborasi bersama BPBD, Basarnas, maupun relawan di Sumut.
“Memang kita enggak terlalu aktif dibandingkan yang lain soal kebencanaan. Tetapi, gerakan kita berhubungan erat antara jaga kelestarian sungai dan kebencanaan,” tutur Luthfi Hakim Fauzie.
Editor: Ferry Sabsidi