PARBOABOA, Jakarta - Narkoba terus menjadi ancaman serius bagi masyarakat di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Meski upaya pemberantasan gencar dilakukan, jenis-jenis narkoba baru terus bermunculan, salah satunya Flakka.
Narkoba sintetis ini mendapatkan perhatian luas karena dampaknya yang ekstrim pada penggunanya, membuat mereka bertindak tak terkendali dan tampak seperti ‘zombi’.
Fenomena ini memicu kewaspadaan, terutama karena narkoba sintetis seperti Flakka seringkali lolos dari deteksi hukum dan tes medis standar.
Bagaimana Flakka berkembang dan seberapa besar bahayanya?
Flakka, dikenal juga sebagai alpha-PVP, adalah narkoba sintetis yang mirip dengan senyawa stimulan alami dalam daun khat.
Flakka umumnya hadir dalam bentuk kristal putih atau bubuk berwarna merah muda. Narkoba ini dapat digunakan dengan berbagai cara: dihirup, dihisap, atau disuntikkan.
Awalnya, zat ini dikembangkan pada 1960-an sebagai obat penenang, namun di kemudian hari disalahgunakan untuk memicu efek euforia yang kuat.
Peredaran Flakka pertama kali marak di luar negeri, terutama di Tiongkok, sebelum akhirnya menyebar ke negara lain.
Di Indonesia, narkoba ini termasuk dalam daftar obat terlarang berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2 Tahun 2017.
BNN dan aparat penegak hukum bekerja keras untuk mengontrol peredarannya. Meski begitu, harga murah sekitar Rp42.000 hingga Rp73.000 per dosis dan efeknya yang sangat kuat membuat narkoba ini sulit dikendalikan.
Dampak Ekstrem Flakka
Efek Flakka pada pengguna sangat mengerikan. Selain halusinasi parah, pemakai sering kali kehilangan kontrol diri dan menunjukkan perilaku agresif.
Beberapa kasus mencatat pengguna bertindak aneh di tempat umum, bahkan bertelanjang di jalan karena hilangnya kesadaran. Hal ini menciptakan kesan bahwa mereka berubah menjadi 'zombi'.
Secara fisik, Flakka meningkatkan suhu tubuh hingga hipertermia, menyebabkan keringat berlebih, detak jantung tak teratur, dan tekanan darah tinggi.
Efek psikologisnya juga tidak kalah serius adalah paranoia, kecemasan ekstrem, dan psikosis sering muncul.
Ketika dikonsumsi bersama zat adiktif lain, risiko overdosis dan kematian meningkat drastis.
Ketergantungan juga berkembang cepat, membuat pengguna sulit pulih tanpa bantuan medis dan terapi intensif.
Pemerintah Indonesia, melalui BNN dan Polri, terus memperketat pengawasan untuk mencegah masuknya Flakka.
Salah satu tantangan besar adalah deteksi narkoba sintetis ini yang sulit dilakukan dengan metode tes laboratorium konvensional.
Karena itu, penegak hukum perlu belajar dari negara lain dan terus berinovasi dalam metode pengawasan dan penindakan.
Di sisi lain, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menekankan pentingnya rehabilitasi bagi pengguna narkoba.
Penanganan pengguna Flakka membutuhkan pendekatan menyeluruh, mulai dari detoksifikasi hingga terapi lanjutan seperti Cognitive Behavioral Therapy (CBT).
Tahap detoksifikasi bertujuan mengeluarkan zat berbahaya dari tubuh dan harus dilakukan di bawah pengawasan medis karena gejala putus zat bisa berbahaya.
Setelahnya, terapi perilaku membantu pengguna memahami pola pikir yang memicu kecanduan dan mengembangkan strategi untuk menghadapi tekanan.
Dukungan sosial melalui komunitas rehabilitasi juga penting agar pengguna merasa didukung dan termotivasi untuk pulih.
Dalam beberapa kasus, obat-obatan tertentu diberikan untuk mengurangi gejala putus zat dan mengendalikan keinginan menggunakan narkoba.
Pencegahan Flakka
Langkah preventif harus terus diperkuat untuk mengurangi risiko penyalahgunaan Flakka, terutama di kalangan anak muda.
Edukasi mengenai bahaya narkoba sintetis sebaiknya dimulai sejak dini, baik di sekolah maupun di komunitas.
Kampanye anti-narkoba yang melibatkan tokoh masyarakat dan figur publik menjadi cara efektif untuk meningkatkan kesadaran serta memberikan informasi yang akurat tentang risiko penggunaan Flakka.
Orang tua memiliki peran penting dalam menjaga anak-anak agar tidak terjerumus dalam penyalahgunaan narkoba.
Komunikasi terbuka dan hubungan yang hangat antara orang tua dan anak dapat membangun fondasi yang kuat, sehingga anak merasa didukung saat menghadapi tekanan dari teman sebaya.
Sekolah juga perlu menjalankan aturan tegas terkait narkoba dan memberikan sanksi yang jelas bagi para pelanggar agar tercipta lingkungan belajar yang aman.
Pemerintah diharapkan aktif menyediakan lebih banyak kegiatan positif bagi anak muda, seperti olahraga, seni, dan aktivitas sukarela.
Alternatif-alternatif ini memberikan ruang bagi anak-anak untuk menyalurkan energi mereka secara produktif dan mengurangi potensi keterlibatan dalam penyalahgunaan narkoba.
Kerja sama yang solid antara pemerintah, sekolah, dan komunitas sangat diperlukan untuk menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung perkembangan anak muda secara sehat.
Bagi mereka yang sudah terjerumus dalam penggunaan Flakka, pemulihan tidak hanya bergantung pada lembaga rehabilitasi tetapi juga memerlukan dukungan keluarga dan komunitas.
Kehadiran lingkungan yang menerima dan mendukung sangat penting agar proses pemulihan berjalan efektif.
Komunitas dapat menyediakan ruang bagi mantan pengguna untuk kembali berkontribusi dalam masyarakat, membantu mereka menemukan kembali arti hidup yang lebih positif.
Di Indonesia, layanan rehabilitasi tersedia secara luas, baik melalui lembaga pemerintah maupun swasta.
Bagi para pengguna Flakka, langkah bijak adalah segera mencari bantuan dan memulai proses pemulihan.
Dengan perawatan yang tepat dan dukungan sosial yang memadai, pemulihan menjadi sangat mungkin, membuka peluang bagi mereka untuk menjalani kehidupan yang lebih baik dan bermakna.
Editor: Norben Syukur