parboaboa

Ekonom Peringatkan Dampak Anjloknya Rupiah: Harga Bahan Pokok Bisa Naik

Kurniati | Ekonomi | 28-06-2024

ilustrasi kecerdasan buatan (AI) soal mata uang rupiah. (Foto: PARBOABOA/Fika)

PARBOABOA, Jakarta - Sejumlah ekonom terus mengkhawatirkan berbagai dampak anjloknya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

Kekhawatiran utama terletak pada efek domino jika rupiah terus ditekan dolar. Salah satu dampaknya adalah kenaikan harga bahan pokok yang merupakan kebutuhan dasar masyarakat. 

Terlebih lagi, Indonesia masih mengimpor beberapa kebutuhan pokok seperti beras, gula, kedelai, dan gandum.

Ekonom senior dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Faisal Basri memperkirakan harga kebutuhan pokok yang diimpor cepat atau lambat akan naik.

Dalam sebuah diskusi di Menteng, Jakarta Pusat, Faisal mencontohkan kemungkinan harga mi instan ikut naik seiring pelemahan rupiah terhadap dolar.

Perkiraan tersebut ia sampaikan karena gandum, sebagai bahan baku utama mi instan, diimpor 100 persen dari sejumlah negara.

"Impor gandumnya dulu yang cuma dengan cost rupiah Rp15.000, sekarang Rp16.400. Bisa naik mi instan," katanya.

Begitupun dengan gula dan beras yang kemungkinan harganya akan meningkat, karena impornya menggunakan kurs sesuai harga dolar saat ini.

Diketahui, pada 2023, Indonesia mengimpor 5 juta ton gula dengan kurs Rp15.000.

Selain itu, pemerintah juga melakukan impor beras sebesar 3 juta ton dengan kurs Rp15.000 per dollar AS di tahun yang sama.

"Sehingga, jika dikalikan dengan kurs yang menanjak saat ini, maka harga beras dan gula akan semakin mahal," kata dosen di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia ini.

Tak hanya Faisal Basri, kekhawatiran serupa juga disampaikan Pengamat Ekonomi dari Sumatra Utara, Gunawan Benjamin.

Ia mengatakan, pelemahan rupiah bisa membuat harga kebutuhan hidup sehari-hari mengalami kenaikan.

Oleh karenanya Gunawan menekankan pentingnya sinergi antarlembaga pemerintah, sehingga upaya mengendalikan rupiah tidak hanya ada di pundak Bank Indonesia.

Dosen di Universitas Sumatra Utara (USU) ini juga meminta pemerintah menjaga kinerja ekspor (neraca dagang) yang belakangan mengalami tekanan, seiring memburuknya kondisi ekonomi di negara lain atau mitra dagang.

Gunawan juga meminta pemerintah mengendalikan ketergantungan impor untuk menjaga neraca pembayaran.

Kondisi Nilai Tukar Rupiah Sepekan Terakhir

Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di periode 24 hingga 28 Juni 2024 mengalami fluktuasi.

Pada 24 Juni 2024, nilai tukar rupiah melemah menjadi Rp16.451 per dolar AS.

Dii 25 Juni, mata uang Garuda sempat menguat 56 poin ke level Rp16.394 per dolar AS.

Data 26 Juni 2024 menyebut, rupiah kembali mengalami pelemahan ke level Rp16.440.

Sementara di 27 Juni, rupiah balik menguat ke level Rp16.401.

Pada pembukaan perdagangan 28 Juni (hari ini, red), rupiah mengalami penguatan. 

Pagi ini rupiah dibuka di level Rp16.378 per dolar AS.

Sementara Menteri Keuangan, Sri Mulyani mengatakan, sentimen pasar keuangan global dan domestik yang menjadi penyebab anjloknya nilai tukar rupiah terhadap dolar.

Dalam konferensi pers APBN Kita, dia juga menyebut, suku bunga The Fed juga tidak mengalami penurunan, seperti yang diharapkan pasar.

Suku bunga The Fed masih di posisi 5,5 persen dan kondisi tersebut yang membuat ekspektasi pasar kecewa.

"Salah satu akibatnya, dolar AS menguat dan rupiah terdepresiasi," katanya di Jakarta, Kamis (27/6/2024).

Namun bendahara negara ini menilai, depresiasi rupiah masih lebih baik dibanding nilai tukar negara lainnya seperti Brasil dan Jepang.

Editor : Kurniati

Tag : #nilai tukar rupiah    #ekonom    #ekonomi    #harga bahan pokok naik    #dolar AS   

BACA JUGA

BERITA TERBARU