parboaboa

Dilema Ucapan Selamat Hari Raya Keagamaan yang Diharamkan MUI

Fika | Nasional | 03-06-2024

Ilustrasi sesama umat beragama saling mengucapkan selamat hari raya keagamaan. (Foto"PARBOABOA/Fika)

PARBOABOA – Larangan mengucapkan selamat hari raya bagi agama lain baru saja dirilis oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada Kamis (30/05/2024) lalu. 

Fatwa ini melarang penggunaan simbol-simbol hari raya agama lain dan menentang pemaksaan ucapan atau partisipasi dalam perayaan agama lain, serta tindakan lain yang secara umum tidak dapat diterima oleh umat beragama.

Pengucapan salam menurut MUI, merupakan doa yang bersifat ubudiyah atau mengabdikan diri kepada Allah SWT. 

Oleh karena itu, ucapan salam bagi seorang muslim wajib mengikuti ketentuan syariat Islam. Tidak boleh mencampur adukkan dengan ucapan salam dari agama lain.

MUI juga menegaskan bahwa pengucapan salam yang berdimensi doa khusus agama lain oleh umat Islam hukumnya haram.

Umat Islam diimbau untuk menyampaikan salam dengan menggunakan 'Assalamu'alaikum' atau salam nasional ketika berpartisipasi dalam forum lintas agama, tanpa menggabungkannya dengan salam dari agama lain.

Bahkan, MUI Jawa Timur juga memberikan imbauan kepada pejabat publik untuk tidak menggunakan salam pembuka lintas agama dalam acara resmi.

Dilansir dari situs resmi Majelis Ulama Indonesia (MUI), Senin (03/06/2024), Ketua MUI Bidang Fatwa, Asrorun Niam mengatakan umat Islam tetap harus melaksanakan toleransi terhadap umat agama lainnya. 

Umat Islam juga wajib memberikan kesempatan bagi umat agama lain untuk merayakan ritual ibadah perayaan hari besar keagamaan.

“Namun, beberapa tindakan dianggap sebagai mencampuradukkan ajaran agama,” kata Asrorun Niam. 

Asrorun Niam menjelaskan bahwa toleransi mempunyai dua bentuk yakni akidah dan muamalah. Toleransi akidah yaitu memberikan kebebasan kepada umat beragama lain untuk melaksanakan ibadah pada hari raya keagamaannya.

Sedangkan toleransi muamalah adalah bentuk kerja sama dalam kehidupan sosial. “Toleransi harus dilakukan selama tidak masuk dalam ranah akidah, ibadah ritual dan berbagai upacara keagamaan,” tutur Asrorun Niam.

Fatwa yang dikeluarkan MUI ini mendapatkan tanggapan dari Kementerian Agama. Kamaruddin Amin, Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama menerangkan salam lintas agama bukan untuk merusak akidah antar umat beragama. 

Menurutnya, salam lintas agama merupakan sarana menebar kedamaian yang juga merupakan ajaran dari setiap agama di Indonesia. Mengucapkan salam sekaligus menjadi wadah bertegur sapa dan saling menjalin keakraban.

“Salam lintas agama merupakan praktik baik dari kerukunan umat. Mengucapkan salam itu bukan upaya mencampuradukkan ajaran agama. Umat Islam tahu bahwa akidah urusan masing-masing dan secara sosiologis. Salam lintas agama perkuat kerukunan dan toleransi,” terang Kamaruddin Amin dalam keterangan tertulisnya.

Kamaruddin Amin memaparkan, harus ada kelenturan sosial di tengah masyarakat yang majemuk. Utamanya, salam lintas agama tidak mengganggu kepercayaan masing-masing.

Salam agama merupakan bentuk komunikasi sosial yang secara empiris terbukti produktif dan berkontribusi untuk meningkatkan kualitas kerukunan umat beragama. 

Sejarahnya, penggunaan salam lintas agama di Indonesia dikenal sejak era Presiden Megawati Soekarnoputri. Kemudian berlanjut pada pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Sekarang semakin sering digunakan oleh Presiden Joko Widodo.

Dalam setiap pidato resmi, Presiden Joko Widodo sering mengucapkan salam dengan kalimat Assalamu’alaikum, salam sejahtera, Om Swastiastu, Syalom, Nammo Budaya, Salam Kebajikan.

Lain halnya dengan masa Orde Lama, Soekarno menggunakan Assalamualaikum sebagai salam pembuka dalam pidatonya, dilanjutkan dengan kata Merdeka. 

Soekarno juga selalu mengucapkan kalimat pujian pada Nabi Muhammad SAW setelah mengucapkan salam.

Dikutip dari situs Museum Nasional Proklamasi (Munasprok), pidato Soekarno berisi  “Nabi Besar Muhammad SAW telah menemukan ucapan salam untuk mempersatukan umatnya, maka turun pula lah suatu ilham dari Allah SWT untuk menyuarakan salam kebangsaan yang khas dari bangsa Indonesia”. 

Sedangkan masa Soeharto, sebelum menyampaikan salam “Assalamualaikum,” dilanjutkan dengan “Saudara-saudara se-Tanah Air.” 

Sedangkan di era B.J.Habibie tidak ada salam yang khas. Biasanya hanya dimulai dengan Assalamu’alaikum. 

Akan tetapi, dalam beberapa kesempatan B.J.Habibie sering mengucapkan pujian kepada Tuhan serta “Salam sejahtera untuk kita semua”. 

Sementara pada era selanjutnya, Abdurrahman Wahid atau akrab disapa Gus Dur lebih sering mengucapkan “Assalamu'alaikum” yang dilanjutkan dengan pujian pada Nabi Muhammad SAW saat membuka pidatonya. 

Namun Gus Dur juga dalam beberapa kesempatan mengucapkan “salam sejahtera untuk kita semua.”

Editor : Fika

Tag : #MUI    #Fatwa MUI    #Nasional    #Hari Raya   

BACA JUGA

BERITA TERBARU