PARBOABOA, Jakarta - Kemacetan di kawasan Kramat Jati, Jakarta Timur terutama saat pergi dan pulang kerja tak pernah bisa dipisahkan.
Keluhan akan kondisi jalan dari masyarakat dan pengguna kendaraan di kawasan tersebut pun selalu berulang. Namun hingga kini, tak pernah ada penyelesaian, terutama dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Salah seorang masyarakat di Kecamatan Kramat Jati, Fuad Muzaki mengatakan, kemacetan terparah terjadi di depan Pasar Induk. Di sana, kata dia, kemacetan tak mengenal waktu.
“Enggak urusan jam sibuk atau jam slow pasti macet. Misalkan balik, lebih parah lagi. Biasanya jam 9 ya, baru enggak terlalu (macet). Kalau lebih pagi, lebih macet,” katanya kepada PARBOABOA, Senin (9/10/2023).
Pekerja LSM yang lokasi kerjanya di sekitar Tebet, Jakarta Selatan itu mengaku menggunakan Transjakarta setiap harinya. Namun, kata Fuad, penggunaan transportasi umum cukup menghambatnya, karena jauh lebih lama dibandingkan menggunakan kendaraan pribadi.
“Terpaksa ngirim motor dari kampung, walaupun nambah-nambahin macet lagi,” imbuhnya.
Pantauan PARBOABOA, lalu lintas di sekitar Kramat Jati terlihat padat dan macet di jam 06.00 hingga 09.00 WIB. Sedangkan di jam pulang kantor, kawasan tersebut akan sangat macet mulai pukul 16.00 hingga 21.00 WIB.
Sementara itu, Kepala Satuan Pelaksana Perhubungan Kecamatan Kramat Jati, Ending tak menampik kemacetan yang terjadi karena adanya pasar subuh di kawasan tersebut.
Selain itu, kata dia, kemacetan disebabkan oleh penyempitan jalan saat pembersihan pedagang kaki lima yang tidak tepat waktu. Ending menyebut kemacetan bisa dihindari jika tidak ada keterlambatan pengangkutan barang pedagang kaki lima (PKL) dan pembersihan sampah.
“Ada semacam kesepakatan dengan pedagang jam lima harus bersih. Namun Ketika ada kendala atau keterlambatan, ada pembersihan sampah, nah di situ, karena truknya mobile dan besar juga,” katanya saat ditemui di Kantor Camat Kramat Jati, Senin (09/10/2023).
Ending juga tak menampik besarnya volume kendaraan terjadi saat jam pergi dan pulang kerja.
"Meningkatnya volume kendaraan di jam-jam kerja karena pengguna kendaraan roda 4 menghindari ganjil genap melalui Pusat Grosir Cililitan," imbuh dia.
Sementara itu, Pengamat Tata Kota dari Universitas Trisakti, Yayat Supriyatna menilai, padatnya kawasan tersebut imbas tingginya volume kendaraan dari arah Jalan Raya Bogor dan sebaliknya. Apalagi, kawasan Kramat Jadi menghubungkan dua pusat wilayah.
“Kalo di Jakarta Timur, banyak orang menggunakan sepeda motor karena itu jalan utama akses bagi mereka yang tinggal di pinggir untuk akses ke Jakarta. Volume kendaraan makin tinggi, dari wilayah pinggiran Depok, Bogor, Cibubur semua masuk,” ujarnya.
Yayat yang juga pengamat transportasi publik ini mengatakan, masyarakat masih cenderung memilih menggunakan motor dengan alasan fleksibilitas dan kemudahan.
Kondisi tersebut, kata dia, menjadi kunci persoalan masyarakat terutama yang tinggal di pinggir Jakarta.
"Solusi dari permasalahan ini adalah perbaikan kendaraan umum untuk meningkatkan konektivitas warga," imbuh Yayat.
Editor: Kurniati