PARBOABOA, Pematang Siantar – Beras dan rokok kretek penyumbang terbesar garis kemiskinan di Sumatra Utara, baik di kota dan di desa.
Badan Pusat Statistik (BPS) Sumut mencatat, pada Maret 2022, persentase sumbangan komoditi beras ke garis kemiskinan di perkotaan 19,26 persen dan di perdesaan 27,44 %. Rokok kretek 11,78 persen di kota dan 10,48 % di desa.
Untuk komoditi bukan makanan, biaya perumahan masih berperan sebagai penyumbang terbesar garis kemiskinan, baik di perkotaan (7,20 %) maupun di perdesaan (5,64 %).
Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2022, jumlah penduduk miskin di Sumut mencapai 1,2 juta jiwa atau sekitar 8,42 % dari total penduduk di provinsi ini sebanyak 14.936.148.
Penduduk Miskin Siantar
BPS Sumut mencatat, masyarakat miskin di Kota Pematang Siantar meningkat pada 2021 menjadi 22 ribu jiwa dibanding 2020 sebanyak 21 ribu jiwa, dari total penduduk 268 ribu jiwa.
Staf Bidang Sosial Dinas Sosial Kota Pematang Siantar, Dirgahayu Simanjutak mengatakan, angka kemiskinan di 2021 disebabkan oleh pandemi dan tingkat pengangguran terbuka karena remaja lulusan sekolah menengah atas (SMA) dan universita belum diterima bekerja.
“Selain pandemi, beberapa faktor lainnya karena adanya pengangguran terbuka yang dirasakan hingga saat ini. Beberapa contohnya ada yang di rumahkan, namun tidak dipanggil kembali. Atau juga seperti anak sekolahan yang sudah lulus, namun tidak mempunyai pekerjaan,” jelasnya, kepada Parboboa.
“Dari BPS itu ada peningkatan, tapi hanya sedikit. Itu disebabkan karena pandemi tahun 2020 pada saat itu. Tahun 2020 itu persentasinya 8,2% kontra ke tahun 2021 menjadi 8,52%,” katanya kembali.
Saat ditanya upaya pemerintah kota dalam menurunkan angka kemiskinan, Dirgahayu menjelaskan, lewat mekanisme bantuan layanan kesehatan.
"2020 target pemkot sekitar 15.000 masyarakat mendapat bantuan BPJS kesehatan. Pada tahun 2021 akan ditingkatkan menjadi 17.000 masyarakat," katanya.
Upaya lainnya menyalurkan bantuan non tunai berupa sembako senilai Rp300.000 yang dibagikan ke masyarakat berpenghasilan rendah lewat pendataan di masing-masing kelurahan.
Saat di tanya tim Parboaboa mengenai kesalahan berupa penerima bantuan tidak tepat sasaran, Dirgahayu hanya menjawab jika itu sifat bawaan masyarakat.
“Itu watak alami warga. Sebenarnya dia mampu, namun dengan mudah mengucapkan dirinya tidak mampu untuk mendapatkan bantuan. Kalau yang seperti itu susah diubah, paling kena sanksi sosial seperti dihapus namanya dari daftar list penerima bantuan selanjutnya,” ungkap Dirgahayu.